
Meraih Ketenangan Hidup Melalui Kejujuran Sejati
Bagaimana perasaan Anda saat bersikap dan berkata jujur? Tentu hati Anda akan merasa lega dan tenang. Karena sejatinya, sifat jujur adalah salah satu ciri khas dari tabiat alami manusia, selama manusia itu tidak memiliki kepentingan pribadi. Siapa pun pasti akan merasa tidak suka apabila mengetahui bahwa seseorang telah bersikap dan berkata dusta.
Di dalam sebuah hadits, Rasulullah saw. bersabda, “Tinggalkanlah apa-apa yang meragukan kamu, bergantilah kepada apa yang tidak meragukan kamu. Karena kejujuran itu merupakan sebuah ketenangan dan kedustaan itu merupakan sebuah keraguan.” (HR. At-Tirmidzi)
Namun bagaimana perasaan Anda saat harus bersikap dan berkata dusta? Tentu hati kecil Anda akan dirundung rasa tidak tenang dan tidak nyaman karena tidak ada seorang pun di dunia ini yang ingin berdusta kecuali ada penyebabnya.
Kemudian kita pasti pernah mendengar ada seseorang yang berkata, “Tidak apa-apa jika harus berdusta demi kebaikan.” Apakah ungkapan tersebut dapat dibenarkan?
Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bersabda, “Selama manusia belum terlepas dari kepentingan-kepentingan pribadi yang menjadi hambatan untuk berkata jujur atau lurus hati maka selama itu manusia secara hakiki tidak dapat dikatakan sebagai orang yang jujur atau lurus hati.”
Sehingga orang yang berdusta dengan berbagai macam alasan, bahkan demi kebaikan pun, belum bisa dikatakan orang yang memiliki akhlak baik dalam bersikap dan berkata jujur. Orang yang berdusta pasti tidak akan mendapatkan ketenangan di dalam hidupnya karena dia akan terus mencari-cari alasan untuk menutupi kedustaan yang telah dilakukannya.
Para perawi meriwayatkan bahwasanya, “Katakanlah yang benar meskipun itu pahit atau berat untuk dikatakan” (HR. Ahmad, At Tabrani, Ibnu Hibban dan Al Hakim). Ini berarti bahwa dusta tetaplah dusta. Dan tidak ada satu pun ayat di dalam Al-Qur’an yang membenarkan seorang manusia untuk bersikap dan berkata dusta dalam situasi dan kondisi apa pun.
Al-Qur’an sebagai sumber hukum tertinggi dan sebagai pedoman hidup manusia, khususnya umat Islam, di dalamnya Allah Swt. berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu orang-orang yang teguh dalam melaksanakan keadilan dan jadilah saksi karena Allah, walaupun bertentangan dengan dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabat. Baik ia kaya atau miskin, tetapi Allah lebih memperhatikan kepada keduanya, karena itu jangan kamu menuruti hawa nafsu agar kamu dapat berlaku adil. Dan jika kamu menyembunyikan kebenaran atau menghindarkan diri maka sesungguhnya Allah Maha Teliti atas apa yang kamu kerjakan.” (QS An-Nisa, 4:136)
Ayat tersebut adalah salah satu dari sekian banyak ayat Al-Qur’an yang memerintahkan agar manusia bersikap dan berkata jujur. Ayat tersebut menjelaskan bahwa memberikan kesaksian dengan adil atau berkata jujur adalah wajib bagi setiap saksi atau orang yang memang harus memberikan kesaksiannya meskipun harus bertentangan atau dapat merugikan dirinya sendiri, orang tua atau kaum kerabat.
Kemudian, bagaimana seseorang dapat dikatakan sebagai orang yang benar-benar memiliki sifat jujur dan termasuk ke dalam golongan orang-orang yang memiliki akhlak baik? Jawabannya adalah saat jiwa, harta atau kehormatan seseorang sedang terancam dalam bahaya lalu seseorang itu tetap bersikap dan berkata apa adanya meski dirinya sendiri harus menanggung kerugian. Maka itulah kejujuran sejati.
Oleh karena itu, untuk meraih ketenangan dalam menjalani kehidupan yang fana ini, hindarilah keraguan atau bersikap dan berkata dusta. Dekatkanlah diri kepada Allah Swt. dengan cara menerapkan kejujuran sejati pada situasi dan kondisi apa pun, entah hal itu akan menguntungkan atau merugikan bagi diri kita sendiri.
Referensi
1. Al-Quran Tafsir dan Terjemah
2. Filsafat Ajaran Islam
Visits: 263