Sebelah Sayapku Hilang, Tapi Kebaikan dan Pengkhidmatannya Akan Selalu Terkenang

Ridwan Haskur namanya. Allah Ta’ala mengaruniai diriku menjadi istrinya, yang selalu menjadi salah satu syukur terbesar dalam hidupku. Suamiku baiat, bergabung ke dalam barisan murid Imam Mahdi pada awal tahun 2004. Saat itu mubaligh yang menerima baiat suamiku adalah Mln. Syaiful Uyun. Sebelum Allah Ta’ala memanggilnya, Dia mengaruniakannya sebagai Ketua Cabang Pare-Pare Sulawesi Selatan.

Suamiku orangnya sangat sederhana. Tapi dia selalu mengutamakan Jemaat daripada segala hal. Suamiku tidak pandang lelah, walaupun sakit sekalipun, bila masih bisa, suamiku akan datang ke acara Jemaat. Beliau aktif, dan selalu ingin hadir dalam setiap kegiatan Jemaat. Perjuangannya yang ingin membesarkan Jemaat Pare-Pare begitu besar.

Suamiku begitu bangga dan bahagia bisa bergabung menjadi seorang Ahmadi. Hal ini membuatnya selalu semangat dalam bertabligh. Aku dan suami sampai bertabligh ke pegunungan. Alhamdulillah ada yang baiat. Kami juga sampai di perkampungan muallaf bersama Pak Mubaligh dan istri, serta anakku.

Walau suamiku itu terkena pembengkakan jantung,  tapi semangat beliau sangat besar. Suamiku seorang musi. Beliau ingin ada pemakaman musi di Cabang Pare-Pare agar memberi motivasi buat anggota. Namun hingga Allah Ta’ala memanggilnya, keinginan ini belum terwujud.

Di bulan 5 tahun 2022, ada acara buka puasa bersama di Cabang Wajo yang jaraknya kurang lebih 80 km. Saat itu sebenarnya kami lelah habis berjualan di pasar, namun suami tetap mau pergi. Beliau mengatakan kapan lagi kami bisa kumpul sama saudara rohani. Jadilah kami berangkat pukul 04.30 sore meninggalkan rumah. Dengan naik motor kami bawa anak yang kecil, umur 4 bulan saat itu.

Di perjalanan hujan tidak berhenti namun kami tetap melanjutkan perjalanan tanpa memakai jas hujan. Kata beliau, yang penting anak kami tidak kena hujan. Kami berusaha memburu waktu tapi ternyata tidak keburu juga. Hujannya terlalu deras maka kami mampir untuk berteduh.

Di perjalanan kami diberi takjil 1 kotak isinya  roti dan donat beserta air gelas oleh orang di jalan. Sudah waktunya buka puasa, kusodorkan kotak itu. Suami tidak makan gorengan jadi beliau makan sepotong roti dan air gelas. Tubuh ini sudah menggigil karena sudah basah kuyup.

Begitu hujan reda, masjid-masjid di pinggir jalan sudah pada sholat maghrib, kami melanjutkan perjalanan. Sampai di Wajo baru mau sholat magrib, jadi kami langsung ganti pakaian baru sholat. Setelah shalat, barulah kami makan.

Jumat, 10 Juni 2022, menjadi hari dan shalat Jumat terakhir suamiku di dunia. Karena belum ada masjid, shalat Jumat di Pare-Pare digilir bergantian di rumah-rumah anggota. Kebetulan Jumat itu adalah giliran di rumah kami. Pak Mubaligh ramai bercengkrama dengan suamiku sampai jam 4 sore. Sehingga ketika suamiku meninggal di hari Sabtu, 11 Juni 2022, Pak Mubaligh pun tak percaya karena baru kemarin duduk berdua bercerita.

Bagiku pun, rasanya separuh nafasku hilang dan sayapku tinggal sebelah. Malam itu, 11 Juni 2022 pukul 1.29 dini hari, duniaku bagaikan terguncang. Malam itu suamiku tiba-tiba berkata, “Ma, tidak enak kurasa.” Setelah itu beliau jatuh tersungkur, kepalanya ada di pangkuanku, dan dalam waktu cuma 2 menit suamiku meninggalkanku. Tanpa sakit, tanpa keluhan.

Separuh nafasku hilang. Di saat itu anak gadisku yang berusia 12 tahun berteriak memanggil ayahnya dan berkata, “Bapak, anak Bapak banyak. Saya mau masuk SMP, adikku Naseer masih kecil, umurnya baru 6 bulan lebih.” Begitu histerisnya anak gadisku, ditambah anakku yang ke 4 juga menangis begitu kencang, sehingga goncangan itu bertambah.

Begitu sakit rasanya melihat raga suamiku diangkat sudah tak bernyawa. Terlebih lagi melihatnya dimasukkan ke liang lahat. Sakit dada, terasa panas, semuanya bercampur. Namun terkadang muncul di hatiku, Allah mencintaiku dan suamiku. Hal ini membuat hatiku terkadang terobati. Tapi sekuat apapun itu masih terasa sakit.

Setelah meninggalkan makam suamiku, berat rasanya kaki ini melangkah. Kulangkahkan kaki di atas bebatuan yang tajam tanpa alas kaki, tapi itu tidak terasa sakit. Yang terasa hanyalah berat, berat meninggalkan yang tercinta tinggal sendiri di ruang sempit itu. Padahal selama ini kami selalu bersama kemanapun pergi. Namun aku pasrah dan ikhlas, semua ini adalah kehendak yang kuasa. Allah ada rencana lain untuk kehidupanku dan keluargaku.

Saat sampai di rumah, sorenya ada seseorang mubaligh menguatkanku. Beliau berkata, “Yang Ibu rasakan pernah saya rasakan. Rasa sedih mendalam dengan anak 2 yang masih kecil, begitu sakit. Menangislah tapi jangan menyumpahi Allah, mintalah belas kasihan pada Allah dan berdoalah, maka Allah akan mengabulkan doa-doa hamba-Nya.” Itulah yang membuatku kuat. Ditambah dalam hatiku sering muncul penenang bahwa Allah mencintaiku dan suamiku.

Sebelah sayapku hilang, tapi kebaikan dan pengkhidmatannya akan selalu terkenang. Sebelah sayapku hilang, aku tak bisa terbang lagi. Tapi aku akan berjalan dan berlari mencari rezeki untuk kehidupan anak-anakku. Semoga Allah meridhoi langkahku walau kini aku hanya sendiri melangkah dengan kedua kakiku. Aku yakin Allah akan selalu ada bersamaku di setiap langkahku. Doaku buat suamiku, semoga Allah menerangi jalanmu menuju pintu surga. Aamiin Allaahumma Aamiin.

Visits: 370

Kartini

1 thought on “Sebelah Sayapku Hilang, Tapi Kebaikan dan Pengkhidmatannya Akan Selalu Terkenang

  1. Masya-Allah, sy menyaksikan klo almarhum orang baik, cinta dan Mukhlis sama Jemaat, semoga Allah Ta’ala menempatkan almarhum di surga firdauzNya, Aamiin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *