Ketika Kasta Menjadi Problematika

Bersikap rukun merupakan akhlak yang tinggi derajatnya dan teramat penting bagi kemanusiaan. Sebab di dalam rukun terdapat kebaikan dan mengarahkan manusia cenderung ke arah perdamaian. Dan dasar untuk menerapkan sikap rukun yang tepat sesuai keadaan adalah hendaknya kita mampu mengabaikan perkara-perkara kecil dan bersedia memaafkan.

Seperti kisah nyata yang dialami Lina, seorang istri dan seorang ibu yang berusaha bersabar dan memaafkan ketika hinaan harus ia terima karena keadaan. Lina merupakan anak ke 4 dari 5 bersaudara. Namun karena keadaan yang kekurangan dalam harta sehingga ia seolah tak berharga di mata saudaranya.

Suatu ketika, di rumah sang ibu akan diadakan acara penyambutan bagi abang tertuanya Lina yang hidup merantau di luar kota. Saudara-saudara Lina dapat terbilang perekonomian menengah ke atas. Hanya Lina-lah yang hidupnya memang perekonomiannya di bawah karena suaminya yang sering sakit-sakitan, sehingga memutuskan berhenti bekerja di kota dan hidup di kampung untuk bertani. 

Dalam mempersiapkan acara penyambutan, Lina ditugaskan ibunya untuk beres-beres, memasak dan mengerjakan pekerjaan lainnya. Meski rumah saudara-saudara Lina lebih dekat dengan rumah ibunya, namun ibunya tak berani meminta tolong selain kepada Lina. Lina pun tak pernah sekalipun menolak titah sang Ibu.

Mungkin orang mengira Lina pamrih. Iya, bisa jadi. Karena Lina tak mampu memungkiri dalam lubuk hatinya sering mengharapkan makanan yang akan dibungkus utuh untuk dibawa pulang, disantap bersama anak-anak dan suaminya.

Di rumah ibunya semakin ramai orang. Kakak-kakaknya, adiknya dan anak-anaknya mereka sudah berkumpul. Hanya suami dan anak-anaknya yang tidak nampak. Mereka asyik bercengkrama, tertawa sembari mencicipi hidangan yang tersedia. Lina hanya tersenyum di depan tungku mendengar guyonan saudara-saudaranya. Sesekali abangnya memanggil Lina, namun Lina masih saja sibuk menggoreng. Sehingga terdengar cetus adiknya, “Nanti juga dia kesini, akan paling sibuk kalau pembagian oleh-oleh.”

Lina menghela nafas, mendengar ucapan yang ditujukan untuknya, namun Lina berusaha tegar. Abangnya pun menghampirinya, dan memeluknya. Ucapan terima kasih pun terlontar dari mulut abangnya yang dari kecil selalu menyayanginya. Tiba-tiba, terlontar kembali ucapan dari ruang tengah, “Kenapa harus berterima kasih, dia mah mau capek-capek karena pamrih, Bang. Lihat saja nanti pasti dapat oleh-oleh paling banyak.”

Perkataan adiknya semakin menggores hati, meski Lina sudah anggap biasa. Abang Lina paham dengan perasaan Lina, sehingga ia coba tidak menggubris setiap ucapan yang dilontarkan kepada Lina. Hati Lina serasa berdesir, sakit yang tak tertahan. Ketika saudaranya kembali membicarakan dan menjelekkan anak-anak dan suaminya.

Tiba-tiba, terdengar ketukan pintu dan suara anak-anaknya di balik pintu. Hinaan pun semakin terlontarkan, seolah membenarkan apa yang mereka ucapkan bahwa anaknya Lina datang untuk meminta makan. Padahal suaminya mengantarkan anaknya karena sedang rewel ingin ke ibunya.

Atas semua yang diucapkan saudara-saudaranya, Lina pun pamit membawa luka. Setelah semua perasaannya ia tumpahkan dengan air mata dan setengah histeris sehingga suasana pun seketika hening. Lina pun berdiri, meminta maaf karena hidup  miskin dan segera mencium tangan ibunya. Sembari menggendong anak dan menarik tangan suaminya, Lina pun berlalu.

Sejak saat itu, Lina tak pernah meminta atau pun sekedar berharap sedikitpun  pemberian dari saudaranya yang selalu diiringi dengan cacian. 

Islam mengajarkan tentang perdamaian, kecintaan disertai keikhlasan, berucap dengan baik, saling memaafkan supaya tercipta kerukunan. Sebagaimana Allah SWT berfirman, “Ucapan yang baik dan permintaan maaf lebih baik dari sedekah yang diikuti dengan menyakiti, dan Allah maha kaya, maha penyantun.” (Q.S Al-Baqarah 2: 264)

Kisah di atas memberikan pelajaran betapa kerukunan teramat sangat dibutuhkan sehingga timbul rasa saling menghargai dan menghormati satu sama lain. Janganlah karena kasta, sebuah silaturahmi menjadi terhalang. Sebab kekayaan dan kemiskinan sejatinya adalah sebuah problematika di dalam kehidupan. 

Barangsiapa diberikan kekayaan yang lebih maka bersyukurlah dan jangan bersikap sombong karena hartanya merupakan sebuah titipan yang kelak akan menjadi sebuah pertanggungjawaban. Dan barangsiapa mengalami kemiskinan maka bersabarlah karena sejatinya kesusahan yang dialami adalah sebuah ujian yang kelak akan menjadi sebuah ladang pahala apabila ia dapat melewatinya dengan penuh kesabaran.

Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda, “Sebenarnya ridho Allah Ta’ala yang menjadi kegembiraan hakiki itu tidak dapat diraih tanpa menanggung kesulitan-kesulitan sementara dengan sabar dan tabah. Tuhan tidak dapat ditipu. Selamat sejahterlah mereka yang tidak menghiraukan kesulitan demi meraih ridho Allah Ta’ala, sebab kegembiraan kekal dan cahaya ketentraman abadi hanya dapat di peroleh orang-orang beriman setelah melewati kesulitan-kesulitan yang sifatnya sementara itu”

Semoga kita dijauhkan dari sifat perbuatan yang menyakiti, serta dapat menerapkan perilaku yang mulia supaya dapat mencapai hidup yang rukun. Aamiin. 

Visits: 315

Cucu Komariah

1 thought on “Ketika Kasta Menjadi Problematika

  1. Maa syaa Allah 👍🏻 🤩 seringkali ujian kelebihan harta dunia membesarkan ego manusia, sementara ujian kekurangan harta dunia bila diiringi sabar, syukur, ikhlas, & tawaqal, membesarkan kecintaan & kedekatan pada-Nya..In syaa Allah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *