SKB LOKAL UNTUK AHMADIYAH SINGAPARNA, HARUSKAH?

Separuh wabah corona pun belum beranjak ketika para ahmadi harus berhadapan dengan kenyataan yang membuat sesak. Salah satu masjid Ahmadiyah di Singaparna, nyaris disegel oleh aparat setempat pada hari Sabtu, 4 April lalu. Kekuatan yang seharusnya datang ketika kita bergandengan tangan di tengah pandemi, harus terrobek karena hujaman virus intoleransi.

Masjid Al-Aqsa, salah satu bangunan tempat ibadah milik Jemaat Ahmadiyah Indonesia Cabang Singaparna, kali ini harus berhadapan dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) yang dikeluarkan oleh aparat setempat. Bukanlah hal yang mudah dicerna, ketika aparat setempat ‘meniru’ apa yang pernah dilakukan oleh pemerintah pusat ketika mencetuskan ‘SKB 3 Menteri’. Alih-alih memberikan rasa aman, surat keputusan semacam ini justru menjadi sumbu ledak yang membahayakan.

Bagaimana tidak? Jemaat Ahmadiyah sudah sangat sering menerima perlakukan persekusi dan tindakan intoleransi dari banyak pihak, baik di skala lokal maupun nasional. SKB 3 Menteri adalah sebuah titik sejarah yang membuat para ahmadi harus mengalah demi ketaatan kami kepada pemerintah. Sebagaimana khalifah Ahmadiyah pun  menyerukan untuk senantiasa mentaati aturan-aturan pemerintah di negara masing-masing tempat Jemaat ini berada. Di sebanyak 213 negara Ahmadiyah berada, di sebanyak itu pula pemerintahan yang harus ditaati oleh tiap-tiap cabangnya.

Namun demikian, apa yang terjadi di Singaparna adalah sebuah cabikan bagi kekuatan moral yang sedang kita rajut bersama. Bangsa ini sedang berduka karena wabah nasional, bahkan dunia. Sebagai warga negara yang baik, ketaatan kepada pemerintah haruslah menjadi modal pengambilan keputusan yang utama. Pemerintah saat ini sedang sangat fokus mengarahkan masyarakat Indonesia untuk bersinergi menghadapi hujaman virus yang bisa membunuh kita kapan saja. Tetapi, ancaman bagi jasmani ini, tidak seharusnya dibarengi dengan ancaman bagi moral dan rohani kita juga.

Tanpa adanya penyegelan masjid pun, Jemaat Ahmadiyah senantiasa mendapat nasihat dari imam rohaninya untuk menahan diri dari peribadatan berskala besar atau perkumpulan-perkumpulan semacamnya, untuk mentaati anjuran social distancing guna mengurangi sebaran virus covid-19. Hal yang demikian saja, sudah cukup membuat kami miris, karena kemakmuran masjid otomatis berkurang dan bahkan lengang. Maka aksi penyegelan masjid, adalah sebuah hantaman yang semakin mencabik-cabik nurani kami sebagai seorang muslim yang merindukan langkah ke rumah Allah.

SKB lokal yang ditujukan kepada JAI Singaparna, antara lain berisi penolakan renovasi masjid dan kegiatan dakwah Ahmadiyah di Singaparna. Satu hal yang perlu diteliti bersama, apakah dalam kegiatan-kegiatan yang akan dilarang tersebut, ada hak-hak masyarakat yang dilanggar oleh JAI Singaparna atau tidak? Sebagai contoh, apakah dalam hal renovasi bangunan, JAI tidak mengindahkan aturan kota dan/ atau kabupaten setempat tentang tata kota dan ruang? Atau semisal dalam kegiatan dakwahnya, apakah JAI melakukan pemaksaan, intimidasi, atau perilaku yang anarkis? Sejauh ini, tidak pernah ada laporan masyarakat terhadap hal yang demikian. Tentu saja tidak, karena cara dakwah Ahmadiyah yang selalu menjunjung tinggi kedamaian Islam yang sejati, sebagaimana tersurat dalam motto jemaat ini, Lover For All Hatred For None. Cinta kasih kami untuk semua umat, dan tidak ada kebencian kepada siapapun.

Indonesia, selesailah dengan hal remeh, dan fokuslah kepada hal-hal besar yang bisa membuat kita bangkit bersama. Bangsa ini sedang mendapat karunia berupa ujian bencana, maka bersabarlah dan semakin dekatlah kepada Sang Maha Pencipta. Bersinergilah dengan program-program besar pemerintah pusat untuk menyelamatkan biduk Indonesia, dan redamlah amarah yang bisa merenggangkan jarak dan merusak kekuatan moral masyarakat yang sedang rapuh di tengah bencana.Ahmadiyah selalu ada untuk Indonesia, karena kami Indonesia.

Visits: 54

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *