
FENOMENA DUKHAN DAN PERTALIANNYA DENGAN KEDATANGAN SEORANG UTUSAN TUHAN
Menjelang 15 Ramadhan kemarin, jagat medsos diramaikan dengan pembicaraan soal “dukhan” dan “kiamat”. Beragam pendapat dan sikap muncul merespon suatu kabar yang mulai menggetarkan iman kaum muslimin.
Sebab, kiamat, sebagaimana yang dipahami publik sebagai kehancuran dunia, lebih mengerikan dari sekedar covid-19. Menghadapi kesulitan dalam beribadah dan mencari nafkah akibat covid-19 saja sudah membuat banyak orang meringis khawatir soal esok. Apalagi menghadapi besok dunia akan hancur.
15 Ramadhan berlalu. Menyisahkan sejumlah tanya, kok gak terjadi apa-apa? Apakah ini serupa dengan kejadian delapan tahun silam. Diisukan pada tanggal 12 bulan 12 tahun 2012 kiamat akan terjadi. Banyak orang mendadak ingat Tuhan. Tempat-tempat ibadah ramai. Beragam pengakuan dosa seperti antrian panjang yang hendak mengetuk ampunan-Nya.
Rupanya, tanggal cantik itu pun berlalu. Maka, berlalu juga lah segala aktivitas menyiapkan bekal untuk akhirat.
Kita melihat, betapa banyak manusia takut dengan kematian yang mendadak. Apalagi kematian yang jamak seperti kiamat.
Sehingga, sepotong kabar burung pun yang dikemas penjelasan-penjelasan agama soal kiamat, semua itu membuat iman mereka bergetar.
Fenomena tentang “dukhan” yang kemarin viral, sebenarnya tak bisa terlepas dari salah satu Surah dalam Al-Quran yang bernama “Ad-Dukhan”.
Di dalam ayat ke-11 Allah berfirman, “Maka tunggulah Hari itu, ketika langit akan membawa dukhan (asap) yang nyata.”
Dua pertanyaan mengemuka. Pertama, apa yang dimaksud dengan “dukhan” atau asap dalam ayat tersebut? Kedua, mengapa dukhan tersebut datang menimpa kehidupan manusia?
Pertama-tama yang harus pembaca ketahui adalah Surah Ad-Dukhan turun pada masa Rasulullah saw hidup di Mekkah. Ibnu ‘Abbas dan Ibnu Zubair sepakat bahwa surah ini diwahyukan pada pertengahan masa Mekkah.
Masa Mekkah adalah masa-masa sulit yang dihadapi umat Islam. Umat Islam tidak mampu mengangkat senjata dan harus menghadapi cobaan dan penderitaan yang datang dengan ikhlas.
Orang-orang kafir Quraisy tak hanya mengingkari Kenabian Rasululullah saw, mereka juga melakukan penindasan yang sangat tidak berperikemanusiaan.
Hingga Allah Ta’ala datang menolong dengan menurunkan azab kepada orang-orang Mekkah berupa bencana kelaparan hebat akibat kekeringan yang berlangsung selama beberapa tahun.
Bencana kelaparan hebat itu telah dilukiskan dengan kata “dukhan”, sebab menurut riwayat, kelaparan itu begitu hebatnya, sehingga orang merasakan ada semacam asap mengambang dalam penglihatan mereka.
Seperti fatamorgana di tengah padang gurun. Mereka yang tengah dilanda kehausan dan rasa lapar yang hebat seolah melihat oase. Padahal itu hanya fatamorgana.
Pertanyaan pertama sudah terjawab. Kini tinggal pertanyaan kedua, yakni mengapa bencana kelaparan ini (dukhan) turun?
Sebenarnya, sepintas sudah dijelaskan dalam penjelasan pertama. Jawaban dari mengapa bencana itu turun mempunyai keterkaitan dengan penolakan terhadap seorang utusan Tuhan. Apalagi, penolakan tersebut dibarengi dengan upaya-upaya diskriminasi, persekusi dan intimidasi.
Dalam keadaan yang lemah, dengan jumlah pengikut yang sedikit dibandingkan para penentang, tak ada tempat bernaung juga berlindung selain Wujud Tuhan Yang Maha Kuasa.
Demikianlah cara Tuhan untuk menyadarkan umat manusia bahwa siapapun yang menentang missi utusan-Nya, betapapun kuatnya musuh secara duniawi, mereka menyaksikan dukungan Tuhan dalam kelemahan Rasul dan umatnya.
Melihat fenomena “dukhan” yang membuat orang-orang Mekkah sampai memakan kulit, tulang, bahkan bangkai binatang. Abu Sufyan sebagai pemimpin besar kaum kuffar memohon kepada Rasul saw untuk berdoa kepada Allah agar bencana ini bisa berlalu.
Dalam ayat ke-13 Rasul saw berdoa, “Wahai Tuhan kami, jauhkanlah azab ini dari kami, sesungguhnya kami kini adalah orang-orang yang beriman.”
Tak lama setelah Rasul berdoa demikian, bencana tersebut hilang. Namun, orang-orang kuffar tidak mau mengambil pelajaran dari hukuman yang telah rasakan itu. Mereka kembali kepada kekufurannya. Dan kembali memusuhi Rasulullah saw hingga beliau akhirnya meninggalkan Mekkah.
Fenomena dukhan selalu dibarengi dengan “kedatangan seorang Nabi” di tengah-tengah umat. Karena kedatangan seorang utusan Tuhan selalunya memberikan manusia dua pilihan. Menerimanya atau menolaknya.
Sebenarnya, fenomena dukhan telah terjadi puluh dalam suatu kurun waktu dalam sejarah umat manusia. Karena dukhan menggambarkan sebuah malapetaka, yang spesifik menimbulkan asap dimana-mana.
Lihatlah, apa terjadi pada Perang Dunia Pertama dan Kedua. Kepulan asap terjadi dimana-mana. Jutaan nyawa melayang. Sebagian isi bumi hancur akibat perang. Bumi dipenuhi oleh janda-janda. Anak-anak yatim merajalela. Ekonomi hancur. Kelaparan terjadi dimana-mana.
Apakah perang berhenti? Tidak, bahkan terus berlanjut hingga covid-19 menenangkannya untuk beberapa saat.
Tidakkah ini menjelaskan bahwa fenomena dukhan akan terus lahir ketika memenuhi syarat yang dijelaskan dalam Quran, yakni kedatangan seorang utusan Tuhan dan penolakan atas kedatangannya.
Dan. Pertanyaan yang selalu akan dipertanyakan: Apakah telah datang seorang Utusan Tuhan pada masa ini?
Visits: 122
Sab neki ki jarh taqwa he, agar yeh jarh rahi sab kuch raha ~ Akar dari semua kebaikan adalah takwa, jika ini ada maka semua ada.