
Islam dan Perempuan: Antara Stigma dan Realitas
Saat ini, banyak orang yang mengira bahwa Islam mengerdilkan fungsi perempuan. Mereka berpikir bahwa ruang gerak perempuan hanyalah di dalam rumah, dan jika mereka keluar rumah, maka pakaian mereka pun diatur sedemikian rupa. Stigma bahwa Islam adalah agama yang tidak ramah terhadap perempuan pun semakin kuat, terutama di negara-negara Barat. Tidak jarang, stigma ini mendorong sikap ketidaksukaan yang biasa disebut Islamofobia.
Islamofobia tidak hanya muncul dalam isu-isu seperti terorisme, tetapi juga dalam hukum-hukum Islam, termasuk yang berkaitan dengan perempuan. Salah satu contohnya adalah penerapan pardah (hijab). Banyak pihak di negara-negara Barat menganggap bahwa hijab adalah bentuk pengekangan terhadap perempuan karena dianggap membatasi kebebasan berekspresi. Bahkan, tidak sedikit perusahaan atau sekolah di negara Barat yang melarang penggunaan hijab.
Mereka beranggapan bahwa Islam menempatkan perempuan pada kasta terendah dan tidak memberi mereka hak untuk menentukan keputusan atas diri sendiri. Namun, jika ditelusuri kembali ke zaman Jahiliah—sebelum Islam muncul—kedudukan perempuan setara dengan barang. Mereka dapat diperjualbelikan oleh suami-suami mereka. Belum lagi, dalam peperangan antarsuku, selain merampas harta benda, pihak yang menang juga menjadikan perempuan sebagai budak. Selain itu, pada masa kegelapan tersebut, seorang pria dapat menikahi belasan perempuan, ditambah dengan memiliki budak perempuan. Oleh karena itu, banyak bayi perempuan yang dibunuh karena dianggap membawa aib bagi keluarga di masa depan.
Setelah Islam datang, perempuan mulai dihormati. Mereka dimuliakan dengan aturan untuk menjaga aurat serta diberikan hak dan kewajiban yang sama dengan laki-laki, meskipun dalam bentuk yang berbeda. Dalam Islam, pernikahan pun diatur, di mana seorang pria hanya diperbolehkan menikahi maksimal empat perempuan dengan syarat-syarat tertentu. Selain itu, mahar ditetapkan sebagai bentuk penghormatan kepada perempuan.
Hal ini menunjukkan bahwa Islam justru mengangkat martabat perempuan dari masa keterpurukan menuju masa di mana mereka mendapatkan kedudukan yang lebih baik. Bahkan, hingga saat ini, Islam menetapkan perempuan sebagai sosok penting dalam berbagai aspek kehidupan. Salah satunya adalah peran perempuan sebagai pendidik generasi. Sebab, tugas membesarkan dan mendidik anak ada di tangan mereka. Secara tidak langsung, masa depan suatu generasi bergantung pada perempuan. Sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah syair Arab:
“Ibu adalah sekolah pertama bagi anaknya. Bila engkau mempersiapkannya, maka engkau telah mempersiapkan generasi terbaik.” [1]
Referensi:
[1] Syair Arab
Visits: 92