Memaknai Bulan Ramadhan yang Penuh Ampunan

Hadhrat Thalhah bin Ubaidullah r.a. bercerita: “Ada dua orang laki-laki datang menemui Rasulullah saw. Keduanya menyatakan masuk Islam. Salah satu dari keduanya lebih banyak ibadahnya dari yang lain. Yang lebih banyak ibadahnya ini ikut serta dalam sebuah peperangan. Akhirnya ia syahid. Sementara yang seorang lagi masih tetap hidup. Setahun setelah itu ia wafat. Wafat ‘biasa.’

Suatu malam aku bermimpi. Seolah-olah aku berada di pintu surga. Aku melihat kedua orang itu ada di sana. Tiba-tiba ada malaikat datang dari dalam surga. Ia mengizinkan laki-laki yang wafat setahun kemudian untuk masuk. Setelah itu datang lagi malaikat kedua. Lalu ia mengizinkan laki-laki yang syahid untuk masuk.

Sesaat kemudian keduanya datang lagi dan berkata padaku: “Pulanglah dulu. Belum tiba saatnya giliranmu.” Pagi harinya Thalhah menceritakan mimpinya itu pada sahabat-sahabat yang lain. Para sahabat pun merasa heran. “Bagaimana mungkin yang wafat ‘biasa’ lebih dahulu diizinkan masuk surga daripada yang wafat sebagai syahid. Ditambah lagi ibadahnya lebih banyak,” kata para sahabat kepada Thalhah.

Kemudian hal itu sampai kepada Nabi Muhammad saw. Beliau bersabda: “Apa yang kalian herankan?” Mereka menjawab, “Laki-laki pertama ini lebih banyak ibadahnya, ya, Rasul. Ditambah lagi ia gugur sebagai syahid dalam membela agama Allah. Tapi kenapa laki-laki kedua yang wafatnya biasa-biasa saja lebih dahulu masuk ke surga?”

Rasulullah saw. bersabda, “Bukankah ia masih hidup setahun setelah yang pertama?” Jawab mereka, “Benar, ya, Rasul.” Rasulullah saw. bertanya lagi, “Bukankah ia bertemu Ramadhan dan berpuasa?” Kemudian mereka menjawab, “Benar, ya, Rasul.” Rasulullah saw. bertanya kembali, “Bukankah ia shalat sekian kali dalam setahun itu?” Dan mereka kembali menjawab, “Benar, ya, Rasul.”

Lalu Rasulullah saw. bersabda: “Sungguh jarak antara keduanya lebih jauh daripada jarak antara langit dan bumi.””(Hadis ini diriwayatkan Imam Ahmad dalam Al-Musnad. Syekh Syu’aib al-Arnauth mengatakan hadis ini hasan lighairih).

Dari sepenggal kisah di atas, maka patutlah kita bersyukur karena Allah Swt. masih memberikan kita waktu untuk dapat bertemu dengan bulan suci penuh berkah ini. Untuk itu sangat disayangkan jika bulan yang penuh ampunan ini dilewati dengan sia-sia.

Namun seperti apa orang-orang yang diampuni dosanya di bulan Ramadhan? Ini patut menjadi bahan perenungan untuk masing-masing diri. Ketika seseorang mengisi Ramadhan dengan hanya menahan lapar dan dahaga, tetapi hawa nafsunya tidak ditahan, apakah pantas mendapatkan ampunan dari Allah SWT?

Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan karena Iman dan mengharap pahala dari Allah maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”(HR Bukhari dan Muslim). Dari hadist ini dijelaskan bahwa yang mendapatkan ampunan dosa adalah orang-orang yang menghidupkan Ramadhan dengan puasa atau ibadah dengan iman dan mengharap pahala dari Allah SWT.

Jika puasa kita laksanakan, tapi sholat 5 waktu masih bolong-bolong. Pantaskah kita mendapatkan ampunan? Jika puasa dilaksanakan, sholat wajib ditunaikan, tapi sholat sunah tak ada yang dikerjakan. Pantaskah disebut sebagai orang yang menghidupkan bulan Ramadan? Sehingga pantaskah kita mendapatkan ampunan?

Ini barulah hal yang bersifat ruhani pribadi kita masing-masing yang merupakan hubungan antara manusia dengan Tuhannya. Bagaimana dengan hubungan dengan sesama manusia? Kita dianjurkan untuk saling berbagi di antara sesama. Seperti yang terdapat dalam hadits, Rasulullah saw. bersabda:

“Dari Anas dikatakan, ‘Wahai Rasulullah, sedekah apa yang nilainya paling utama?’ Rasul menjawab, ‘Sedekah di bulan Ramadhan.’” (HR At-Tirmidzi)

Dari hadits lain dinyatakan juga berkenaan kedermawanan Rasulullah saw. “Rasulullah saw. adalah orang paling dermawan di antara manusia lainnya, dan ia semakin dermawan saat berada di bulan Ramadhan.” (HR Bukhari dan Muslim)

Inilah saatnya bagi kita untuk menjadikan Ramadhan sebagai bulan pendidikan dan perbaikan diri untuk kita. Untuk meningkatkan amal kebaikan, baik itu yang sifatnya antara manusia dengan Tuhannya ataupun manusia dengan manusia lainnya. Sehingga nantinya kita termasuk orang-orang yang mendapat ampunan dari Allah Ta’ala.

Seperti kisah yang telah diceritakan oleh Thalhah bin Ubaidullah r.a. di atas, semoga Allah Ta’ala mengizinkan kita untuk masuk kedalam surga-Nya di hari akhir kelak. Semangat untuk kita semua, dan mari kita sama-sama menjaga diri kita hingga akhir ramadhan. Semoga amal ibadah kita di bulan istimewa ini menjadi jembatan menuju surga-Nya Allah Swt. Aamiin.

Visits: 160

Mega Maharani

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *