
DITEMPA, DITEMPA, DITEMPA DAN TERBENTUK
Ada suatu teori mengatakan “Tidak perlu menjadi dewasa untuk menjadi seorang pemimpin”. Berarti kalau begitu semua usia bisa menjadi seorang pemimpin, anak kecil sampai orang dewasa dan usia lanjut pun bisa menjadi pemimpin.
Apakah seorang anak usia di bawah 10 tahun bisa menjadi pemimpin? Lalu siapa yang akan ia pimpin? Memangnya penting ya seorang anak dididik untuk menjadi pemimpin?
Nah, awalnya pertanyaan-pertanyaan itu muncul dalam pikiran saya. Saat itu yang terpikirkan alasan ingin mendidik anak-anak menjadi pemimpin, yaitu “agar saya sebagai orangtua tidak repot”.
Pemikiran sederhana lainnya, “Saya tidak akan selamanya mendampingi anak-anak, kalau saya meninggal saat anak-anak belum bisa mandiri, apa yang bisa mereka lakukan?”
Pernahkah melihat atau mendengar seorang anak berkata, “Aku jatuh gara-gara kursi menghalangi?”, “Aku kesal hari ini, gak mau belajar lagi, karena tadi teman aku gak mau main sama aku, terus aku telat dijemput sekolah”.
Bayangkan jika dewasa kelak, dia akan selalu menyalahkan orang lain atas semua kegagalan yang dialaminya. Dia akan menyalahkan orang lain atas ketidakbahagiaannya.
Padahal yang kita tahu bersama, kita tidak bisa mengendalikan hujan atau panas, tapi kita yang bisa mengontrol bagaimana kondisi diri kita saat menghadapi cuaca tersebut.
Terkadang kita menjadi thermometer yang suhu panas dan dinginnya ditentukan oleh cuaca. Namun sebenarnya kita bisa menjadi stabilizer yang mengendalikan cuaca diri agar tetap stabil. Atau menjadi kulkas, walaupun panas di luar, tapi tetap dingin di dalam.
Tidak perlu menjadikan anak-anak menjadi pemimpin yang hebat, yang menghalalkan berbagai cara untuk meraih kepentingan dunia. Cukup didik anak-anak untuk menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri. Ajarkan mereka bertanggungjawab atas semua keputusan yang diambilnya. Semua tindakan yang dilakukan akan memiliki konsekuensi, yaitu konsekuensi baik atau buruk.
Awali mendidik dengan melatih kemandiriannya. Mandiri dalam kebutuhan sehari-harinya seperti makan sendiri, mandi sendiri, memilih dan memakai baju sendiri, mandiri juga dalam emosinya, menyatakan apa yang dia sukai dan tidak disukai disertakan alasannya.
Ajarkan anak tentang kegagalan. Kegagalan itu adalah proses merefleksikan diri agar bisa meraih keberhasilan.
Ajarkan anak “ditempa.. ditempa.. ditempa.. dan terbentuk”.
Semua ini tidak mudah, tapi ini penting dan butuh proses yang perlu ditanamkan dari dini. Ajarkan anak untuk berpikir terlebih dahulu sebelum bertindak. Sekali lagi, semua tindakan yang dilakukan akan memiliki konsekuensi, yaitu konsekuensi baik atau buruk.
Jadilah pemimpin untuk diri sendiri terlebih dahulu, sebelum menjadi pemimpin untuk keluarga, atau orang lain. Jadilah stabilizer yang mengendalikan cuaca hati agar selalu stabil. Insya Allah.
Visits: 770
Masya Allah…mantap parentingnya dari sang ahli👍🏻👍🏻
Jazakumullah ilmunya🙏
Alhamdulillah,jernih sekali pemaparan nya,