
Suratku untuk Soleha
Assalamualaikum, Sahabat.
Apa kabarmu di sana?
Aku memejamkan mata, membayangkan dirimu membalas salamku.
Tiga tahun lalu….
Saat dirimu terbaring tak berdaya di ruang putih dengan berbagai alat medis di tubuhmu,
Saat keluargamu dan teman-teman kita larut dalam tangis,
Saat tubuhku pun terasa lemas karena sesuatu bernama Covid-19,
Dengan hati perih aku menulis surat pada Hudhur-ku tercinta,
Kuceritakan keadaanmu,
Kuceritakan deretan nama penyakit yang menyerang tubuhmu,
Aku memohon pada Khalifahku,
Memohon kesembuhan untukmu.
Kamu ingat, kan, Sahabat?
Keesokan harinya, mujizat Allah membahagiakan kita.
Kamu terbangun, kamu tersenyum.
Lalu berita bahagia itu sampai kepadaku.
Kamu pulang dan berkumpul kembali dengan keluargamu.
Kamu katakan kamu akan beristirahat.
Kamu katakan kamu akan menyimpan ponselmu dalam-dalam, sementara tak ingin bersua dengan dunia maya.
Tak apa, Sahabatku. Tak apa.
Walaupun diri ini ingin sekali mendengar ceritamu, tentang dunia seperti apa yang kamu lihat saat koma.
Namun….
Mengapa beberapa bulan kemudian berita duka itu kembali datang?
Dirimu berpulang menghadap Pencipta,
Tanpa sempat kita bersua.
Aku telah menunggu masa istirahatmu.
Aku menunggu ceritamu.
Tapi takdir ini telah memisahkan kita.
Namun aku sangat bahagia, sahabatku.
Aku pun akhirnya bersuka cita.
Akhirnya aku mendengar cerita.
Setelah kesembuhanmu, kamu habiskan waktu bersama suami dan anakmu.
Kamu jelajahi bumi ini, menyaksikan dahsyatnya alam ciptaan Allah, menikmati indahnya semesta.
Langkahmu mendatangi ratusan masjid,
Sedekahmu meluas, mengalir tiada henti.
Kamu santuni anak yatim, kamu kasihi fakir miskin.
Kamu selesaikan bacaan kitab sucimu.
Hingga hari itu datang….
Tubuhmu kembali melemah, kamu tiba-tiba terjatuh dan tidak lagi mampu membuka mata.
Kamu memilih pulang pada-Nya.
Apakah kamu mendengar lengkingan tangis anakmu saat itu?
Allah telah memberikan yang terbaik untukmu, Sahabat.
Bersama keluargamu, aku dan semua sahabat kita yang mengikhlaskan kepergianmu.
Perih hati ini hanya sebentar saja, Sahabat.
Bahagiaku sangat kentara.
Allah telah memberikan waktu untukmu.
Di akhir hidupmu, kamu habiskan waktu untuk mengumpulkan bekal akhiratmu.
Hidupmu indah, Sahabat.
Kamu berada di tempat yang indah sekarang.
Bahagialah bersama Allah Ta’ala.
***
Kisah ini adalah lanjutan dari tulisan pertama saya di Islam Rahmah dengan judul: Doa Khalifah Menyentuh langit. (*)
(*) https://islamrahmah.id/doa-khalifah-menyentuh-langit/
Visits: 52