
KEBERKAHAN MENJAMU PARA PEJUANG AGAMA
Nama saya Lili Aliyudin. Saya seorang penjual sate dan sop kambing yang berada tak jauh dari Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Saya seorang pengurus Jemaat Ahmadiyah Cabang Jakarta Utara. Sudah sejak lama saya mendapat amanah mengurusi jamuan untuk para tamu yang datang.
Saya ingin berbagi kisah yang membuat saya tak berhenti bersyukur kepada Allah Ta’ala. Bahwa Dia demikian baiknya kepada saya hingga pertolongan demi pertolongan menghiasi jalan hidup saya hingga kini.
Padahal. Sembilan tahun lalu, bisa jadi saya sudah menghadap-Nya. Atau menghabisi sisa usia dengan terus cuci darah.
Tapi Allah berkata lain. Dia ingin supaya saya mencicipi nikmat-nikmat pertolongan khas-Nya. Untuk itulah, saya ingin menuliskannya. Dan semoga Allah memberikan saya taufik untuk menceritakannya disini.
Tahun 2011 saya divonis terserang tumor ginjal oleh seorang dokter di rumah sakit terdekat. Mendengar ini saya langsung lemas. Saya sampaikan semua ke istri. Ia selalu menyemangati saya. Katanya, tenang aja, banyak-banyak berdoa.
Istri langsung konsultasi ke seorang dokter Ahmadi. Ia menyarankan agar segera diambil tindakan. Bu dokter menyarankan juga untuk menghubungi seorang dokter Ahmadi yang bertugas di RSPAD Gatot Soebroto.
Akhirnya. Bersama Pak Mubaligh Ahmadiyah Jakarta Utara, Bapak Muhammad Ali saya berangkat RSPAD. Sambil menahan sakit di bagian kiri dan kanan perut, saya terus berdoa kepada Allah.
Setelah diperiksa, dokter mengatakan bahwa ginjal sebelah kanan saya sudah tak berfungsi lagi. Sedang yang kiri ada kistanya.
Dokterpun menyarankan bahwa saya harus dioperasi. Mendengar itu saya hanya bisa pasrah. Terbayang soal biaya, rumitnya mengurus administrasi, harus kesana-kemari.
Saya sampaikan semuanya ke istri saat tiba di rumah. Istri saya selalu menyemangati. Ia menyampaikan bahwa Tuhan tengah menguji kita. Ia selalu menyampaikan pasti ada jalan. Akhirnya, ia pun menulis surat kepada Khalifah kami untuk meminta doa, untuk kesembuhan saya.
Orang-orang mulai tahu saya sakit apa. Ada yang mengatakan, penyakit seperti itu, punya uang seberapa banyak pun akan habis.
Cukup sedih mendengar kenyataan ini. Tapi yang mengatakan demikian bukan satu orang. Beberapa dokter penyakit dalam juga mengatakan demikian.
Saya terus berdoa dan memohon doa kepada banyak orang, khususnya kepada para Mubaligh, semoga Allah Ta’ala memberikan saya sebuah keajaiban melalui pertolongan khas-Nya.
Dan pertolongan khas Allah Ta’ala mulai berdatangan.
Saya datang lagi ke RSPAD untuk bertemu sang dokter. Saya menyampaikan kepadanya, saya mau untuk dioperasi.
Saya meminta kepada pak dokter, saya ingin operasi yang dekat saja dari Tanjung Priok. Tapi beliau mengatakan, saya tidak berani tanggung jawab, lebih baik di RSPAD.
Sang dokter bertanya, apa punya KTP Jakarta? Saya jawab, ya punya dok.
Langsung sang dokter membuat dua buah memo singkat untuk saya.
Ketika saya minta rujukan untuk operasi ke RSPAD, ada sedikit kendala. Karena biasanya, Rumah Sakit rujukan kalau bukan ke RSUD Koja, atau ke RSCM.
Akhirnya, saya tunjukkan memo yang dibuat dokter Ahmadi tadi. Yang tadi sang dokter ngotot untuk dirujuk ke Koja. Ia langsung memohon maaf dan membuatkan surat rujukan ke RSPAD.
Sesampainya di RSPAD juga ada kendala sedikit. Tentu, saya yang cuma seorang penjual sate dan sop kambing tak perlu gusar dengan dinamika seperti ini. Tapi saya terus berdoa kepada Allah Ta’ala.
Saya berikan kembali memo dari sang dokter kepada petugas. Alhamdulillah, pertolongan Allah Ta’ala datang.
Rupanya, jadwal CTScan saya harus menunggu 15 hari dari hari itu. Sementara kondisi fisik saya belum tentu mampu melewati 15 hari tanpa tindakan operasi.
Akhirnya, saya hubungi sang dokter. Ia bertanya, bapak dimana? Saya jawab, saya sedang di lobi.
Tak lama kemudian, datang tentara dengan pakaian dinas. Satu perempuan dan satunya lagi laki-laki.
Tepat di hadapan saya, salah seorang bertanya, bapak pak Lili yah? Saya kaget bukan kepalang. Dikira ada sesuatu yang mengkhawatirkan.
Salah seorang mengatakan, ayo ikut saya. Saya pun di bawa ke ruangan CTScan hari itu juga. Subhanallah…
Saya tidak tahu harus berkata apa. Saya merasakan betapa pertolongan khas Allah Ta’ala hadir di waktu yang tepat melalui perantaraan dokter Ahmadi itu.
Hari Senin saya berangkat kembali ke RSPAD dengan membawa beberapa perlengkapan. Lusa, operasi akan dilakukan. Bapak Mubaligh Jakarta Utara saat itu menemani hingga sore.
Saya suruh beliau pulang, karena malamnya ada kegiatan Ta’limul Qur’an di Masjid. Belum sempat pulang, almarhum Pak Basyar, sesepuh Ahmadi yang merupakan pensiunan Angkatan Laut, menelpon dan mengatakan akan ke Rumah Sakit.
Ada 20 orang yang datang. Yang tadinya mau ikut kegiatan Ta’limul Qur’an. Saya sangat terharu. Melihat pemandangan persaudaran yang demikian indah. Padahal, mereka bukan saudara jasmani. Tapi mereka adalah saudara rohani saya.
Jam 12 malam saya selesai dioperasi. Ginjal sebelah kanan saya berhasil diangkat. Praktis, hanya tersisa satu ginjal di sebelah kiri. Itupun perlu ada tindakan juga.
Selang 3 bulan. Ginjal sebelah kiri pun dioperasi. Dibersihkan dari kista yang ada di dalamnya. Alhamdulillah, semua operasi berjalan dengan lancar.
Semua proses ini saya jalani tanpa mengeluarkan biaya. Paling hanya untuk transportasi dan hal-hal kecil lain. Begitu bersyukurnya saya kepada Allah. Ia zahirkan harapan tersebut benar-benar nyata.
Baru seminggu di rumah. Terjadi kebakaran hebat. Rumah tetangga terbakar hangus. Saya sibuk bangunkan anak-anak untuk keluar rumah menyelematkan diri.
Yang membuat saya aneh, kenapa motor sudah keluar sendiri dari rumah. Padahal saat itu, orang tengah sibuk menyelematkan diri.
Malam itu benar-benar kelabu. Istri terus menangis. Sebab api tinggal 5 meter lagi sampai ke rumah.
Kami disuruh berkumpul di kelurahan. Tapi saya memilih untuk ke masjid. Jam setengah tiga saya bangunkan Pak Mubaligh.
Sambil menangis saya ceritakan semuanya kepada beliau. Saya minta beliau memimpin shalat tahajjud. Saat itu saya hanya berfikir, hanya Allah yang bisa mengubah yang tidak mungkin menjadi mungkin.
Habis subuh saya pulang ke rumah. Keriuhan pasca kebakaran masih terasa. Mobil pemadam masih berdiri kokoh di depan materal, persis di pintu masuk gang rumah saya.
Dan saya disuguhkan oleh sebuah pemandangan yang membuat saya tak percaya. Rumah saya utuh. Tak terbakar sama sekali. Padahal sebelahnya habis dilalap si jago merah.
Kalau bukan pertolongan Allah Ta’ala tidak mungkin ini bisa terjadi.
Tahun 2013, Khalifah, atau yang akrab disapa Huzur, berkunjung ke Singapura. Ada sesi mulaqat disana. Saya tahu saat itu saya masih dalam proses penyembuhan.
Tapi ghairat itu sedemikian rupa besarnya. Saya hanya ingin menumpahkan rasa syukur atas berbagai pertolongan Allah Ta’ala dengan mulaqat dengan Huzur.
Saat itu dokter melarang saya untuk berangkat. Tapi saya tawakkal saja kepada Allah. Saya cuma berfikiran, kesempatan bisa bertemu Huzur tidak bisa tiap hari, atau tiap bulan, atau tiap tahun didapat.
Betapa bahagianya saya bisa berjumpa dengan Khalifah. Mencium tangan beliau. Merasakan aura kesucian beliau. Tak henti-hentinya air mata menetes. Tak ada kata yang terucap. Tapi itulah cinta. Cinta yang bukan sekedar diungkapkan dalam kata, melainkan dirasakan dalam hati.
Satu momen paling bahagia, saat Huzur mengelus perut saya yang habis operasi. Seolah-olah beliau merasakan apa yang tengah saya derita.
Saya jadi berfikir. Atas limpahan karunia yang telah Allah Ta’ala berikan ini. Apa yang membuat Dia menolong hamba di tengah ketidak-mungkinan ini?
Dari sekian banyak hal yang pernah saya lakukan, yang paling berkesan dan selalu membuat hati senang adalah ketika menjamu para mubaligh di warung sate saya dan warung saya didoakan.

.
.
.
editor: Muhammad Nurdin
Visits: 46
Sangat terharu membaca kisah ini. Saya termasuk yg pernah 3 bulan dikhidmati oleh Mang Lili. Beliau selalu mengantarkan makanan utk saya 3x sehari. Menu siang hari biasanya selalu sate buatan beliau.
Semoga kasih sayang Allah terlimpah utk Mang Lili dan keluarga, Aamiin
Kisah ini adalah kisah nyata kalau kita renungkan akan
membuat kita meleleh. Yang mencengangkan bagi saya adalah kebakaran hebat yang melanda Kompleks Mang Lili Jl. Talang Tg. Priok.
Tembok tetangga hangus terbakar dan tembok sebelahnya adalah tembok rumahnya Mang Lili yang Selamat dari amukan sijago merah. Setelah diizinkan masuk oleh petugas saya melihat cukup kagum atas kejadian ini, ternyata dibalik tembok Mang Lili ada foto HADHRAT MASIH MAU’UD AS tergantung dengan rapi dibalik tembok,…
Beliau orang yang baik, ramah, selama papa masih hidup, beliau alm selalu membawa sate dari warung beliau sebagai hadiah syukur buat anak-anak nya, bila dapat orderan bengkel atau saya diajak langsung ama alm papa bila berobat di rs sukmul, alhamdulillah malah jd sembuh gak jadi dirawat,efek bahagia sangat sangat berpengaruh yaa makan sate nan lezat, racikan beliau. Mereka suami istri Ahmadi yg sangat baik. Sehat2 selalu mang. Salam dari Tambun.
Sangat mendalam kisahnya, merasuk kedalam kalbu, smoga mang Lili dan kluarga, senantiasa diberikan kesehatan, dan kisahnya menjadi inspirasi tersendiri untuk kemajuan rohani yg membacanya…
Masya Allah, kisah ini sangat menginspirasi, bentuk pertolongan dan pengabulan doa dari Allah SWT…