
Pesan Berharga sang Pahlawan Keluarga
Perayaan Hari Kemerdekaan telah dilaksanakan secara serempak di berbagai belahan Nusantara beberapa waktu lalu. Penuh kemeriahan dan suka cita, bahkan bagi sebagian rakyat kecil, perayaan kemerdekaan merupakan salah satu kesempatan bagi mereka untuk mendapatkan penghasilan tambahan. Mulai dari membuka dagangan kecil-kecilan di sekitar lapangan upacara sampai membuka jasa hiburan dadakan untuk menambah kemeriahan acara.
Peruntungan ini juga yang coba dilakukan Pak Toto, seorang pahlawan keluarga yang harus berjuang menafkahi istri dan anak-anaknya sebagai penjual minuman kemasan dan makanan ringan. Kebetulan sore itu ada acara perlombaan perayaan kemerdekaan di desa tetangga. Pak Toto mengajak Aisyah, putri bungsunya yang sudah mulai menginjak usia remaja, untuk membantunya berjualan.
Lokasi acara sudah ramai dipenuhi oleh warga yang ingin mengikuti lomba dan yang ingin sekadar menyaksikan kemeriahan acara. Di antara keramaian terlihat beberapa pasangan muda-mudi yang baru datang berboncengan menggunakan sepeda motor orangtua mereka. Ada pula yang berjalan santai bergandengan tangan, duduk berduaan di sisi lapangan. Bahkan ada yang tak lagi sungkan mengabadikan momen kemesraan mereka dengan gawai yang mereka bawa.
Rata-rata usia mereka tak jauh di atas Aisyah bahkan ada juga yang seusia dengan Aisyah. Namun itu sudah menjadi pemandangan biasa pada zaman ini, bahkan di desa terpencil seperti lokasi Pak Toto berjualan. Hal itu juga yang Pak Toto khawatirkan pada anak-anaknya terutama Aisyah, putrinya yang sudah beranjak remaja.
Musik mulai menggema, namun tak menyurutkan keinginan Pak Toto untuk memutar lantunan murotal dari gawainya, meskipun dengan volume yang hanya bisa didengar olehnya dan Aisyah saja. Mereka mulai menyusun dagangan, kali ini Pak Toto meminta putrinya yang menyusun minuman kemasan di atas meja kecil tempat mereka berjualan.
Aisyah melihat ada sedikit yang aneh dengan barang dagangan ayahnya hari ini.
“Ayah! Kenapa botol air kemasan ini ada yang kotor, ada yang penyok, ada yang sudah kusam seperti botol bekas bahkan ini ada juga yang sudah terbuka plastik segel tutupnya?” ujar Aisyah bertanya pada ayahnya sambil mencoba membersihkan beberapa botol yang terlihat kotor.
“Biar, Nak! Biarkan saja seperti itu, tidak perlu dibersihkan! Aisyah susun saja yang rapih, ya!” pinta Pak Toto pada putrinya yang masih bingung.
Silih berganti para pembeli menghampiri meja dagangan mereka untuk membeli air kemasan dan beberapa makanan ringan. Tapi, tak satu pun pembeli yang mau menyentuh air kemasan yang botolnya kotor, kusam dan penyok.
Ada beberapa pembeli yang bertanya kenapa ada air kemasan yang sudah terbuka segelnya. Pak Toto menjawab bahwa air kemasan yang itu gratis. Kalau ada yang mau, boleh diambil saja, tidak perlu dibayar. Namun tidak satu pun pembeli yang mau.
“Mana ada yang mau minum air kemasan itu walaupun gratis?! Jangan dipajang lagi dengan dagangan yang lain, ya, Ayah! Singkirkan saja! Nanti malah pembelinya berpikir kita sengaja jual barang yang tidak layak konsumsi,” Aisyah mulai protes. Pak Toto tersenyum dan mengizinkan Aisyah menyingkirkan barang-barang itu.
“Nak, menurut kamu, kenapa pembeli tidak ada yang mau membeli air kemasan yang rusak itu? Kenapa mereka tetap memilih air kemasan yang tersegel baik, meskipun yang kusam dan kotor itu masih tersegel juga? Kenapa, bahkan air kemasan yang masih sangat bagus tapi segelnya rusak ini, saat kita tawarkan gratis pun mereka tetap tidak mau, padahal isinya masih utuh, tidak kita minum sama sekali?” tanya Pak Toto pada Aisyah.
“Ayah, Aisyah juga begitu. Kalau membeli sesuatu pasti memilih yang terbaik, yang masih bagus kemasannya, apalagi barang yang ada segelnya. Ya, Aisyah harus benar-benar memastikan segelnya masih utuh. Karena, kalau segelnya sudah rusak berarti bisa saja barangnya itu palsu dan sudah tidak layak konsumsi,” jawab Aisyah tanpa ragu.
“Seperti juga manusia, anakku. Terutama kamu, seorang perempuan, nilaimu akan terjaga selagi kamu masih bisa menjaga dirimu dengan baik,” jelas Pak Toto membuat Aisyah tertegun seketika.
“Suatu benda yang sudah sering berpindah tangan, tergeletak sembarangan, dipegang, dibawa kesana kemari, meskipun segelnya tidak rusak tapi kemasannya tak lagi terjaga, tidak lagi terlihat bagus, apalagi kalau sampai segelnya sudah rusak, maka akan semakin tidak bernilai,” Pak Toto menghela napas panjang.
“Sebagai perempuan, kalian amat sangat berharga. Jadi, jangan sampai kalian dimiliki dengan cara yang salah, jangan sampai begitu mudah disentuh, dibawa seperti barang yang tidak ada harganya. Air kemasan saja harus dibeli dahulu baru diizinkan oleh penjual untuk dibawa dan dibuka segelnya, apalagi kalian, mahluk Tuhan yang sangat berharga. Aisyah mengerti, kan, maksud Ayah?” terang ayahnya yang mengundang tanya. Aisyah mengangguk.
“Perempuan yang berharga itu tidak boleh sembarangan disentuh dan mudah dibawa ke mana-mana, harus menjaga segel dirinya dengan baik sampai benar-benar dimiliki oleh orang yang tepat. Tidak seperti kebanyakan perempuan yang Aisyah lihat di tempat ini. Artinya apa, Sayang?” tanya Pak Toto lembut.
“Tidak boleh pacaran, Ayah. Karena pacaran itu bisa menjadi penyebab hilangnya harga diri Aisyah sebagai seorang perempuan,” jawab Aisyah penuh keyakinan.
“Benar sekali, Nak. Kita sudah menjadi bangsa yang merdeka, tapi bukan berarti merdeka dalam berbuat keburukan. Kemerdekaan seharusnya membawa kita pada kemajuan berpikir. Kita tidak lagi mengikuti tradisi, gaya hidup dan kebiasaan buruk dari bangsa lain,” sejenak Pak Toto menarik nafas.
“Karena kita bangsa bermoral, yang menjunjung tinggi keyakinan pada Tuhan. Seharusnya hal itu bisa membentengi kita dari pengaruh buruk yang mengatasnamakan kebebasan namun akhirnya merusak generasi penerus negeri ini.” Ditatapnya anaknya dalam-dalam searaya melanjutkan nasehatnya.
“Jadi, Ayah berpesan sama kamu, seperti apapun kesulitan yang kamu hadapi dalam menjalani kehidupan, di masyarakat maupun di dunia pendidikan, bergaul bersama teman-teman dengan karakter yang beragam, jangan sampai menggoyahkan prinsip kamu untuk tetap menjaga dan menjunjung tinggi harga dirimu sebagai seorang perempuan,” panjang lebar Pak Toto memberikan penjelasan. Aisyah mengangguk, menatap sang Ayah dengan penuh kekaguman.
Rona jingga yang menghiasi langit sore kini semakin meredup. Pesan penting seorang pahlawan keluarga untuk putri tercintanya begitu membekas di hati. Meskipun bukan dari keluarga berpendidikan tinggi, bahkan sering dipandang sebelah mata oleh sebagian orang, namun Pak Toto memahami prinsip hidup yang sangat luar biasa, sehingga mampu memberikan pendidikan terbaik bagi anak-anaknya.
Pak Toto adalah gambaran nyata dari pesan pahlawan wanita Indonesia, “Banyak hal yang bisa menjatuhkanmu. Tapi satu-satunya hal yang benar-benar dapat menjatuhkanmu adalah sikapmu sendiri.” [R.A. Kartini]
Visits: 78