AYAH, MAY DAY, DAN PERJUANGAN TANPA HASIL

Adakah yang mengingat tentang May Day? Mungkin saat ini, hampir semua orang fokus pada pandemic Covid-19, tanpa mengingat bahwa hari ini bertepatan dengan tanggal 1 Mei atau lebih dikenal dengan Hari Buruh Internasional.

Hampir semua Negara di berbagai belahan bumi, menetapkan May Day sebagai Hari libur untuk para buruh atau pekerja. Bukan tanpa perjuangan yang menguras darah dan air mata hingga 1 Mei ditetapkan sebagai Hari libur Internasional.

Akupun tak tahu awal mula May Day seperti apa. Tapi, 1 Mei telah menjadi bagian tak terpisahkan dari hidupku, bahkan sebelum diriku lahir ke dunia ini.

Ayahku adalah seorang buruh di salah satu perusahaan pembuatan pesawat terbesar di Asia Tenggara, dulu era almarhum BJ. Habibie. Perusahaan raksasa itu memperkerjakan ribuan orang.

Tepat di akhir tahun 2003 terjadi PHK sepihak. Ribuan karyawan dirumahkan, termasuk ayah. Kala itu, memang banyak perusahaan yang melakukan PHK besar-besaran atas pekerjanya.

Jangan bermimpi soal pesangon besar paska PHK besar-besaran kala itu. Bahkan sebagian buruh tak mendapat pesangon sedikitpun.

Ayah sudah bekerja selama 25 tahun di perusahaan itu. Seharusnya, setelah PHK mendapatkan pesangon yang lumayan besar. Nyatanya, yang didapat tidak sesuai dengan perjanjian.

Kecewa? Pasti setiap buruh kecewa. Tapi buruh bisa apa? Hanya bisa berdemo, tanpa tahu hasilnya seperti apa. Tapi itulah bentuk perjuangan yang bisa ditempuh. Dan ayah berada di barisan terdepan untuk memperjuangkan ketidak-adilan yang terjadi.

Ini bukan soal ayah seorang. Ini soal nasib ribuan orang yang telah kehilangan sumber penghidupannya dengan cara yang tidak adil. Ini perjuangan bersama yang penuh dengan peluh dan air mata. Sampai harus berjalan kaki ke ibukota untuk meminta keadilan.

Demo buruh bukan cuma soal PHK tapi juga soal hak dan kewajiban buruh yang dirasa amat timpang. Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 telah mengubah buruh menjadi mesin kerja. Mulai dari jam kerja yang terlalu panjang, hingga upah yang dirasa mencekik sebagian buruh.

Tujuh belas tahun telah berlalu. Perjuangan mendapat pesangon yang adil kini tinggal kenangan. Silih berganti Pemimpin, dengan janji manis soal keadilan yang tak pernah tegak itu.

Tapi, janji tinggal janji. Entahlah, apakah begitu banyak masalah di negeri ini. Hingga amat sulit menemukan keadilan untuk ayah dan ribuan buruh lain, yang mungkin ajal telah lebih dulu menjemput mereka.

Itulah yang namanya perjuangan. Kita tak pernah tahu hasil akhirnya seperti apa. Tapi yang penting dari semua itu adalah segala sesuatu harus diperjuangkan, meski kemungkinan berhasilnya amat kecil.

Ayah telah mengajarkanku arti sebuah perjuangan. Dan May Day ini benar-benar mengingatkanku akan perjuanganmu menjadi tulang punggung keluarga.

Selamat Hari Buruh Internasional untuk Buruh di seluruh Indonesia.

#Meilita Hikmawati

Visits: 46

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *