
Jabatan Dunia Menggoda diatas Jalan-Jalan Pengkhidmatan
Diatas jalan-jalan pengkhidmatan agama selalu ada saja rintangan bahkan godaan di depan. Rintangan bisa kita hadapi dengan sabar. Tapi kalau godaan? Memilih istiqamah untuk tetap di jalan tersebut sungguh berat.
Tidak pernah terbayang dan terbersit sedikitpun oleh penulis, kalau pada akhirnya mendapatkan amanat menjadi seorang Ketua LI di sebuah cabang besar seperti Jemaat Bogor yang jumlah anggota LI nya diatas dua ratus orang. Sudah terbayang aneka kegiatan yang harus dijalankan. Sudah terbayang pula rapat-rapat yang perlu diikuti.
Dan disaat itulah, godaan tiba-tiba datang.
Tujuh tahun lalu saya diterima bekerja di sebuah perusahaan otomotif. Hingga sekarang masih bekerja di tempat tersebut. Singkat cerita, tiga bulan lalu saya dan dua karyawan pria lainnya ditawari sebuah posisi yang cukup menarik.
Sebagai seorang ibu juga seorang Ketua LI, saya berpikir lebih baik jabatan tersebut dipilih dari dua karyawan pria itu. Karena mereka lebih punya banyak waktu untuk mengerjakan pekerjaan yang pasti jauh lebih banyak lagi.
Akan tetapi. Pada akhir November, saya ditawari lagi jabatan tersebut. Karena dari tiga kandidat tersebut, dari segi pendidikan dan pengalaman, saya yang dianggap mampu untuk membawahi sekitar dua puluh orang lebih.
Saya sempat membayangkan indahnya tambahan income juga fasilitas-fasilitas lainnya. Tapi semua itu hanyalah fatamorgana kebahagiaan.
Dengan lemah-lembut dan santun saya menolak jabatan tersebut. Saya sampaikan, pak kalau saya naik jabatan memang salary ikut naik, tapi otomatis tanggung jawab menjadi lebih besar dan lebih banyak lagi.
Lalu atasan saya menjawab, loh kok sama yah jawabannya dengan saya. Katanya, beliau juga sebelumnya ditawari jabatan tertentu dan beliau menolak dengan alasan, untuk apalah gaji naik kalau intensitas waktu bersama keluarga menjadi berkurang.
Karena bisa dibayangkan, dengan jabatan saya yang sekarang saja sudah sangat sibuk apalagi kalau level-up, sehari bisa empat kali meeting baik dengan atasan ataupun dengan bawahan. Itu setiap hari rutin. Belum lagi kalau ada event atau kegiatan lainnya.
Dan disaat yang lain masih WFH, saya sejak bulan Juli lalu, sudah masuk normal bahkan sejak bulan Agustus biasanya Sabtu libur, ini jadi hari kerja dan bahkan dalam seminggu bisa sampai dua atau tiga hari lembur, pulang jam delapan malam dan sampai rumah jam sepuluh malam.
Selain itu setiap enam bulan sekali, saat event Stock Opname harus bekerja dua shift sampai jam satu malam, bahkan sampai pernah menginap di kantor, karena kalau pulang hanya bisa tidur atau istirahat satu sampai dua jam, lalu kembali ke kantor lagi maka lebih baik menginap di Guest House kantor saja.
Dan diantara semua karyawan Genba yang kena kerja shift, penulis sendiri bekerja non-shift dan itu menyebabkan beberapa karyawan iri. Sampai ketua LI yang di cabang sebelumnya bilang begini, neng karena kita orang Jema’at jadi kita dikasih “furqan”, jadi itu merupakan karunia, eneng bekerja non-shift.
Itulah mengapa penulis memilih untuk tidak mengambil jabatan tersebut. Sebab, apalah artinya tambahan salary juga fasilitas-fasilitas lainnya kalau nanti tugas-tugas dalam Jemaat terbengkalai karena saya merasa belum maksimal dalam kegiatan Jemaat.
Jalan-jalan pengkhidmatan terhadap agama selalu saja dihadapkan pada godaan-godaan dunia. Tentu ini satu bentuk ujian dari-Nya. Untuk melihat bagaimanakah sikap kita, apakah akan teguh memilih jalan-jalan pengkhidmatan, atau memilih jalan-jalan dunia yang fana ini.
.
.
.
Penulis: Nurmasari
Editor: Muhammad Nurdin
Visits: 209
Mubarak..Bu Nurma (ketua LI).
Kadang seorang ibu pekerja harus memilih kerja atau keluarga.