Menggapai Matahari Terbit dari Barat

Hadhrat Abdullah bin Umar r.a meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda: “Dari antara tanda-tanda Qiamat tanda ini merupakan tanda pertama. Terbitnya matahari dari barat…”

Hadhrat Masih Mau’ud as dalam kaitan ini bersabda:

“Adapun terbitnya matahari yang akan terjadi dari barat, kita walhasil  beriman pada hal itu. Tetapi terhadap yang lemah ini dimana dizahirkan dalam ru’ya itu  yang akan berarti terbitnya matahari dari barat, yakni negara barat yang dari sejak lama sudah terjerumus dalam  kekufuran dan kesesatan akan disinari dengan matahari kebenaran dan mereka akan mendapat bagian dari Islam.”

Sebuah kisah di bawah ini merupakan salah satu penzahiran yang sesuai dengan hadits Rasulullah Saw dan sabda Pendiri Jemaat Ahmadiyah diatas.

Ada seorang pemuda yang berasal dari negara Timur dan merantau ke negera sebelah Barat, tepatnya di negeri Paman Sam (USA). Bertahun-tahun menjadi perantau dan bekerja di sana.

Ia merupakan seorang muslim biasa, melaksanakan ibadah biasa-biasa saja seperti seorang muslim lainnya. Meyakini dan melaksanakan rukun Islam dan rukun iman, melakukan kebaikan dan menghindari keburukan menurutnya itu sudah cukup sebagai umat muslim. Baginya saat itu tak perlu ada yang mengarahkan dan tak perlu mengimani siapapun kecuali Nabi Muhammad Saw.

Hingga suatu saat ia dipertemukan dengan teman seorang muslim yang sama-sama sedang merantau dan berasal dari satu negara dan bersama-sama dalam satu tempat bekerja.

Melihat temannya tidak seperti seorang muslim pada umumnya. Dari gaya bicara, tingkah laku serta perhatiannya membawa keteduhan di hati bagaikan menemukan saudara kandung.

Temannya itu merupakan seorang ilmuan yang sedang melakukan penelitian di salah satu kampus terkenal di negara tersebut namun di sela-sela aktivitasnya, ia bekerja di tempat yang sama dengan pemuda itu.

Dari obrolan-obrolan mereka berdua sering terjadi diskusi tentang keagamaan yang sangat menarik untuk dibahas oleh sang pemuda. Seolah baru menemukan ilmu-ilmu agama yang baru yang belum ia peroleh sebelumnya baik di sekolahnya maupun dari guru mengajinya saat ia masih di tanah air.

Sangat menarik obrolan mereka, di antaranya mengenai wafatnya Nabi Isa as yang menurutnya Nabi Isa as masih hidup di langit dan akan turun ke bumi saat datangnya Imam Mahdi dan perlunya seorang Khalifah mendunia.

Pemuda tadi akhirnya mendapat penjelasan dari temannya yang begitu memukau, yang tak pernah ia peroleh sebelumnya dan menurutnya penjelasan yang diberikan sangat masuk akal. Mulai dari sinilah terbuka pikiran dan hatinya untuk mempelajari lebih dalam tentang kebenaran Islam yang sesungguhnya.

Diskusi demi diskusi ia lakukan hingga menemukan  jawaban dan penjelasan   mengenai Nabi Isa as telah wafat, datangnya Imam Mahdi yang sudah diyakini dan diimani oleh Jemaat Ahmadiyah. Melalui Jemaat Ahmadiyah ini, Islam sejati yang memiliki seorang Khalifah yang mendunia. Rupanya temannya itu merupakan seorang Ahmadi.

Ia pun baru mendengar nama Jemaat Ahmadiyah, menurut temannya, di Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki banyak cabang Jemaat Ahmadiyah dan anggotanya pun tidak sedikit. Padahal sama-sama berasal dari Indonesia, namun ia tak pernah mendengar sebelumnya nama Ahmadiyah itu.

Untuk menambah ilmu dan keyakinan ia diberikan buku-buku tentang Islam dan Ahmadiyah. Tidak puas sampai di situ untuk meyakinkan hatinya ia terus berusaha mencari informasi kebenaran Ahmadiyah melalui situs-situs yang ada di internet.

Diskusi demi diskusi ia lakukan bersama temannya disela-sela bekerja maupun saat istirahat, bila ada hal yang belum puas ia pun diajak ke rumah temannya untuk mengobrol dan berdiskusi lebih dalam tentang kebenaran Imam Mahdi dan Jemaat Ahmadiyah.

Waktu pun berlalu sekitar 3 bulan lamanya, akhirnya mendapat karunia Allah Ta’ala. Ia pun tidak dapat meragukan lagi untuk menerima kebenaran Imam Mahdi dan memantapkan hati untuk bergabung dan berbaiat ke dalam bahtera Jemaat Ahmadiyah.

Ia pun diajak menemui seorang mubaligh yang bertugas di Masjid Jemaat Ahmadiyah North Carolina, USA. Tepatnya di pertengahan tahun 2002 ia mengucapkan ikrar baiat dan masuk ke dalam Jemaat Ahmadiyah. Saat itu masih Khalifah yang ke-4. Ia pun menjadi anggota Khudamul Ahmadiyah North Carolina.

Setelah baiat, ia merasa menemukan jati diri yang sesungguhnya seolah lahir kembali dan mengawali hidup berusaha untuk menjadi muslim sejati sesuai dengan Al-Qur’an dan hadits serta petunjuk dari sang Khalifah.

Tak lama setelah baiat, teman yang dianggap sebagai saudara kandung yang telah membaiatkannya pulang terlebih dahulu ke tanah air karena tugasnya telah usai.

Mulai saat itu ia tak lepas berkomunikasi dan mendapat bimbingan dari mubligh dan pengurus setempat, melaksanakan kewajiban sebagai anggota. Selalu melaksanakan sholat Jum’at di masjid milik Jemaat Ahmadiyah walau harus mengambil waktu libur dan perjalanan jauh pun ditempuhnya mesti  bermil-mil.  Melaksanakan kewajiban sebagaimana anggota pada umumnya dengan membayar pengorbanan setiap bulan dan mengikuti semua kegiatan  dengan aktif.

Saat diadakan Jalsah Salanah Amerika, ia pun turut serta hadir dan mengajak teman ghair setanah air, untuk mengenalkan Islam yang sejati.

Merasakan perjalanan rohani yang begitu luar biasa dengan mengikuti jalsah yang diisi acara dengan penuh makna. Melaksanakan shalat tahajud dan shalat wajibnya dengan berjamaah, makan bersama di satu tempat dengan jamuan dan pelayanan istimewa dan yang paling berkesan mendengarkan siraman rohani dengan isi ceramah-ceramah yang berkualitas tentang ilmu dan pengetahuan agama Islam.

Rasa kebersamaan dan persaudaraan nampak nyata di depan mata, tak membedakan satu sama lain, yang ia rasakan seperti menemukan saudara baru walau berbeda negeri. Pengalaman pertama sebagai seorang Ahmadi yang belum pernah ia temukan sebelumnya di luaran sana yang menambah keyakinan akan kebenaran Islam sejati melalui Jemaat Ahmadiyah ini. 

Itulah kisah sang pemuda yang diibaratkan menggapai matahari terbit dari barat. Yakni karunia besar dari Allah Ta’ala semata dapat mengetahui dan menerima kebenaran Islam sejati di sini. Di tempat yang sangat jauh dari tanah kelahiran dan dibesarkannya.  Terbukti nyata bahwa kebenaran yang ia peroleh itu berada di negeri sebelah barat dunia, meski ia berasal dari negari belahan timur yang terkenal dengan mayoritas umat Islam terbesar di dunia.

.

.

.

Penulis: Liana S. Syam

Editor: Muhammad Nurdin

Visits: 318

Liana S. Syam

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *