Natal di Tengah Pandemi dan Geliat Toleransi Negeri Ini

Apa yang berbeda dari Natal tahun ini? Ya benar, gereja-gereja relatif sepi. Perayaan malam Natal semalam tak semeriah biasanya. Umat Kristiani banyak memilih untuk menahan diri beribadah via daring.

Tapi bukan itu yang berbeda. Yang berbeda adalah Natal tahun ini sepi dari aneka seruan pengharaman khas Natal.

Bukankah di tahun-tahun sebelumnya kita biasa menjumpai seruan pengharaman topi Natal? Atau seruan pengharaman mengucapkan selamat Natal?

Selalu saja dijumpai narasi-narasi pengharaman yang membuat suasana perayaan natal selalu hangat, bahkan tak jarang memanas. Seolah setiap kita belum memasuki fase dewasa dalam beragama. Sebab, orang lain yang merayakan kita yang malah ribut.

Tapi entahlah. Natal tahun ini seolah menjadi titik balik arah toleransi kita. Apalagi dengan ditunjuknya Komanan Banser NU sebagai Menteri Agama. Dimana beliau langsung membuat pernyataan yang tegas bahwa beliau adalah menteri untuk semua agama.

Tentu ini menjadi angin segar bagi setiap kita yang selalu merindukan toleransi di negeri ini. Khususnya bagi kelompok-kelompok minoritas yang termarjinalkan, yang seringkali dilucuti hak-hak beragamanya.

Mereka yang sudah lelah menghadapi kelompok-kelompok intoleran yang selalu berlindung di balik jubah mayoritas dan bela agama serasa memiliki harapan baru tentang masa depan kebebasan beragama di negeri.

Kasus kerumunan kelompok yang merasa paling benar sendiri telah menjadi pertanda bahwa pemerintah punya komitmen kuat untuk melawan mereka yang gemar memainkan peran “pokoknya”. Dan lebih jauh pemerintah meletakkan orang yang punya komitmen kokoh tentang kebhinekaan sebagai menteri agama.

Tentu ini harus dimaknai sebagai sebuah bentuk pengabulan doa dari mereka sering menjadi korban arogansi beragama kelompok tertentu. Ketimbang memaknainya sebagai satu langkah politis. Sebab, bukankah Tuhan mendengar pinta mereka yang terzalimi?

Kebenaran agama bukan soal siapa yang mayoritas, siapa yang minoritas. Juga bukan soal siapa yang paling teriak kencangnya. Dan bukan juga dilihat dari siapa yang paling galak dalam membela agamanya.

Kebenaran Islam juga agama-agama lainnya terletak pada keindahan ajarannya. Juga terletak pada penerimaan kelompok di luar mereka atas keindahan-keindahan tersebut. Sebab tak mungkin agama mengajarkan kebenciaan. Dan lebih tak mungkin lagi jika Tuhan pun mengajarkan orang untuk membenci.

Tuhan hanya mengajarkan untuk membenci keburukan. Bukan membenci orangnya. Sebab jika Dia mengajarkan untuk membenci setiap manusia yang melakukan keburukan, tentu ruang taubat untuk para pendosa telah tertutup jauh sebelum ini.

Kalau suatu agama mengajarkan kebencian terhadap mereka yang berbeda, sudah bisa dipastikan bahwa itu datang dari mereka yang keliru dalam menafsirkan ajaran agama, atau mereka yang menyalahgunakan agama untuk mendapatkan keuntungan tertentu dari ajaran kebencian tersebut.

Tentunya. Menjadi harapan setiap kita untuk mengembalikan keindahan ajaran agama masing-masing dalam bingkai kebhinekaan, dalam setiap kehidupan berbangsa dan bernegara kita. Sehingga tak tersisa lagi prasangka bahwa agama adalah sumber masalah yang kadang jalan-jalannya dipenuhi oleh darah dan air mata.

Kita harus sudah menyudahi era “pokoknya” dalam kehidupan beragama kita. Kita harus sudah menjadi dewasa dalam melihat perbedaan yang sangat niscaya ini. Dan kita juga harus sudah meninggalkan cara-cara primordial dalam menyelesaikan gesekan-gesekan dalam kehidupan beragama kita.

Saya yakin dan kita semua yakin bahwa Tuhan tidak pernah tidur. Dia selalu melihat dan mencatat setiap kezaliman atas nama agama atas nama Kemuliaan Asma-Nya. Dan Dia pasti akan memanifestasikan Kejuwitaan Firman-Nya pada satu waktu yang tepat menurut kehendak-Nya.

Dan bisa jadi. Masa itu telah tiba.

Selamat merayakan Natal bagi umat Kristiani. Semoga Natal di tengah pandemi tak pernah mengurangi nilai-nilai damai di dalamnya.

Visits: 278

Writer | Website

Sab neki ki jarh taqwa he, agar yeh jarh rahi sab kuch raha ~ Akar dari semua kebaikan adalah takwa, jika ini ada maka semua ada.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *