Rahasia di Balik Sempurnanya Bilangan Puasa Ramadan

Rahasia di Balik Sempurnanya Bilangan Puasa Ramada

Bagi seorang Muslim, tentu perintah puasa di bulan Ramadan bukan sekedar kewajiban. Seiring dengan perkembangan zaman makna puasa yang merupakan ibadah dengan beribu manfaat nyatanya tak serta-merta dilaksanakan oleh Muslim itu sendiri makna ibadah ini bagi sebagian orang mulai bergeser. 

Bagi sebagian orang, puasa tidak lagi dikerjakan dengan baik bahkan ada yang jelas-jelas meninggalkan perintah ini, padahal Allah SWT. Sendiri memberikan keringanan bagi orang-orang yang tidak mampu berpuasa untuk bisa menggantikan bilangan puasa di hari lain dengan mengqadhanya. Hal ini tertuang dalam Al-Qur’an, orang yang diberikan keringanan adalah orang yang sedang di perjalanan, sakit dan bagi yang tidak sanggup boleh menggantinya dengan fidyah. Dan di akhir ayatnya Allah SWT. Memberikan perintah untuk menyempurnakan puasa tersebut. 

Begitu indahnya bukan, meskipun puasa adalah kewajiban namun tetap ada pengecualian yang tidak memberatkan sama sekali bagi umat Islam. “Dan sempurnakanlah bilangan Ramadan, dan bertakbirlah kalian kepada Allah.” [1]

Allah SWT. Telah meletakkan pertimbangan syariat pada kemudahan. Orang sakit maupun musafir yang berkemampuan, mereka hendaknya selain menggenapi puasa juga membayar fidyah. Yang diterangkan di sini adalah tentang orang sakit dan musafir yang tidak memungkinkan baginya untuk berpuasa di masa mendatang. Misalnya orang tua yang sudah renta atau wanita yang mengandung dengan kondisi lemah sehingga setelah melahirkan pun dia tidak bisa berpuasa karena harus menyusui bayi. [2]

Selanjutnya Hadhrat Masih Mau’ud as. Bersabda, “Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadan dalam kondisi sakit atau dalam perjalanan, dia tidak menaati perintah Allah SWT. Setelah sehat dan setelah selesai perjalanan maka berpuasalah. Hendaknya perintah Allah SWT. Itu diamalkan. Sebab najat/keselamatan diperoleh dari karunia Ilahi bukan karena memperlihatkan kekuatan amal-amalnya. Allah SWT. Tidak menerangkan ringan dan beratnya sakit, atau pendek dan panjangnya perjalanan, perintah ini bersifat umum. [3]

Kita patut bersyukur diberikan kesehatan dan kemampuan, maka tidak ada alasan lagi untuk kita mengabaikan perintah ini. Hadhrat Siti Aisyah ra., merupakan salah satu contoh seorang yang mulia ini pun mengqadha puasa karena alasan sibuk dalam melayani kebutuhan seorang nabi Allah. Itu artinya begitu pentingnya dalam mengganti bilangan puasa yang belum sempurna. 

Mari kita renungkan, apakah kita semua mampu melaksanakan ibadah ini; dan segala kebaikan yang ada di dalamnya dapat kita raih? Puasa di bulan Ramadan jangan dijadikan rutinitas belaka yang hadir setiap tahun hingar-bingarnya keduniawian tetapi sepi dari hakikatnya puasa. Selayaknya bulan ini dijadikan sebagai bahan perenungan untuk mensucikan diri kita sehingga dapat kembali bersih ketika bulan yang penuh berkah ini telah usai. 

Semoga kita semua diberikan kesehatan dan kesempatan untuk menyempurnakan ibadah ini selama sebulan penuh dengan memetik hikmahnya untuk dijadikan bekal menjalani hidup dengan kebiasaan beribadah lainnya seperti salat nafal, mengaji dan ibadah lain sehingga rutinitas di bulan Ramadan dapat dikerjakan di bulan-bulan lainnya. Aamiin.

Referensi:

[1] QS. Al-Baqarah 2: 186

[2] Al-Badr, jld. 6, No. 42, hal. 7, tgl. 17.10.1907; Malfuzat, jld. 9, hal. 431- 432

[3] Al-Badr, jld. 6, No. 42, hal. 7, tgl. 17.10.1907; Malfuzat, jld. 9, hal. 431

Visits: 37

Munirah Sidiqah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *