Yang Haramkan Hormat Bendera Tak Tahu Sejarah

Perjalanan kemerdekaan bangsa kita tak terasa sudah menginjak usia yang ke-75 tahun. Pandemi tak memungkinkan kita merayakannya dalam sebuah barisan teratur di berbagai tempat. Memberikan hormat kepada sang saka merah putih, sambil menengadahkan wajah ke atas, mengantarkan sang bendera sampai kepada puncaknya.

Saat momen-momen seperti itu menjadi terbatas dan langka. Perdebatan soal haram tidaknya hormat bendera masih saja terdengar di berbagai platform media sosial.

Menjelang puncak peringatan Kemerdekaan Republik Indonesia besok ada saja ulah sebagai warga yang bukannya menjaga kekhidmatan perayaan yang serba terbatas ini, malah berbuat onar dengan berdelusi macam-macam.

Ada soal salib yang seolah-olah hadir dalam logo kemerdekaan. Ada juga soal perdebatan yang tak kunjung rampung soal hormat bendera.

Saya ingin katakan dengan sejujur-jujurnya bahwa mereka yang masih menolak bahkan mengharamkan hormat kepada bendera adalah orang-orang yang tak paham sejarah. Bisa jadi, mereka tak paham karena tak baca. Atau, baca tapi tak paham.

Jadi, sangatlah wajar terjadi gagal paham dalam melihat masalah hormat kepada bendera ini.

Bendera merupakan lambang atau simbol kedaulatan sebuah kabilah, suku atau bangsa. Tak terkecuali bangsa Arab yang terbagi ke dalam banyak kabilah. Setiap kabilah mempunyai benderanya masing-masing.

Simbol ini mereka junjung tinggi dan jaga jangan sampai posisinya rata dengan tanah. Karena jika sampai bersentuhan dengan tanah, itu merupakan suatu kehinaan, perlambang kekalahan.

Sejarah umat manusia tak pernah bisa lepas dari ini. Setiap bangsa mempunyai tradisi yang sama untuk merperlambangkan kedaulatannya dengan sebuah bendera. Dan ini tidak ada sangkut pautnya dengan penyembahan.

Hormat dan sembah tidaklah sama. Meski dalam mengekspresikannya terlihat serupa. Sama-sama harus memposisikan diri di bawah. Pembedanya adalah obyek itu sendiri.

Hormat terkait dengan kecintaan dan kebanggaan kita terhadap sesuatu. Dan hormat bisa kepada siapa saja. Sedang sembah terkait dengan pemujaan seorang hamba terhadap tuannya. Dan sembah tak bisa mendua.

Menghormati orang tua, tentu tak sama dengan menyembah orang tua. Adakah manusia di dunia yang yang menyembah orang tuanya? Mustahil ada.

Setiap muslim yang beribadah haji tentu mendambakan bisa mencium hajar aswad. Apakah itu upaya penyembahan terhadap sang batu hitam? Tentu bukan. Itu hanyalah bentuk cinta kita karena Nabi Saw mengamalkannya.

Sekarang. Mari kita telusuri sejarah Islam di masa Rasulullah Saw terkait dengan penghormatan terhadap bendera.

Dalam sebuah ekspedisi ke Tabuk, Rasulullah Saw menentapkan Sahabat bernama Zaid bin Haritsah ra. sebagai komandan. Beliau juga menetapkan, jika Zaid terbunuh maka digantikan oleh Ja’far bin Abi Thalib ra., dan jika Ja’far terbunuh maka digantikan oleh Abdullah bin Rawahah ra..

Bendera Islam awalnya dipegang oleh Sahabat Zaid bin Haritsah ra. Saat beliau terbunuh, bendera dipegang oleh Sahabat Ja’far bin Abi Thalib ra.

Dalam sejarah kita melihat satu pemandangan yang benar-benar mengaduk-aduk perasaan ketika Ja’far bin Abi Thalib ra. mempertahankan bendera Islam.

Awalnya, beliau memegang bendera dengan tangan kanannya. Saat tangan kanannya ditebas musuh dan terpotong, beliau tak membiarkan bendera tersebut jatuh ke tanah. Tangan kirinya langsung menyambut dan memegang erat-erat bendera Islam.

Saat tangan kirinya ditebas musuh, harusnya bendera lepas dari genggaman dan terjatuh ke tanah. Tapi Ja’far mengapitnya dengan sisa lengan yang bersimbah darah.

Beliau tak lari menyelematkan diri. Beliau tak meninggalkan sang bendera tersungkur ke tanah karena tak bisa lagi menggenggamnya. Beliau malah mendekap sang bendera dan membiarkan musuh menghujamkan pedang mereka ke tubuhnya.

Sebelum bendera tersungkur bersamaan dengan tubuh Ja’far, Sahabat Nabi yang telah ditunjuk untuk menggantikan Ja’far bergegas menyambut sang bendera untuk mempertahankannya berkibar di atas. Ya, beliau adalah Abdullah bin Rawahah ra.

Dan akhirnya, beliau pun syahid di tangan musuh dengan sebuah upaya yang demikian sengit untuk terus mempertahankan sang bendera Islam.

Lihatlah ketiga Sahabat Nabi ini. Mereka rela tersungkur di atas tanah agar bendera Islam tetap berkibar di udara. Apakah para Sahabat ini tengah menyembah sang bendera?

Itu merupakan bentuk kecintaan terdalam mereka kepada agama atas simbol kedaulatannya. Para Sahabat itu memilih jalan syahid demi mempertahankan simbol kedaulatan Islam dalam bentuk bendera.

Tak masalah tubuh mereka harus terpotong-potong juga terkoyak-koyak oleh musuh yang mengganas. Tebasan pedang tak pernah sedikitpun melunturkan cinta mereka kepada Allah dan Rasul-Nya.

Dari kisah ini, menjadi satu hal yang mengherankan jika hormat terhadap bendera dianggap haram dan tidak ada dalilnya dalam Islam. Kita malah balik bertanya, dari mana dalil pengharamannya?

Visits: 45

Writer | Website

Sab neki ki jarh taqwa he, agar yeh jarh rahi sab kuch raha ~ Akar dari semua kebaikan adalah takwa, jika ini ada maka semua ada.

3 thoughts on “Yang Haramkan Hormat Bendera Tak Tahu Sejarah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *