Selalu Menjaga Keimanan di Mana pun Kaki Berpijak
Ada sebagian orang yang memilih untuk menetap di negara tempat ia dilahirkan lalu ada pula sebagian orang yang memilih untuk hijrah dan menetap di negara lain. Namun, di mana pun kita berpijak, menjaga keimanan adalah salah satu hal yang tidak boleh diabaikan. Kemudian, bagaimana dengan orang-orang yang memilih untuk hijrah dan menetap di negara lain khususnya di negara-negara maju?
Hadhrat Khalifatul Masih V aba. memberikan sebuah nasihat, “Mereka yang bermigrasi ke negara-negara maju harus memeriksa diri apakah kesuksesan ekonomi dan materi telah membawa mereka jauh dari iman atau tidak!”
Biasanya orang-orang yang memilih untuk hijrah dan menetap di negara lain memiliki tujuan seperti menimba ilmu dengan bersekolah atau mencari penghidupan dengan bekerja. Hal ini sebenarnya sejalan dengan salah satu dari 27 Tuntutan Tahrik Jadid yang menyebutkan mengenai hijrah ke negara lain, “Mereka yang menganggur, jika memungkinkan agar pergi ke luar negeri. Di sana mereka bisa mencari penghidupan dan menyiarkan ajaran Islam.”
Namun, orang-orang yang menetap di negara lain khususnya di negara-negara maju tidak boleh mengabaikan keimanan yang telah mereka miliki. Jangan sampai mereka menjauh dari keimanan karena terbawa arus kaum materialistis yang merajalela. Apalagi setelah meraih kesuksesan ekonomi dan materi.
Di negara-negara maju biasanya ada banyak kaum materialistis. Kaum materialistis adalah kaum yang cenderung kepada hal-hal yang bersifat duniawi. Dengan penuh kesombongan, mereka mengejar dunia bak orang yang sangat kehausan di padang pasir. Ada empat ciri khas dari kaum materialistis yaitu, orang yang tidak mendirikan salat, tidak memberi makan fakir miskin, melakukan hal yang sia-sia, dan tidak percaya adanya hari akhir atau kehidupan sesudah mati. [1]
Kemudian ada sebuah hadits bahwa Rasulullah saw. telah menggambarkan bagaimana sesungguhnya manusia menjalani kehidupan di dunia ini. Suatu ketika Ibnu Mas’ud ra. menceritakan bahwa Rasulullah saw. menggambar sebuah persegi empat. Di tengahnya beliau menggambar sebuah garis yang ujungnya menjorok keluar dari persegi empat itu. Di sepanjang garis yang berada di tengah tadi, beliau menggambar beberapa garis pendek.
Beliau mengatakan bahwa gambar itu mencerminkan kehidupan manusia di dunia ini. Persegi empat itu ibarat maut (kematian). Garis tengah yang menjorok keluar adalah nafsu. Dan beberapa garis pendek itu adalah cobaan dan rintangan kehidupan. Beliau mengatakan selama manusia hidup di dunia ini ia tidak akan terbebas dari nafsu, cobaan apalagi kematian.” [2]
Lalu bagaimana cara menjaga keimanan di tengah maraknya kaum materialistis yang sebagian besar tidak mempercayai adanya Tuhan dan hari akhir serta menganggap jika kemerosotan moral dan akhlak adalah suatu hal yang biasa dengan dalih untuk meraih kebebasan dan semata-mata untuk menikmati hidup?
Pertama, usahakan untuk selalu mengevaluasi iman di dalam diri dengan dawam (konsisten) beribadah, berbuat kebaikan, serta bersikap dan berkata yang benar. Kedua, meyakini dengan teguh bahwa hari pembalasan itu ada dan kehidupan manusia tanpa iman di dunia ini hanya diliputi oleh nafsu dan cobaan sedangkan kehidupan sesudah mati itu pasti.
Semoga kesuksesan ekonomi dan materi yang kita raih di mana pun kita berpijak tidak menjauhkan diri kita dari keimanan. Jangan sampai amal kita di dunia ini bak fatamorgana di padang pasir karena lemahnya iman yang membuat kita terjerumus menjadi kaum materialistis.
Referensi:
[1] QS Al-Muddatstsir 74: 43-47
[2] HR. Bukhari dalam Islam dan Isyu Kontemporer
Visits: 50
Sungguh suatu reminder yang bagus, dan sangat mengena, Jazakumullahu Ahsanal Jaza