
Mujarabnya Doa Seorang Ibu
Seorang ibu merasakan kesedihan yang mendalam sekian lama, saat salah satu anak lelakinya, setelah menikah dan memiliki anak, seolah menjauh tak pernah berkunjung bahkan tak terdengar kabar beritanya. Padahal, ia tinggal dalam satu kota yang sama.
Dahulu. Jauh sebelum menikah dan memiliki anak. Ia anak yang baik, penurut, pintar, paling dekat kepada ibunya dan harapan bagi keluarga. Setelah lulus dan masuk perusahan yang dicita-citakan sang bapak, semua keluarga (kakak-kakak dan adik-adiknya) merasa bangga padanya.
Setelah cukup dewasa untuk menikah, ia memiliki pilihan sendiri untuk calon istrinya. Suatu hari, ia mengajak calon istrinya ke rumah orang tuanya dikenalkanlah kepada kedua orang tua dan saudara-saudaranya.
Waktu itu kedua orang tuanya merasa kurang ‘sreg’ dengan pilihan anaknya tetapi mau gimana lagi, anaknya yang akan menjalaninya. Sang ibu pernah mengutarakan ketidak setujuannya, tetapi sang anak tetap pada pendiriannya. Akhirnya kedua orang tua menyetujui hingga mereka menikah.
Feeling seorang ibu memang “so good and so sharp”. Kekhawatiran ibunya terjawab.
Setelah menikah dan memiliki anak, perubahan sikap 180 derajat dirasakan oleh kedua orang tua juga oleh saudaranya yang lain. Sikap yang baik dan perhatian kepada orang tua dan keluarga lambat laun pupus sudah.
Entah apa yang merasukinya hingga bersikap berbeda. Jangankan berkunjung, memberikan kabar pun tak pernah.
Padahal sikap orang tua maupun keluarga tak pernah menunjukan ketidak-sukaan dan tetap baik kepada anak dan mantunya itu. Saat melahirkan anak pertama maupun anak yang kedua semua keluarga datang untuk menengok.
Bahkan ibu, yang diantar saudaranya, sering datang mengunjungi dan sering juga mereka tak ada di rumah. Hingga akhirnya sang bapak melarang untuk tidak datang-datang lagi ke rumah anaknya itu.
Dan benar saja apa yang disampaikan Quran, bahwa istri, anak-anak ataupun pekerjaan semuanya adalah ujian hidup.
Memang, pekerjaaan dan jabatan yang tinggi selalu didambakan dan dibanggakan oleh setiap keluarga. Tetapi sekarang bagi orang tuanya itu tak berarti apa-apa.
Pengorbanan orang tua yang sudah susah payah untuk membiayai sekolah sampai menjual tanah maupun sawah juga aset lainya yang dimiliki sang bapak, ia relakan demi meraih cita-cita anaknya. Semua pengorbanan orang tuanya sia-sia bagaikan air susu dibalas dengan air tuba.
Sang anak terlena dengan keluarga dan kariernya, sehingga tidak ada perhatian sedikit pun baik memberikan kabar atau bersilaturahmi kepada orang tua maupun saudara lainya.
Padahal dalam satu kota. Tapi seolah bagaikan tinggal dibelahan antartika.
Di saat bapaknya sakit jantung hingga akhir hayatnya, ia bersama istrinya menjenguk sebentar bagaikan tamu. Begitu juga saat adik perempuannya menikah datang sebentar seperti tamu. Semenjak itu tak pernah lagi memberikan kabar maupun mengunjungi ibunya.
Pernah tetangga mengabarkan sering melihat diakhir pekan dan bertemu mereka saat di mall. Pernah juga kerabat yang lain mengabarkan pernah bertemu ditempat rekreasi bersama keluarga kecilnya.
Sang ibu mendengar kabar tersebut, merasa sedih dan ada rasa cemburu di hati kecilnya.
“Kenapa jalan-jalan bisa, tapi untuk mengabari atau bersilaturahmi bertemu ibu selalu banyak alasan tidak ada waktu,” anak-anak yang lainnya mendengar kata-kata ibu menyemangatinya untuk tetap bersabar.
Setiap lebaran tiba, kesedihan terpancar di wajahnya karena anaknya tidak lengkap berkumpul merayakan kebahagiaan.
Dengan penuh kesabaran sang ibu di setiap shalatnya selalu bersimpuh memanjatkan doa untuk anak, mantu dan cucunya supaya tetap sehat dan selalu dilindungi Allah Ta’ala.
Dengan penuh harap doa yang tak pernah tertinggal supaya anak lelakinya dapat kembali kepadanya seperti dahulu. Shalat tahajud dan dhuha tak pernah tertinggal juga puasa sunah tak pernah dilewatinya.
Hingga akhirnya di suatu lebaran doa sang ibu terkabul dan seolah tak percaya, terharu mereka hadir di tengah-tengah keluarga besarnya. Semua senang dan bergembira menyambut kehadirannya.
Mungkin ini akhir dari penantiannya, anak cucu mantu datang dan semua keluarga hampir tidak mengenali anak-anaknya karena tidak pernah diajak untuk bersilaturahmi.
Walaupun datang bersilaturahmi hanya saat lebaran saja, sang ibu begitu gembira dan senang sekali. Semenjak itu komunikasi mulai terbuka walau hanya melalui telpon. Sang ibu kini dapat melepas kerinduan kepada anak, mantu dan cucunya.
Beberapa minggu kemudian sang anak lelakinya memberikan kabar dan memohon doa untuk kesembuhan istrinya yang sakit terkena kanker yang sudah masuk stadium 4. Sontak sang ibu kaget mendengarnya langsung menguraikan air mata dan berdoa untuk kesembuhan mantunya itu.
Menurut anaknya sakit yang diderita istrinya sudah satu tahun lalu.
Sang ibu dan saudara-saudara yang lainnya menjenguk ke rumah sakit. Hari berganti minggu, dan beberapa bulan kemudian istrinya semakin menurun kesehatannya dan akhirnya pergi untuk selamanya meninggalkan suami dan kedua anak lelaki.
Sungguh disayangkan kedua anak lelakinya tak dekat dengan keluarga ayahnya karena terbiasa dan sudah dekat dengan pihak keluarga istrinya.
Tapi. Betapa bahagia sang ibu. Allah mengabulkan doa sang ibu, anaknya kembali ke pangkuannya. Walau di balik kebahagiaan tersebut tersimpan rasa sedih disaat sang anak kembali kepadanya dalam keterpurukan dan kesedihan yang mendalam.
Ditinggalkan sang istri untuk selamanya, kariernya yang menurun dan anak-anaknya tidak dekat dengan keluarganya. Bahkan aset yang dimilikinya habis untuk membiayai berobat istrinya juga untuk sekolah anak pertamanya yang berpindah perguruan tinggi di luar kota yang memakan biaya sangat besar.
Inilah yang dinamakan obat penawar. Pahit tapi menyembuhkan.
Allah memberikan hidayah, dan sang anak lelaki menyadari sikapnya. Ia bersimpuh memohon maaf kepada sang ibu bahwa semua ujian yang dihadapi atas kekhilafannya selama ini yang telah menelantarkan sang ibu dan saudara-saudara yang lainya.
Hati sang ibu seluas samudra walaupun anaknya berbuat khilaf tetap dengan tulusnya memaafkan.
Setahun berlalu, sang anak mendapatkan karier yang cukup bagus dan mendapatkan jodohnya kembali. Tak perlu lama, ia menikah dengan wanita pilihannya seorang janda yang tentunya sudah direstui oleh sang ibu dan keluarga besarnya.
Kebahagiaan ibu dekat kembali dengan anaknya terkabulkan berkat doa-doa yang dipanjatkannya. Anaknya kembali seperti dulu, baik dalam sikap maupun perhatian.
Semoga kita semua dapat mengambil faedah dari kisah diatas bahwa:
Sesibuk apapun kita sempatkanlah walau hanya sekedar menyapa dan memberi kabar. Untuk seorang ibu apalagi yang sudah usia lanjut sangat dibutuhkan sekali perhatian dibandingkan dengan materi. Jangan sampai menyesal nanti bila ibu kita telah tiada.
Editor: Muhammad Nurdin
Ilustrator: Marya Sameera
Visits: 954
Masyaallah indah sekali