Meneladani Kesetiaan Hadhrat Abu Bakar ra. Terhadap Rasulullah saw.

Sebagai seorang manusia yang tidak bisa hidup seorang diri, tentunya kita harus menanamkan sikap solid dalam diri agar fitrah saling membutuhkan terhadap sesama dapat terus terjalin dengan baik. Sikap solid inilah yang menciptakan harmoni indah dalam kehidupan. Ketika setiap manusia mengaplikasikannya maka, tolong menolong, kesetiaan dan kasih sayang lambat laun akan menjadi bagian dari sifat, karakter dan kebiasaannya.

Perihal ini, seorang Kepala Gereja bernama Paus Yohanes Paulus II menegaskan, “Tidak ada perdamaian sejati tanpa keadilan, kebenaran, dan solidaritas.” Dijelaskan secara eksplisit bagaimana perdamaian tidak akan tercipta tanpa adanya keadilan, kebenaran dan solidaritas. Karena keadilan pangkal perdamaian dan akar perdamaian adalah solidaritas.

Hari ini tepat pada tanggal 20 Desember, Indonesia memperingati Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional. Apa alasan di baliknya hingga pemerintah menyematkan keistimewaan pada tanggal tersebut?

Tujuh puluh enam tahun yang lalu, Belanda melancarkan agresi militer kedua yang menyebabkan pendudukan Yogyakarta, ibukota Indonesia saat itu. Dalam situasi darurat tersebut, rakyat yang terdiri dari berbagai lapisan bahu-membahu untuk membantu; mulai dari memberikan makanan, menyediakan tempat perlindungan, hingga mendukung perjuangan tentara di garis depan. [1]

Solidaritas dan kebersamaan inilah yang menginspirasi pemerintah untuk menetapkan tanggal 20 Desember sebagai Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional sebagai bentuk untuk mengabadikan momen kesetiakawanan tersebut.

Berbicara mengenai solidaritas, dalam Islam kita akan menemukan banyak kisah yang mengharukan dari Nabi dan sahabatnya. Salah satu kisah yang menerangkan indahnya kesetiaan adalah kisah Hadhrat Abu Bakar Ash-Shiddiq ra. yang setia menemani Rasulullah saw. tatkala perjalanan hijrah ke Madinah.

Dikisahkan, Rasulullah saw. hijrah dari Mekkah ke Madinah untuk menyebarkan dakwah syi’ar Islam. Sebelum Rasulullah saw. melakukan hijrah, Hadhrat Abu Bakar ra. mempersiapkan keperluan beliau, termasuk membeli dua unta untuk mempermudah perjalanan hijrahnya. [2]

Setelah menempuh jarak beberapa mil jauhnya, dengan medan jalan yang tidak mudah untuk dilalui (jalan yang menanjak disertai bebatuan besar), Hadhrat Abu Bakar sempat memapah beliau saw. untuk sampai ke puncak dan berlindung di sebuah gua yang disebut Tsur. Kesetiaan Hadhrat Abu Bakar ini mengantarkannya pada tingkat rohani yang amat tinggi. Ia rela meninggalkan keluarganya di rumah, mengorbankan sebagian hartanya dan menjaga Rasulullah saw. dengan segenap jiwa raganya selama melakukan perjalanan.

Diriwayatkan, ketika berada dalam gua, Hadhrat Abu Bakar sempat menangis. Saat ditanya oleh Rasulullah saw. mengapa ia menangis. Ia menjawab, “Aku tidak menangisi hidupku, ya Rasulullah, sebab jika aku mati, ini hanya menyangkut satu jiwa saja. Tetapi jika engkau mati, ini akan merupakan kematian Islam dan kematian seluruh umat Islam.” [3]

Ketakutan Hadhrat Abu Bakar akan kehilangan sosok Rasulullah saw. juga kesetiaannya pada Rasulullah saw. seyogyanya menjadi cambuk untuk kita. Hati ini amat perih membaca kisahnya, melewati perjalanan syi’ar yang sulit dan melelahkan, namun Hadhrat Abu Bakar ra. melaluinya tanpa satu kata pun keluhan.

Semoga Allah memberikan anugerah pada kita berupa kekuatan hati dan sikap taraahum (solidaritas) untuk senantiasa bahu-membahu melalui rintangan dalam menyampaikan kebenaran ajaran-Nya. Seperti yang telah dicontohkan oleh Hadhrat Abu Bakar ra. Aamiin.

Referensi:
[1] https://m.antaranews.com/berita/4505853/sejarah-hari-kesetiakawanan-sosial-nasional-hksn-dan-implementasinya
[2] https://www.detik.com/hikmah/kisah/d-68300×45/kisah-abu-bakar-temani-rasulullah-saw-hijrah-ke-madinah
[3] tafsir Q.S At-Taubah : 41

Visits: 44

Nurul Hasanah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *