Bukan Siti Nurbaya, Tetapi Rishtanata

Pernah mendengar kisah Siti Nurbaya? Pasti pernah. Kisah seorang gadis yang harus berpisah dari sang pujaan hati demi perjodohan yang sudah direncanakan kedua orangtua. Kuno? Mungkin di zaman yang serba modern ada yang menganggap perjodohan sebagai sesuatu yang kuno. Eits… tunggu dulu! Perjodohan di sini bukan seperti Siti Nurbaya, tetapi ini Rishtanata.

Pernikahan merupakan peristiwa yang berarti dalam kehidupan seseorang. Rasulullah S.A.W. pernah bersabda bahwa perkawinan harus diatur sedemikian rupa sehingga membuahkan anak-anak yang baik dan rela berkorban. Oleh sebab itu Khalifah ke-4 Hazrat Mirza Tahir Ahmad r.a. membentuk program Rishtanata. Rishtanata artinya perjodohan. Perjodohan seperti kisah Siti Nurbaya kah?

Cerita ini real adanya. Seorang Lajnah bertutur kepadaku, dulu ia mempunyai kekasih hati. Sekian tahun menjalin kisah cinta. Sudah saling cocok satu sama lain, sudah faham sifat masing-masing, tapi sayang ternyata sang Lajnah menjalin hubungan dengan non-Ahmadi. Keluarga pun tak mengizinkan hubungan mereka. Akhirnya sang Lajnah dijodohkan dengan seorang khuddam dan pernikahan berlangsung dalam waktu 2 bulan saja.

Sedih? Tentu saja. Lajnah tersebut merasa perjodohan ini bukan sesuatu yang ia inginkan, ia tak menyukainya. Tapi ternyata kecintaan dan kepatuhan terhadap orangtua dan Jemaat mengalahkan cintanya pada sang kekasih hati. Dengan berat hati, sang Lajnah harus menerima perjodohan ini.

Pernikahan pun terjadi. Sang Lajnah sudah milik sang khuddam. Tanpa ada kata pacaran terlebih dahulu. Bahagiakah mereka? Ya, mereka bahagia. Pepatah jawa mengatakan “Witing Tresno Jalaran Soko Kulino”, yang artinya cinta datang karena terbiasa. Itulah yang terjadi dalam bahtera rumah tangga yang dilandasi kecintaan terhadap Jemaat dan kepatuhan terhadap Nizam Jemaat juga kepatuhan kepada orangtua. Kini mereka hidup bahagia, bahkan sudah dikaruniai putra dan putri.

Teringat pepatah mengatakan, “Untuk mendapatkan apa yang kamu suka, pertama kamu harus sabar dengan apa yang kamu benci.” (Imam Al Ghazali) Awalnya terasa sulit karena perjodohan yang tak disukai sang Lajnah, namun kini mereka mendapatkan hal yang disukai yaitu kebahagian yang luar biasa. Bersama-sama mereka mengarungi bantera rumah tangga karena dilandasi kecintaan terhadap Nizam Jemaat. Bukan Siti Nurbaya biasa, tapi rishtanata yang dilandasi ketaatan.

Dalam Jemaat, kita diharuskan mencari pasangan hidup yang sekufu. Sekufu dari segi Agama yang utama. Maka hendaknya kita sebagai anggota Jemaat, menikah dengan sesama Ahmadi. Rishtanata mewujudkan keluarga Sakinah Mawaddah Warahmah dalam sebuah Bantera Ilahi.

Visits: 397

Meilita Hikmawati

1 thought on “Bukan Siti Nurbaya, Tetapi Rishtanata

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *