Jodoh Makin Dekat Saat Mendekat ke Masjid

“De, Tanggal sekian saya akan menikah”

Sebuah SMS masuk ke ponselku. Aku sama sekali tak bergeming. Dua tahun menjalin sebuah hubungan dan telah menerima pinangannya tak pernah terpikirkan tiba-tiba akan berakhir dan ia memutuskan untuk menikah dengan orang lain.

Aku tak bisa menyembunyikan kesedihanku. Ibu terus menyemangati agar aku ikhlas dan bersabar.

Kaka lelaki pun berkata bahwa aku tidak sepantasnya bersedih. Ia kemudian menyuruhku agar lebih meningkatkan ibadah. Katanya, pasti aku akan mendapatkan jodoh yang aku harapkan.

Pesan ini aku ingat dengan baik. Aku bertekad untuk meningkatkan ibadah. Juga semakin aktif di masjid. Bukan dengan niat mencari pengganti yang lebih baik, tapi yang aku fikirkan saat itu adalah mencari penawar atas kekecewaan yang tengah menawan ketenanganku.

Aku berusaha tak melewatkan shalat tahajjud dan beberapa shalat nafal lainnya. Seolah makin banyak menunduk di hadapan-Nya, makin berkurang beban kecewa yang menggunung di hati.

Beberapa bulan setelahnya. Saat itu bertepatan dengan bulan suci Ramadhan. Aku memutuskan untuk ikut itikaf. Entah mengapa, tarikan untuk itikaf demikian kuat. Seolah Allah tengah menyiapkan hadiah untukku.

Dan benar saja. Allah menanugerahkan banyak mimpi indah kepadaku. Aku tak pernah berfikir ini merupakan petunjuk. Tapi betapa menenteramkannya mimpi-mimpi tersebut.

Dalam mimpi, aku melihat seseorang tengah menggandeng tanganku keluar dari masjid. Kami mengelilingi taman yang sangat indah.

Aku bingung, siapa lelaki ini? Yang jelas kulihat, dia memakai jas yang sama dengan yang dipakai kakakku.

Selang sehari, aku bermimpi kembali. Dengan lelaki yang sama, aku bergandengan tangan menyelam di kedalaman laut. Kemudian kami berdua mengumpulkan mutiara-mutiara yang berkilauan itu.

Terakhir, aku bermimpi ikut menyiarkan agama dengan kakakku. Kebetulan dua kakakku adalah seorang mubaligh.

Ada satu momen dalam itikaf yang membuatku terkejut. Ketika aku dan ibu-ibu lain tengah santap sahur. Salah seorang menyampaikan, sudah tiga orang gadis yang itikaf persis ditempatku, tidak lama setelahnya menikah dengan mubaligh. Katanya, siapa tahu aku pun bisa berjodoh dengan mubaligh.

Aku hanya tersenyum. Karena saat itu memang tidak ada pikiran untuk menikah dalam waktu dekat. Aku tidak mau menjalin hubungan dengan siapapun. Terlebih rasa trauma yang masih meninggalkan banyak sesak di hati.

Setengah tahun pun berlalu. Aku mulai membuka hati. Aku mulai mengenal beberapa Khuddam. Hingga hatiku tertambat pada salah satunya.

Ia terlihat baik. Ia pun langsung mengenalkanku dengan keluarganya yang begitu baik. Aku pun merasa telah menemukan tambatan hati yang sebenarnya.

Hingga akhirnya, Allah menuntunku untuk mengetahui sebuah kenyataan. Bahwa rupanya, aku bukanlah satu-satunya. Bahwa ia juga masih menjalin hubungan dengan orang lain.

Aku benar-benar kecewa. Untuk yang kesekian kali aku tersandung di lubang yan sama. Hingga aku memutuskan untuk tidak mau lagi berada dalam sebuah hubungan yang tak pasti.

Dalam hati aku berkata, “Ya Allah, siapapun yang lebih dulu melamar, dia lah lelaki yang akan saya terima.”

Dua hari setelah aku memutuskan hubungan dengannya, entah mengapa, tiba-tiba aku ingin sekali menginstall aplikasi whatsApp. Padahal sebelumnya aku lebih senang menggunakan aplikasi chatting lain yang masih ngehits kala itu.

Hanya beberapa menit setelah aku install aplikasi tersebut, sebuah chat masuk dari seseorang yang tak kukenal.

Selepas salam, ia menyertakan screenshoot puisi yang kutulis di salah satu platform media sosial. Dia tidak mengenalkan diri, aku jadi menebak-nebak siapa dirinya. Dari foto profilnya gambarnya sekumpulan anak-anak, aku menyangkanya ia seorang bapak-bapak.

Keesokan harinya, nomor yang sama menelponku. Aku coba mengangkat. Ia menanyakan seputar keseharianku. Dia masih dengan sikap yang sama, tak mau mengenalkan diri. Akupun jadi penasaran tentang sosoknya.

Di hari ketiga. Ia menyampaikan bahwa ingin melamarku. Tentu, perempuan yang tak kaget tiba-tiba langsung dilamar dalam tempo sesingkat-singkatnya.

Aku tak langsung menjawab tawarannya. Bagaimana mungkin aku menerima orang yang baru aku kenal tiga hari kebelakang?

Perasaanku bercampur aduk. Antara senang sekaligus bingung. Aku tak pernah merasakan momen seperti ini. Ketika seorang pria datang dengan keseriusannya. Seolah besok benar-benar mau kiamat.

Dengan perasaan berdebar-debar aku menanyakan soal dirinya kepada kakakku. Betapa gembiranya aku saat kakak mengatakan bahwa pria itu adalah kakak kelasnya. Dari sana aku mulai tahu siapa wujud yang tengah menanti kepastian jawaban dariku.

Pikiranku pun lantas terbang melintasi kurun waktu setengah tahun yang lalu. Saat aku itikaf dan bertemu dengan seorang pria dalam mimpiku. Aku bertanya pelan dalam hati, “Apa orang ini pemenuhan dari mimpi tersebut?”

Ketika kau meminta saran kakak, bagaimana sikapku, apakah menerima lamarannya dari sebuah perjalanan “ta’aruf” yang amat singkat ini? Kakakku malah mantap menyetujuinya.

Tambahlah campur aduk perasaanku. Rasa senang yang teramat dalam menguasai hatiku. Tapi sebongkah rasa tak percaya masih menghantui. Aku belum puas untuk menggali informasi lebih tentangnya.

Akupun lantas bertanya kepada beberapa mubaligh yang aku kenal. Rupanya salah seorang mubaligh mengenalinya. Mubaligh tersebut sampai mengatakan, “Saya sangat kenal dengan orang ini. Kalau bisa nikah hari ini juga.”

Tambah kaget lah aku. Makin aku gali informasinya tentangnya, makin semesta membuat prosesnya tambah cepat. Makin aku digandrungi oleh secercah harapan yang tak pernah kurasakan sebelumnya.

Seorang mubaligh lain juga mengatakan, “Bapak sangat kenal orang ini. Kata Rasul, jika ada lelaki baik yang melamar, jangan ditolak.”

Aku benar-benar tak tahan untuk menerjemahkan informasi-informasi ini dalam sebuah jawaban untuknya: Ya aku menerima lamaranmu.

Padahal saat itu, aku tak mengenalnya sedikitpun. Bahkan rupanya seperti apa aku tak tahu.

Aku lantas menghubungi orang tuaku. Semua sangat mendukung agar menerimanya.

Dari lamaran sederhana melalui telepon, karena kami terpisah oleh suatu rentang jarak yang cukup jauh, hubungan kami berlanjut ke jenjang pernikahan. Aku pun tak pernah menyangka akan jadi secepat ini. Ini terjadi pada bulan Januari 2015.

Sebelumnya, kami sepat akan melansungkan pernikahan pada April 2015. Tapi ia menyampaikan keinginan untuk menyegerakannya. Dengan sebuah alasan yang membuatku takjub, “Saya sudah yakin. Saya tidak ingin berlama-lama terlibat hubungan yang belum sah.”

Saat itu terjadi. Saya masih belum mengetahui wujudnya seperti apa? Yang menjadi pegangan hanya mimpi setahun yang lalu.

Karena aku yakin, ia adalah manifestasi mimpi yang aku alami dalam masa peraduanku menemukan sumber ketenangan.

Tak sampai sebulan sejak itu, kami akhirnya menikah. Berlabuh di sebuah bahtera yang akan mengarungi sebuah jalan hidup yang penuh dengan lika-likunya.

Setelah menikah aku baru tahu. Bahwa ia hampir memilih orang lain. Tapi entahlah, mengapa ia tiba-tiba diarahkan kepadaku. Padahal, ia tak pernah menyimpan nomor kontakku. Dan tak pernah juga mendapatkan nomorku dari siapapun.

Apakah ini yang dinamakan takdir cinta? Ya, takdir cinta di tengah nihilnya faktor-faktor umum yang biasa menyertai. Karena semua terjadi begitu saja. Demikian cepat. Tanpa diawali dengan sebuah jalan cerita yang lumrah dalam setiap drama korea.

Kini aku bahagia dengan pilihanku. Betapa beruntungnya aku, ternyata ia adalah sosok yang begitu bertanggung jawab, cerdas dan bijaksana. Ia selalu setia menemaniku dalam berbagai keadaan.

Ia selalu siap menolongku, dalam tiap masalahku. Katanya, “Suami yang bijak tidak akan menempatkan istrinya dalam puasaran masalah.”

Betapa bersyukurnya aku, hidup bersama orang yang pikiran, ucapan dan tindakannya selalu selaras.

aku selalu yakin, suamiku adalah penggenapan dari doa-doa yang selalu aku panjatkan.

Aku merintih kepada-Nya tentang rasa kecewa yang silih berganti datang dan Tuhan memberikan sosok yang lebih dari yang kuharapkan.

Aku saat itu tidak pernah memilih ingin pasangan hidup yang bagaimana. Dan ternyata Tuhan memilihkan yang terbaik untukku.

Semenjak saat itu, aku semakin yakin untuk terus memelas kepada-Nya atas segala masalah yang menerpaku.

Visits: 251

Riyanti

4 thoughts on “Jodoh Makin Dekat Saat Mendekat ke Masjid

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *