
PEMUDA, PEMIMPIN MASA DEPAN BUKAN DARI GENERASI REBAHAN
Usamah bin Zaid bin Haritsah adalah salah satu sahabat Nabi Muhammad saw. yang terkenal sebagai panglima perang termuda dalam sejarah Islam. Beliau memimpin pasukan Muslim pada usia 18 tahun, sebuah pencapaian luar biasa yang menunjukkan kepercayaan Rasulullah saw. terhadap kemampuannya.
Usamah dibesarkan dalam lingkungan tauhid. Ayahnya, Zaid bin Haritsah, adalah salah satu orang pertama yang masuk Islam, dan ibunya, Ummu Ayman, adalah pengasuh Nabi saw. sejak kecil. Usamah ikut dalam Perang Mu’tah (8 H) saat berusia sekitar 15 tahun bersama ayahnya.
Ia dikenal sebagai pemuda yang tekun beribadah dan selalu siap membela Islam. Nabi saw. awalnya menolaknya karena masih kecil, tetapi karena kegigihannya, beliau akhirnya mengizinkannya bergabung.
Nabi saw. sengaja memilih Usamah, bukan sahabat senior, untuk memimpin pasukan. Hal ini menunjukkan bahwa Rasulullah saw. melihat bakat alaminya dalam strategi perang. Saat memimpin ekspedisi ke Syam, Usamah berhasil mengalahkan pasukan Romawi dan pulang dengan membawa kemenangan, meskipun pasukannya kecil. [1]
Meskipun muda, ia memiliki kecerdasan dan keberanian yang luar biasa. Kepemimpinan tidak ditentukan oleh usia, tetapi oleh kapasitas, keimanan, dan kecakapan. Dengan bekal ilmu, rajin, dan penuh keberanian, pemuda bisa memimpin bahkan orang yang lebih tua. Kepercayaan Nabi saw. kepada pemuda menunjukkan betapa Islam memberi peluang besar bagi generasi muda untuk berperan penting.
Usamah bin Zaid adalah teladan pemuda Muslim yang rajin, berani, tidak malas, dan penuh semangat. Kisahnya menginspirasi generasi muda untuk berkontribusi bagi agama dengan ilmu dan amal. Selaras dengan salah satu nasihat Hadhrat Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad (Khalifatul Masih II) yang sangat menginspirasi:
“Wahai kaum muda jemaat, ada sesuatu yang ingin kukatakan kepada kalian. Tinggalkanlah kemalasan, janganlah kalian duduk bertopang dagu. Ketahuilah, mengkhidmati agama merupakan suatu karunia Ilahi.” [2]
Pemuda adalah tulang punggung umat. Jangan hanya berpangku tangan, karena hal itu dapat menghambat potensi besar mereka. Pemuda Muslim harus produktif dan tidak menyia-nyiakan waktu. Contoh nyata, Usamah bin Zaid memilih aksi. Ia tidak menunggu giliran atau usia cukup, tetapi langsung mengambil peran saat Nabi saw. mempercayainya sehingga ia memimpin pasukan di usia muda.
Sementara itu, masih banyak pemuda hari ini yang terjebak dalam budaya “rebahan” atau malas-malasan, menghabiskan waktu dengan hal-hal yang tidak produktif. Fenomena ini sering dikaitkan dengan kemudahan akses hiburan, seperti menggulir media sosial, bermain gim, atau menonton tayangan daring. Padahal, masa muda adalah kesempatan emas untuk menuntut ilmu, mengembangkan diri, berkontribusi untuk masyarakat, dan beribadah dengan sungguh-sungguh.
Budaya rebahan bukanlah hal yang salah jika dilakukan sesekali untuk istirahat. Namun, ketika menjadi kebiasaan dominan, hal ini dapat menghambat potensi pemuda. Diperlukan kesadaran diri, lingkungan yang mendukung, dan langkah kecil yang konsisten untuk beralih ke gaya hidup yang lebih produktif.
Nasihat tentang pemuda juga disampaikan oleh Ir. Soekarno:
“Beri aku seribu orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Beri aku sepuluh pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia.” [3]
Soekarno percaya pada pemuda sebagai tulang punggung bangsa. Dunia berubah bukan oleh jumlah, tetapi oleh semangat dan visi. Pemuda memiliki kekuatan untuk menciptakan sejarah baru. Namun, jika pemuda hanya menggulir media sosial tanpa aksi nyata, mereka akan menjadi penonton sejarah. Sebaliknya, jika mereka bergerak seperti Usamah, mereka akan menulis sejarah.
Pemuda hari ini adalah pemimpin masa depan. Mari menjadi generasi Usamah bin Zaid, bukan generasi rebahan! Jangan tunggu tua untuk berbuat baik, bergeraklah untuk berkontribusi.
Referensi:
[1] Yusuf Abdul Karim, Zuhair Musthafa, Tiga Pemuda Cemerlang (2024), Fatiha
[2] Nazem Hz Khalifatul Masih II – No Nehalan-e-Jamaat
[3] Ir. Soekarno
Visits: 72