Bergotong-royong Melawan Pandemi

Sejak tahun 2017, Jemaah Ahmadiyah Sukamaju, Garut mempunyai sebuah mimpi yang memang tak mudah untuk diwujudkan. Yakni, ingin mempunyai “Gedung Serbaguna” yang letaknya tak jauh dari Masjid.

Sambil mengumpulkan dana dari perjanjian anggota, kami melakukan apa saja yang mampu dilakukan. Mulai dari kerja bakti mengangkut tanah untuk meratakan pelataran tempat yang akan dibangun dan mengangkut batu dari sungai untuk pondasi.

Hari Jumat dipilih sebagai waktu yang tepat untuk kerja bakti. Hingga datanglah pandemi yang membuat pekerjaan terhenti.

Kami mengawali impian kami dengan semangat dan kekompakan. Sebab mengandalkan dana, banyak anggota yang mempunyai keterbatasan. Apalagi pandemi datang menghantam. Banyak anggota Jemaat yang pendapatannya berkurang drastis.

Hanya segelintir anggota yang bekerja di kota. Sebagian besarnya berprofesi sebagai petani dan buruh tani. Tapi semua tetap terkena imbas pandemi. Daya beli masyarakat menurun. Hasil panen dijual dengan harga murah. Para juragan yang biasa memakai jasa buruh kini turun tangan sendiri. Belum lagi yang dari kota pun pulang kampung dari mencoba bertahan hidup dengan menjadi pembajak sawah.

Roda perekonomian tetap berjalan, tapi demikian lesu. Akhirnya, pembangunan Gedung serbaguna dihentikan selama satu musim, ya kurang lebih setengah tahun.

Di awal bulan September 2020, pembangunan dilanjut kembali dengan uang seadanya, hasil pelunasan perjanjian anggota selama pandemi. Banyak anggota yang tak setuju jika pembangunan dilanjutkan. Karena pandemi belum berakhir.

Beberapa diantara mereka mengatakan, “Darimana dana akan didapat?”

Para ibu menjerit, “Bagaimana kami bisa memenuhi giliran menjamu para pekerja tetap dan pekerja kerja bakti nanti?”

Jeritan-jeritan seperti itu sangatlah wajar dan beralasan. Sebab, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari pun anggota masih tergopoh-gopoh. Apalagi jika kini harus dihadapkan pada sebuah gerakan pengorbanan harta.

Panitia pembangunan terus menguatkan dan meyakinkan setiap anggota bahwa pandemi ini tidak ada yang pernah tahu sampai kapan berakhir. Kita harus semangat dan yakin bahwa kuasa Allah Ta’ala akan menolong hamba-hamba-Nya yang berupaya keras menolong agama-Nya.

Ada seorang sesepuh Jemaat yang usianya sudah lebih dari 100 tahun. Dalam satu kesempatan Khutbah beliau memberikan satu nasehat kepada kami, “Aya hiji sato (nya eta rinyuh) mun ditoel sakali ge mejrel tapi naha lamun manehna gotong royong bisa ngarubuhken hiji tihang anu weuweug, tah urang ge lir ibarat kitu urang sosorangan mah sakieu lemahna, boga impian nyieun bangunan nu biayana ratus juta asa ku moal tapi sugan atuh ari ku babarengan mah dipanggul ku 20 atawa 30 urang mah mereun bisa ngawujud.”

Artinya, ada satu binatang (rayap) kalau “ditoel” sekalipun hancur, tapi mengapa jika mereka gotong royong bisa merubuhkan satu tiang kayu yang kokoh. Kita pun seperti itu, kalau sendirian mah kita segitu lemahnya, punya impian bikin bangunan yang biayanya ratusan juta serasa mustahil, tapi kalau kita ditanggung bersama-sama mah oleh 20 atau 30 orang mungkin bisa terwujud.

Sedikit demi sedikit ghairat dan semangat mulai terbangun. Jamuan untuk pekerja tetap mulai berjalan. Begitu juga untuk jamuan kerja bakti pada hari Jumat yang disiapkan secara sukarela oleh para anggota.

Alhamdulillah jeritan para ibu tidak terbukti, nyatanya masalah penjamuan terselesaikan dengan baik berkat gotong royong dan keikhlasan para pengkhidmat membuat jamuan setiap hari jum’at terpenuhi dan para pekerja pulang dengan perut kenyang.

Sekarang masalah dana bagaimana? Jika dilihat dari secarik kertas laporan keuangan ,merupakan hal mustahil untuk bisa melanjutkan pembangunan, banyak perjanjian anggota yang mandeg, ada yang sudah lunas dan membuat perjanjian baru untuk 1 musim ke depan namun tak sedikit yang masih nol, alias belum menyicil sama sekali.

Dalam rapat pengurus cabang, sempat ada usulan agar pembangunan dihentikan lagi karena sudah tidak ada dana lagi. Namun panitia pembangunan tetap optimis bisa menyelesaikan sampai pengecoran atap bangungan tahap pertama karena jika ini ditunda maka tiang-tiang yang sudah dicor sebelumnya dikhawatirkan akan roboh .

Tentu rasa optimis ini bukan tanpa alasan, panitia pembangunan selama ini selain menjadi pekerja tetap yang harus ikhlas pembayaran upah hariannya tertangguhkan sampai waktu yang tak menentu, setidaknya sampai ada uang dari perjanjian anggota yang terkumpul, itu pun kalau tidak dipakai untuk pembelian bahan.

Maka dari itu, tim ini bergerilya door to door mencoba mengetuk pintu hati para hartawan baik dari kalangan anggota maupun bukan. Alhamdulillah cara ini efektif menarik para donatur untuk ikut andil dalam pengorbanan pembangunan yang berberkat ini, ada yang menyanggupi menyumbang pasir 1 truk, besi beberapa “lenteu” (satuan besi), ada yang dalam bentuk semen, batu split, kayu dan bambu dan lainnya.

Bagi yang tidak punya secara materi , tidak perlu merasa kecil hati karena tenaga dan waktu diperlukan untuk semangat kerja bakti setiap hari jum’at untuk mengangkut bahan-bahan tadi dari jalan sampai ke titik lokasi pembangunan.

Tua-muda, bapak-bapak, ibu-ibu bahkan anak-anak pun turut serta bahkan bagi yang punya balita seperti saya yang tidak bisa ikut kerja bakti masih bisa ikut andil jadi salah satu juru pungut dana perjanjian anggota dan menjadi juru tulis kisah ini untuk bisa saling berbagi semangat.

Semoga semangat kami dalam mewujudkan mimpi mempunyai gedung serba guna ini bisa terwujud meski harus terus bertarung dengan pandemi yang entah kapan akan selesai. Tapi kita selalu yakin bahwa di belakang pekerjaan penuh berkat ini selalu ada Wujud Allah Ta’ala. Kita tinggal berikhtiar hingga batas maksimal, lalu serahkan semuanya pada Allah Ta’ala. Allah Ta’ala pada akhirnya akan menzahirkan pertolongan khas-Nya.

.

.

.

Penulis: Munirah Sidiqah

Editor: Muhammad Nurdin

Visits: 182

Munirah Sidiqah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *