SEKARUNG BERAS KIRIMAN DARI ALLAH

Iuran bulanan atau yang biasa disebut “candah” bukanlah hal yang asing bagi anggota Jemaat Ahmadiyah. Membayarkan 1/16 atau 1/10 dari penghasilan per bulan untuk agama adalah bentuk keikutsertaan kita dalam upaya penyebaran Islam dan pengkhidmatan. Para anggota Ahmadi memandang hal ini sebagai suatu kewajiban mengingat betapa beberkatnya membelanjakan harta di jalan Allah.

Berkat yang dirasakan dari pembayaran candah itu nyata adanya. Banyak sekali kisah-kisah dari para Ahmadi yang mendapatkan kemudahan rizki dan keberkahan setelah membayar candah. Seperti mendapatkan kiriman uang secara tiba-tiba ketika tak ada pemasukan, mendapat bonus dari kantor setelah melunasi perjanjian Tahrik Jadid, hingga mendapatkan kabar baik mengenai lunasnya hutang piutang di bank yang jumlahnya tak sedikit.

Kira-kira seperti itulah gambaran keberkatan mengorbankan harta di jalan Allah dengan jujur dan dawam. Setiap orang yang sudah mengalaminya pasti tak akan pernah luput dari membayar pengorbanan tiap bulan. Dan keberkatan itu ternyata hadir juga dalam keluarga kami dengan cara yang berbeda. 

Suatu hari, keluarga kami hanya memiliki sedikit uang yang hanya cukup untuk 2 kali makan. Tanpa ragu kami membayarkan candah dengan uang itu. Tak ada sedikitpun keraguan padahal hanya uang itu yang ada.

Keesokan harinya, Ibu hendak memasak nasi di dapur. Ibu membuka guci penyimpanan beras dan menghela napas saat melihatnya. “Beras habis. Mau beli juga uang sudah enggak ada,” gumamnya setelah melihat isi guci tersebut. Mendengar suara ibu, hatiku serasa teriris. 

Tak terasa waktu berlalu dengan cepat. Siang hari berganti menjadi senja.  Terdengar suara mobil berhenti di depan rumah. 

“Assalamu’alaikum.”

“Wa’alaikumussalam,” jawab Bapak sambil berjalan keluar rumah. Mang Yayan, seorang lelaki yang mengendarai mobil tadi datang membawa sekarung beras. “Ini mang, ada kiriman beras,” ujar Mang Yayan saat melihat bapak keluar. 

“Kiriman beras? Dari siapa?” tanya Bapak heran. “Dari Mang Trimo,” jawabnya. Mang Trimo adalah keluarga jauh kami. Dengan senang hati Bapak menjawab lagi, “Alhamdulillah, bilang ke Trimo, terimakasih banyak.” Mang Yayan mengangguk dan berjanji akan menyampaikannya. Ia pun pamit dan pergi melanjutkan perjalanannya.

Satu karung beras dibawa masuk ke dalam oleh Bapak. Melihatnya aku terkejut. Rasanya baru saja aku mendengar ibuku bergumam bahwa tidak ada beras sama sekali. Aku terdiam memandangi karung beras berukuran besar di hadapanku. Kekhawatiran akan kekurangan beras pun hilang seketika.

Tiba-tiba aku teringat bahwa baru saja kemarin kami membayar candah dengan uang yang ada. Dan hari ini, ketika tak ada uang sama sekali untuk membeli beras, Allah menggantinya dengan sekarung beras yang bisa kami makan selama berminggu-minggu.

Melihat kejadian ini, hatiku semakin yakin, bahwa membayar Candah tidak akan membuat miskin, tetapi justru membuat kita semakin kaya. Kekayaan sejati yang tak ternilai oleh materi. Kekayaan hati, kesabaran, tawakkal, dan menyadari arti rasa syukur yang sebenarnya. Sungguh sangat merugi bila melewatkan kesempatan untuk meraih berkah dari pembayaran candah ini.

Kisah-kisah keberkatan dalam pengorbanan harta yang dialami para anggota Ahmadi merupakan bukti bahwa Allah Ta’ala menepati janji-Nya. Ketika hamba-Nya berkorban di jalan-Nya, Dia akan menggantinya berkali-kali lipat. Jadi, apakah rugi ketika kita membayar candah? Tentu tidak kan? Semoga kita senantiasa diberikan karunia untuk ber-infaq di jalan Allah Ta’ala. Aamiin.

 

“Perumpamaan orang-orang yang meng-infakkan hartanya di jalan Allah, seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas, Maha Mengetahui.” (Q.S. Al-Baqarah:261)

 

 

Editor: Mumtazah Akhtar

Visits: 126

Risya Herlina

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *