Doa Rasulullah saw. untuk sang Raja

Hadhrat Muhammad saw. merupakan seorang nabi Allah dan penutup para nabi, namun dapat juga dianggap sebagai seorang raja ditilik dari aspek lain. Hal ini dapat dilihat dari kehidupan beliau di Madinah bahkan menjadi sangat jelas bahwa ia sebenarnya bukan hanya seorang raja, tetapi juga seorang kaisar sejati. [1]

Beliau adalah sosok yang patut ditiru baik dalam ucapan maupun perbuatan. Akhlak dan perilakunya sungguh merupakan contoh yang begitu sempurna. Begitupula kecerdasannya dalam politik dan kepemimpinan yang agung membuat siapapun mencari bimbingan yang berharga darinya.

Sebuah hadis mursal menuturkan riwayat As-Sya’bi, Rasulullah saw. berkata, “Tuhanku menyuruhku memilih di antara dua perkara: menjadi hamba sekaligus rasul atau menjadi raja sekaligus nabi. Aku tidak tahu yang mana dari keduanya yang akan aku pilih. Aku mengangkat kepala lalu Jibril berkata: rendah hatilah kepada Tuhanmu. Maka kemudian aku menjawab: hamba sekaligus rasul.”

Berkenaan dengan hal ini, agaknya sejalan dengan apa yang telah disabdakan oleh Hadhrat Khalifatul Masih kedua Jamaah Muslim Ahmadiyah, Hadhrat Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad r.a., “Rasulullah saw. adalah raja, namun beliau membenci jadi raja, dan selalu memperingatkan para pengikut beliau supaya jangan mencontoh cara-cara Kaisar dan Kisra.”

Sejarah telah mencatat penguasa Persia yang terkenal, Khosraw II, raja yang sering disebut Raja Kisra. Dia memerintah Dinasti Sassania selama periode 590-628 Masehi. Namun sayangnya raja ke-22 Sassania tersebut mengingkari adanya Tuhan, bahkan ia berani memproklamasikan dirinya sebagai sosok yang harus disembah rakyatnya. Ia terkenal diktator dan otoriter sehingga ia dijuluki Parvez, “Yang Selalu Berjaya”.

Kisah tentang kekufuran putra dari Hormizd IV (579-590 M) sampai ke hadapan Hadhrat Muhammad saw. tak lama setelah Allah Swt. mengutus sebagai rasul pilihan. Rasullah saw. pun berencana mendakwahkan Islam kepada Chosroes II—panggilannya dalam tradisi Yunani—menggunakan jalur diplomasi kenegaraan.

Rasulullah saw. mengutus Abdullah bin Hudzafah as-Sahmi untuk menghadap Kisra II beserta sepucuk surat.

“Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dari Muhammad Rasulullah, kepada Kisra, penguasa Persia. Kedamaian bagi siapa pun yang mengikuti hidayah dan beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, lalu bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah semata, tidak ada sekutu baginya. Sesungguhnya, Muhammad hamba dan utusan-Nya. Aku mengajakmu dengan doa Allah, sesungguhnya aku adalah utusan Allah bagi segenap manusia agar memberi peringatan bagi mereka yang hidup dan ganjaran setimpal bagi orang kafir. Jika Anda masuk Islam, selamatlah. Jika Anda menolak, dosa seluruh Majusi bagimu.”

Namun sayangnya surat itu mendapat penolakan keras dari Kisra II, bahkan ia merobek-robeknya dan berkata, “Bagaimana mungkin ia (Muhammad) menulis surat demikian, padahal ia adalah hambaku.” Kemudian, sang raja menulis surat ke Badzan, wakilnya di kawasan Yaman. Badzan mengutus delegasi seorang algojo yang pandai menulis bahasa Persia bersama Farkharah. Keduanya membawa surat yang berisikan perintah agar Rasul segera menemui Kisra II.

Kedua utusan berangkat menuju Tanah Hijaz. Sewaktu sampai di Thaif, mereka bertemu dengan laki-laki suku Quraisy, lalu menanyakan keberadaan Muhammad saw. kepada laki-laki itu. Menurutnya Rasulullah saw. berada di Madinah.

Kabar kedatangan kedua utusan Persia ini pun menyebar di kalangan warga Thaif, mereka yang tidak suka bersukacita karena tak lama lagi Rasulullah saw. akan segera ditangkap dan dibawa ke Persia. Akan tetapi Allah berkehendak lain, delegasi berhasil menemui Rasulullah saw. tetapi gagal melaksanakan misinya untuk membawa Rasulullah kepada Kisra II.

Salah satu dari delegasi itu berkata kepada Rasulullah saw., “Jayalah raja dari para raja, Kisra II, ia menulis kepada Raja Badzan memerintahkan agar membawa Anda bersamaku menghadap Kisra II. Jika Anda melakukannya, Kisra II akan memenuhi segala permintaan Anda. Jika Anda menolak, seperti yang Anda ketahui, Kisra akan membinasakan kaum Anda dan meluluhlantakkan negara Anda.”

Penampilan delegasi yang aneh dengan bulu jenggot dicukur habis, sementara kumis dibiarkan tumbuh memanjang. “Celaka kalian, siapa yang memerintahkan kalian demikian?” Jawab mereka, Kisra II, tuhan rakyat Persia-lah yang menyerukannya.

Rasul bersabda, “Tuhan memerintahkan untuk memanjangkan jenggot dan memotong kumis.” Rasul pun meminta keduanya beranjak dan datang lagi esok hari.

Datanglah wahyu kepada Rasul bahwa Allah telah menundukkan Kerajaan Kisra II di atas tangan anaknya, Shayrawaih. Sang anak membunuh ayahnya. Persia pun telah dikuasai Shayrawaih.

Esok harinya, Rasul memberi tahu utusan tentang kabar tumbangnya Kisra II. Mereka menyangkal dan mengutarakan konsekuensi dari pernyataan Rasulullah saw. bahkan mengancam akan melaporkan pernyataannya kepada Badzan.

“Silakan, sampaikan berita itu kepadanya dan katakan bahwa agama dan kekuasaanku akan menorehkan kejayaan yang ditorehkan Kisra II. Katakan pula, jika Anda berislam, aku tidak akan mengganggu kekuasaannya dan ia tetap berhak memerintah kaumnya.”

Keduanya pun kembali ke Raja Badzan di Yaman dan menyampaikan segala berita selama bertemu Rasul. Tak disangka, justru Badzan bersikap berbeda dan antusias. “Demi Allah, ini bukan kata seorang raja dan saya yakini dia seorang nabi seperti rumor selama ini, jika pun meleset, kita lihat nanti.”

Belum lama kemudian, datanglah surat dari putra Kisra II, Shayrawaih. “Saya membunuh Kisra atas nama rakyat Persia. Ayahku menghalalkan segala cara dengan membunuh tokoh-tokoh Persia. Jika suratku ini sampai padamu, tetaplah taat sebagaimana ketaatanmu pada raja-raja sebelumku.

Lalu, pergilah ke laki-laki (Nabi) yang Kisra II menulis surat padanya, tetap pantau dia hingga perintahku selanjutnya.” Usai membaca surat itu, Badzan pun kaget luar biasa. Ia berkesimpulan bahwa Muhammad saw. adalah seorang nabi dan rasul, kemudian ia masuk Islam beserta segenap rakyatnya di Yaman. [2]

Keangkuhan Kisra II dengan merobek-robek surat dari Rasul berbuntut pada doa Rasulullah atas kekuasaan sang raja. “Allah akan memorak-porandakan kerajaannya,” sabda Rasul seperti yang tertulis dalam riwayat Abu Salamah. [3]

Sebagaimana Allah Swt berfirman dalam Al-Qur’an: “Sesungguhnya orang yang membenci kamu dialah yang terputus.” [4]

Seorang pemimpin maupun seorang raja atau apapun hendaknya menjadi pemimpin yang amanah, karena jabatan merupakan sebuah amanah besar yang harus diemban sebaik mungkin.

Sebagaimana Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya kepemimpinan merupakan sebuah amanah, di mana kelak di hari kiamat akan mengakibatkan kerugian dan penyesalan. Kecuali mereka yang melaksanakannya dengan cara baik, serta dapat menjalankan amanahnya sebagai pemimpin.” [5]

Referensi:
[1] [Alislam.org](http://alislam.org/)
[2] [Republika.co.id](http://republika.co.id/)
[3] Asy-Syafii, 1993:397
[4] QS. Al-Kautsar 108:4
[5] HR. Muslim

Visits: 25

Mega Maharani

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *