Abdullah bin Rawahah, Sang Penyair yang Gagah Berani di Medan Perang

Pada suatu malam, seorang penyair melantunkan bait-bait puisi untuk sang istri.

Kamis malam tatkala kau menuntunku yang diatas punggung untaku untuk berjihad
Menempuh perjalanan jauh setelah meminum air segar di Hisaa’
Didekatmu adalah kesenangan dan keberkahan
Pada dirimu tidak ada kehinaan dan kerusakan
Namun, aku telah berada di medan perang
Dan tak akan kembali lagi padamu

Raut bahagia terpancar dari wajahnya kala ia mengulang-ulang baitnya. Sang anak bungsu yang mendengar bait-bait itu bersedih dan menangis. Menyadari bahwa sang ayah sedang menyiratkan pesan perpisahan. Ia tak akan kembali dari medan perang.

Dengan lembut dipukulnya anak itu dan berkata, “Hai orang yang tak paham! Tidak ada kerugiannya padamu jika Allah Ta’ala menganugerahi saya kesyahidan. Bahkan, nanti engkau sendiri dengan nyaman akan menaiki saya sebagai tunggangan (menuju surga)”

Ia beranjak untuk melaksanakan shalat malam. Di akhir shalat, penyair yang merindukan kesyahidan itu berdoa sangat lama. Dan setelah itu ia berkata, “Hai Nak! Insya Allah saya syahid.”

Hadhrat Abdullah bin Rawahah ra, lelaki yang mahir menenun sajak. Ia yang termasyhur di tanah Arab. Padanya semua kata disusun menjadi semakin indah. Ia menyampaikan madah yang begitu bagusnya tentang Rasulullah Saw:

Jika tidak ada padanya ayat-ayat nan jelas
Sebuah kabar sudah cukup diberitahukan oleh wajahnya

Betapa luhur derajat Nabi Saw di matanya. Pernah suatu ketika ia sedang berjalan menuju masjid. Terdengar suara dari dalam. Rasulullah Saw sedang menyampaikan pidato dan bersabda, “Duduklah!” Mendengar perintah Nabi Saw ia menghentikan langkahnya dan langsung duduk. Meskipun saat itu ia masih berada diluar masjid.

Di lain kesempatan Rasulullah Saw menugaskan beberapa sahabat termasuk di dalamnya Hadhrat Abdullah bin Rawahah ra dalam sebuah ekspedisi. Hari itu hari Jum’at.

Ketika para sahabat sudah berangkat, ia memilih untuk tinggal menunggu waktu shalat Jum’at dan menyusul rombongan setelah shalat. Ketika shalat Jum’at telah selesai, Rasulullah Saw bertanya padanya, “Apa yang menghalangi Anda berangkat bersama para sahabat yang lain?”

Ia menjawab, “Saya ingin shalat berjamaah dengan Anda pada hari Jum’at dan mendengarkan khutbah Anda lalu bergabung dengan mereka.”

Nabi Saw bersabda, “Jika Anda mengorbankan yang ada di bumi semuanya, baru Anda akan menyadari kebajikan dari keberangkatan mereka, karena mereka mengikuti perintah.”

Sejak saat itu, ia selalu menjadi yang pertama berangkat ketika ditugaskan, dan yang terakhir pulang. Nampak jelas begitu tingginya standar ketaatan Hadhrat Abdullah bin Rawahah ra.

Sang istri menjadi saksi betapa istimewanya sosok Hadhrat Abdullah bin Rawahah ra. “Abdullah bin Rawahah tidak akan meninggalkan rumah sebelum melaksanakan shalat sunnah dua rakaat. Demikian pula hal yang paling pertama ia lakukan setelah masuk ke rumah ialah berwudhu lalu melaksanakan shalat dua rakaat.”

Kecintaannya pada Allah dan Rasul-Nya begitu tinggi. Ia berjuang dengan gagah berani di medan perang. Memompa semangat pasukan Muslim untuk terus maju sampai nafas terakhir.

Kala itu di Perang Mu’tah, 200.000 pasukan kiriman Heraklius menyerang 3000 pasukan Muslim. Zaid dan Ja’far, dua panglima perang telah gugur. Hadhrat Abdullah bin Rawahah ra maju ke garis depan. Ia berseru, “Lihatlah wahai Umat Islam! Tubuh saudaramu ini tergeletak di depan musuh. Maju dan pukul mundurlah musuh tersebut dan lawan mereka.”

Ia maju sebagai panglima perang dan memompa semangat pasukan Muslim. Seketika itu, sebuah tombak melayang menghujam tubuhnya. Darah mengucur dengan derasnya. Ia mengangkat tangan, menyeka darah itu dan melumurinya ke wajah. Lalu ia berjalan ditengah-tengah garis pertempuran musuh. Dan pada akhirnya, disanalah ia meraih kesyahidan.

Namun, ku memohon ampunan dari Yang Maha Rahman
Dan mohon tebasan yang mengoyak dan mencungkil lemakku
Atau tikaman di tangan seorang haus (musuh) dengan tombak yang dibidik
Mengeluarkan hati dan ususku sehingga Tuhan menerima kesyahidanku
Hingga dikatakan, bila mereka melewati pusaraku
“Semoga Allah memberi kemuliaan pada pejuang yang telah syahid ini.

Inilah kematian sejati yang telah lama ia nantikan. Kesyahidan yang selama ini ia idam-idamkan. Mengorbankan jiwa di jalan Allah, mengikuti jejak dua pendahulunya. Dan menjadi ahli surga sesuai janji-Nya.

Rasulullah Saw bersabda: “Berkenaan dengan para panglima perang yang syahid di perang Mu’tah, saya melihat mereka di Surga duduk diatas tahta emas.”

.

.

.

diceritakan ulang oleh: Mumtazah Akhtar

Sumber: Khutbah Jumat Hadhrat Khalifatul Masih Al-Khamis aba pada 16 Maret 2018 

Visits: 189

2 thoughts on “Abdullah bin Rawahah, Sang Penyair yang Gagah Berani di Medan Perang

  1. Semoga kita bisa menjadikan kisah sahabat Rasulullah SAW sebagai contoh dalam semangat pengorbanan di jalan Allah SWT. Aamiin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *