KPA: Pesantren Kilat ala Ahmadiyah yang Kini Online

Jemaat Ahmadiyah, punya juga wadah pengkaderan anak-anak juga remajanya dalam bentuk Kursus Pendidikan Agama (KPA). Mirip-mirip pesantren kilat yang lazim dilaksanakan umat Islam di negeri ini.

Tujuannya sederhana, mengisi waktu liburan anak-anak dengan belajar agama yang asyik dan membekas hingga dewasa kelak.

Biasanya. Selama tujuh hari kami menginap si suatu cabang atau tempat. Kami dibagi menjadi beberapa kelompok yang lazim disebut “hizeb” sesuai dengan jenis kelamin.

Dalam waktu seminggu itu, beragam kegiatan dilakukan. Mulai dari belajar agama yang dipimpin Bapak Mubaligh. Sampai kepada game, kuis, olahraga, dan tentunya makan.

Jangan tanya kenaikan berat badan usai KPA. Pokoknya, kami dilayani sama panitia. Jadi bisa dibayangkan, habis belajar, habis olahraga, habis game sambil ngobrol “unfaedah” bareng teman-teman, rasa lapar itu benar-benar nyata. Senyata masa lalu.

Tapi itu dulu, sebelum negara api datang. Maaf, maksudnya sebelum covid-19 datang.

Covid-19 membuat segalanya berubah. KPA tetap diadakan di tahun pandemi ini. Cuma, berbasis online. Saya pun tak pernah membayangkan akan “segaring” apa nantinya KPA bagi kami anak-anak “gahul” ini.

Tapi pikiran saya salah. KPA tetaplah KPA. Tetap di hati dengan rasa yang sama. Tentu dengan sedikit pengadaptasian yang terbilang asing untuk siapapun.

Tapi hikmahnya. KPA di masa pandemi ini skalanya Nasional. Bisa melihat teman-teman dari beragam daerah di seluruh pelosok negeri.

Seru gak? Tetap seru!

Baru terjadi dalam hidup saya sebuah pencapaian terbaik dalam penggunaan gadget. Saya merasa lebih berguna aja ini gadget. Karena biasanya, buka smartphone, buka medsos, liat-liat postingan orang yang unfaedah, baca-baca chat yang lebih mendekatkan diri pada malas-malasan.

Saya pun mulai terbiasa dengan berbagai aplikasi meeting room yang kini jadi andalan bertatap muka. Seperti zoom, google classroom, sesekali quizz bahkan absen pun online.

Tapi rupanya. KPA ini tak benar-benar sepenuhnya online. Buktinya, di cabang kami di Neglasari, anak-anak yang ikut KPA kumpul di madrasah.

Bahkan, satu keseruan yang seolah mengobati kerindungan pada “KPA offline” terbayar disini. Ada malam keakraban.

Itu loh. Yang biasanya sehari sebelum penutupan ada sebuah acara “dari hari ke hati” yang bikin para peserta punya alasan untuk ikut lagi di tahun berikutnya.

Ini sebenarnya ide brilian dari kakak-kakak mentor dan para panitia yang ingin memberikan sedikit kejutan juga menghadirkan sedikir rasa yang hilang dari KPA. Hingga akhirnya diadakanlah malam keakraban ini.

Saat diinfokan akan ada malam keakraban dan para peserta akan menginap di masjid di madrasah, wajah-wajah sumringah mulai bermunculan. Apalagi saat disampaikan, akan ada lomba-lomba nanti. Tambah semangatlah mereka.

Ada lomba hafalan surah. Ada lomba karya tulis. Lomba azan. Tak lupa, lomba bikin nasi liwet. Makan lagi, makan lagi. Entahlah, KPA benar-benar memanjakan kami dalam urusan yang satu ini.

Kegiatan ini sebenarnya serba dadakan dan tak direncanakan. Tapi antusiasme peserta juga kekompakan sekaligus keresahan bersama kakak-kakak mentor dan panitia, sehingga kegiatan ini bisa berjalan dengan lancar.

Pukul 16.30 teng. Lomba nasi liwet dimulai. Inti dari lomba ini bukan pada siapa yang menang nanti. Tapi setelah penilaian. Karena nasi liwetnya akan dimakan berjamaah.

Usai shalat maghrib dan isya, acara inti malam keakraban dimulai. Panitia telah mempersiapkan mata acara yang benar-benar membuat kami terkejut.

Foto juga video dokumenter dari tahun 2011 sampai 2018 diputar. Banyak yang mulai tak mengenali perubahan dirinya sendiri. Foto dan video itu benar-benar membangkitkan kembali kenangan indah betapa nikmatnya aktif berkegiatan di Jemaat ini.

Gelak tawa dan kebahagiaan terpancar dalam senyum lebar yang menggantung di wajah setiap kami. Inilah yang membuat kami punya alasan untuk selalu ingin ikut lagi KPA tahun depan.

Mudah-mudahan tahun depan covid-19 berlalu. Mudah-mudahan KPA bisa kembali lagi pada bentuknya yang selalu dirindukan oleh setiap generasi mudah Jemaat.

.

.

.

editor: Muhammad Nurdin

Visits: 134

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *