Takwa, Ciri Muslim Cerdas Dan Berakal

Takwa adalah prestasi tertinggi yang dicapai oleh seorang mukmin dalam penghambaannya kepada Allah SWT. Allah berfirman, “Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, Maha-waspada.” (QS. Al-Hujurat: 14)

Jaminan bagi orang yang bertakwa adalah kehidupan di surga yang dipenuhi oleh berbagai kenikmatan. Allah Swt berfirman, “Bersegeralah kamu ke arah ampunan dari Tuhanmu dan surga yang nilainya seluruh langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Ali Imran: 134)

Apa itu takwa? Ubayy bin Ka’ab, sahabat Rasulullah saw. yang terkenal, menerangkan kata Taqwā dengan memisalkan Muttaqī (orang yang bertakwa) dengan seorang yang berjalan melalui semak-semak berduri. Dengan segala ikhtiar yang mungkin ia menjaga agar pakaiannya tidak tersangkut dan robek oleh duri-durinya. (Katsīr)

Jadi seorang Muttaqī adalah orang yang senantiasa berjaga-jaga terhadap dosa dan menganggap Allah Swt. sebagai perisainya atau pelindungnya dan sangat hati-hati dalam tugas kewajibannya.

Allah Subhanahu Wata’ala jauh-jauh hari telah menegaskan kepada kita bahwa kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan sementara, menipu, dan senda gurau belaka. Artinya, umat Islam dalam menjalani kehidupan dunia ini harus menghiasi dirinya dengan sifat mulia, yakni sifat takwa. Karena, ketakwaan membawa kita pada jalan kebenaran dan memberi arah pada setiap langkah yang kita ambil.

Ketakwaan membangun hubungan yang kokoh dengan Allah Swt. Ketakwaan akan menjaga keberkahan serta rahmat-rahmat akan menghujani kehidupan kita. Oleh karena itu, orang yang cerdas adalah orang yang senantiasa memelihara ketakwaannya.

Hadhrat Masih Mau’ud a.s. menjelaskan tanda-tanda seorang muttaki:
“Kita harus selalu memeriksa tingkat kemajuan kita dalam hal kesucian dan ketakwaan, dan standar untuk menggambarkan itu adalah Al-Qur’an.”

Maksudnya: Kita memperhatikan apa yang diperintahkan oleh Al-Qur’an, Al-Qur’an telah memerintahkan banyak perintah dan kita harus memperhatikan perintah-perintah itu dan menempatkan standar ini di hadapan kita dan kita melihat hingga batas mana kita mengamalkannya.

Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bersabda:
Allah Ta’ala telah menerangkan bahwa tanda-tanda orang-orang bertakwa itu adalah Allah Ta’ala akan menyelamatkan mereka dari keburukan-keburukan dunia dan akan menjamin urusan-urusan mereka.

Ringkasnya, sesungguhnya yang termasuk keberkatan-keberkatan takwa adalah Allah Ta’ala akan menyelamatkan insan yang bertakwa dari kesulitan yang menghalang-halanginya dari melakukan pengkhidmatan pada agama. [Malfūzhāt, Jilid I],

Sebaliknya, orang yang bodoh adalah orang yang selalu berbuat maksiat.
Maksiat adalah perbuatan yang melanggar perintah Allah, yang bila dilakukan akan berdosa. Perilaku maksiat tidak selalu diidentikkan dengan tindakan yang melanggar asusila.

Maksiat berasal dari bahasa Arab, معصية asal katanya عصى يعصي yang maknanya menentang, mendurhakai, melanggar, dan membangkang. Artinya jika kita durhaka kepada Allah dengan melanggar larangan-larangan yang telah ditetapkan-Nya, berarti kita telah bermaksiat kepada Allah Swt.

Hahrat Masih Mau’ud as bersabda:
“Akar dan tujuan yang sejati adalah takwa. Siapa yang dianugerahi hal ini, maka ia bisa meraih segala sesuatu. Tanpanya, tidak mungkin seseorang dapat terhindar dari dosa-dosa kecil dan dosa-dosa besar. Undang-undang pemerintahan manusia tidak bisa menyelamatkan dari dosa-dosa. Pihak berwenang tidak selalu menyertai untuk membuat manusia senantiasa merasa takut. Manusia melakukan dosa dengan beranggapan bahwa ia tengah sendirian, jika tidak, ia tidak akan pernah melakukannya.

Dan ketika ia merasa dirinya tengah sendiri, maka saat itu ia menjadi seorang atheis. Di dalam dirinya tidak terdapat keimanan. Tuhan telah keluar dari hatinya, maka saat itu ia menjadi atheis dan ia tidak berpemikiran, ‘Tuhan-ku sedang bersamaku dan dia sedang melihatku.’ Jika tidak, sekiranya ia beranggapan bahwa Tuhan sedang melihatnya, maka ia tidak akan melakukan dosa. Segala sesuatu bersumber dari ketakwaan.”

Berupaya selalu bertakwa tentu adalah pilihan yang sangat cerdas. Sebaliknya, banyak melakukan dosa dan maksiat adalah pilihan yang sangat bodoh. Itu pula yang dinyatakan oleh Hazrat Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a.: ” Kecerdasan yang paling cerdas adalah takwa, dan kebodohan yang paling bodoh adalah maksiat. ”

Mengapa demikian? Sebab takwa akan meringankan pelakunya dari hisab Allah Swt., sekaligus memasukan dirinya ke dalam surga-Nya. Sebaliknya dosa dan maksiat akan menyulitkan pelakunya dari hisab Allah Swt., sekaligus memasukan dirinya ke dalam azab neraka.

Semoga kita menjadi sosok yang selalu menjaga ketaatan kepada Allah Swt. dalam segala aspek kehidupan. Ketakwaan yang kita miliki dapat tercermin dalam setiap tindakan, ucapan, dan pemikiran. Dalam segala hal, semoga kita selalu mengutamakan ketakwaan sebagai landasan utama dalam menghadapi ujian kehidupan.

Visits: 61

Yati Nurhayati

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *