Lisanmu, Pembawa Berkah dan Musibah

Ibnu Mas’ud r.a. berkata, “Rasulullah SAW bersabda, “Jika kalian bertiga, maka janganlah dua orang berbicara/berbisik-bisik berduaan sementara yang ketiga tidak diajak, sampai kalian berbaur kembali dengan manusia. Karena perbuatan ini akan membuat orang yang ketiga tadi bersedih.”” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits tersebut menjadi salah satu contoh, betapa agama Islam telah memberikan petunjuk dengan sangat mendetail terkait adab dalam berinteraksi dengan sesama. Islam mengajarkan adab berkomunikasi yang penuh kelembutan dan saling menjaga perasaan orang lain. Seperti akhlak yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW. 

Dikisahkan, suatu hari datanglah seorang lelaki miskin membawa semangkuk penuh buah anggur yang hendak dihadiahkan kepada Rasulullah. Dengan bersemangat lelaki itu berkata, “Wahai Rasulullah, terimalah hadiah kecil ini dariku.”

Rasulullah kemudian mengambil mangkuk berisi buah anggur itu, memakan satu butir anggur dan tersenyum. Lalu berlanjut butir demi butir buah anggur itu dimakan hingga habis.

Lelaki miskin itu bahagia melihat anggur yang dibawanya habis dimakan oleh Rasulullah, lalu ia pun berpamitan.

Rasulullah saat itu sedang bersama para sahabat. Para sahabat merasa heran karena Rasulullah tidak membagi buah anggur tersebut. Padahal biasanya beliau selalu berbagi makanan.

Salah seorang sahabat lalu bertanya, “Ya Rasulullah, mengapa Anda tidak mengajak kami menyantap anggur itu bersamamu?”

Maka Rasulullah tersenyum dan berkata: “Tidakkah kalian lihat betapa bahagianya ia dengan mangkuk (anggur) itu? Ketahuilah ketika aku memakannya, anggur itu terasa asam. Maka aku khawatir apabila aku membaginya kepada kalian, maka kalian akan menampakkan reaksi yang akan merusak kebahagiaannya.”

Dalam kisah lain, Rasulullah menunjukkan adab untuk menegur seseorang dengan lembut. Yakni ketika Rasulullah mengetahui bahwa anak Amr bin al-Ash bangun saat malam tapi tidak mengerjakan shalat malam. 

Karena hal itulah, Rasulullah mengatakan padanya, “Wahai Abdullah, jangan jadi seperti fulan, dia itu bangun di malam hari akan tetapi tidak mengerjakan shalat malam.” (HR Bukhari).  

Rasulullah menyampaikan teguran dengan halus dan menggunakan perumpamaan.

Sebagai makhluk sosial tentunya kita akan selalu berhubungan dengan orang lain dalam keseharian kita. Kita pasti menghadapi situasi dimana kita berbincang, memiliki pendapat yang ingin disampaikan juga memiliki keinginan untuk menegur atau menasihati orang lain. Hendaklah dalam penyampaiannya tidak sampai menyinggung perasaan seseorang.

Perbedaan usia, latar belakang, pendidikan dan juga lingkungan menjadikan tiap manusia memiliki pemahaman yang berbeda-beda. Karenanya kita harus berhati-hati dan berpikir panjang dalam berbicara. 

Setiap masalah bisa dipandang berbeda oleh setiap orang. Bisa saja sesuatu yang merupakan hal menyenangkan bagi kita ternyata merupakan hal yang tidak disukai orang lain. Termasuk saat bercanda yang justru menjadi hal yang menyinggung perasaan seseorang.

Seseorang yang tersinggung akan memberikan reaksi yang berbeda-beda. Ada orang yang menahan perasaannya saat hatinya tersakiti. Namun banyak pula pertengkaran terjadi akibat merasa tersinggung. 

Dapat dilihat di media massa, ratusan peristiwa terjadi karena adanya pihak yang menyinggung perasaan orang lain. Mulai dari perkelahian, penganiayaan, hingga banyak orang yang tega menghilangkan nyawa orang yang menyakiti perasaannya.

Kata-kata dapat menjadi penyejuk hati namun dapat pula menjadi api yang membakar. Menahan diri bukan hanya diterapkan pada saat berpuasa, namun setiap saat harus kita lakukan saat kita berhadapan dengan orang lain. 

Adab berbicara lainnya yang diatur dalam Islam yaitu hendaklah kita tidak meninggikan suara, tidak berdebat, menampakkan wajah yang ceria, tidak mengucilkan orang lain, tidak memotong pembicaraan orang lain, dan tidak memonopoli pembicaraan.

Dikatakan oleh sahabat Nabi Muhammad SAW, Hz. Ali bin Abi Thalib r.a., “Kelak kau akan mengerti, bahwa menahan diri untuk membuat seseorang tak tersinggung karena lisanmu jauh lebih mulia daripada mengutarakan isi hati.”

Karena memiliki adab yang baik merupakan salah satu ciri seorang Muslim beriman. Seorang yang beriman akan selalu menjaga lidahnya karena ia mengetahui bahwa Allah SWT mengawasinya. 

Seperti dikatakan dalam Q.S Qāf: 19, “Ia tidak mengucapkan sepatah kata pun, melainkan di sisinya ada malaikat pengawas yang siap mencatatnya.”

Visits: 635

Maya Savira

1 thought on “Lisanmu, Pembawa Berkah dan Musibah

  1. Maa syaa Allah 👍🏻 🤩 Islam penuh kasih sayang, sehingga daripada mengutarakan hati lebih baik mengucapkan dzikir saat senang atau sedih ya… Mengembalikan kita semua pada wujud Maha. Hanya Allah swt pemilik segala pujian, kita masih harus terus berbenah di medan hidup ‘jihad besar’.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *