
JERITAN KASIH SAYANG SEORANG IBU
Aku adalah seorang ibu rumah tangga dengan tiga orang putra. Tepat di bulan april 36 tahun yang lalu aku melahirkan seorang bayi yang sangat lucu dan tampan.
Ya, dia adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Semenjak kecil dia anak yang paling kumanja dan kusayangi. Masa kecilnya begitu patuh terhadap kedua orang tua, pintar, rajin mengaji, dan tak pernah meninggalkan sholat.
Begitu beranjak remaja, tepatnya duduk di kelas tiga SMP, dia mulai berubah. Jadi nakal dan bengal.
Awal kenakalannya dia mulai merokok. Lambat laun dia mulai meninggalkan sholat, melupakan mengaji dan pergi ke masjid.
Setiap hari dia hanya bergaul dengan anak-anak nakal dan berandalan yang usianya jauh lebih tua darinya.
Lambat laun dia semakin akrab dengan teman-temannya. Kedekatan tersebut menjadikan dia lebih nakal dan semakin brutal.
Mulailah dia diajarkan mengkonsumsi obat-obatan terlarang juga minuman keras. Semenjak saat itu hatiku mulai menjerit dia mulai melawan dan membantah kepada kedua orang tua, keluarga dan lingkungan dimana ia tinggal.
Tapi aku tetap bersabar dan menyayangi dia untuk tetap mendidik dan mengajarkan dia bahwa perbuatannya itu salah dan tidak benar.
Sayangnya,ia tidak pernah mau mendengar ucapanku, bahkan selalu membantah dan melawan terhadap apa yang kusampaikan. Tapi aku tetap berusaha untuk bersabar dan menyayanginya.
Sampai suatu ketika dia pun semakin terjerumus ke dunia hitam yang membuatnya malas belajar dan sekolah.
Semua jenis narkoba ia jajal yang membuatnya praktis kecanduan. Segala cara akhirnya ia halalkan guna mendapatkan uang untuk membelinya.
Uang SPP sekolah tidak pernah dibayarkan sampai akhirnya aku dipanggil pihak sekolah, karna dia tidak pernah masuk sekolah dan tidak pernah membayar iuran SPP.
Hatiku begitu sedih. Rasa kecewa menyelimuti. Dan bukan kepalang malunya. Air mataku tak terbendung mengetahui kelakuan anakku di sekolah.
Aku memohon kepada pihak sekolah agar anakku tetap bisa lulus sekolah. Meski lewat jalur yang tidak biasa. Tapi biarlah, minimal ia bisa lulus SMA.
Usai kelulusan, kelakuannya makin menjadi. Tiap hari dia selalu berbohong dan memeras orang tuanya. Aku mulai geram, setiap hari aku menangis dan menjerit karena tingkah lakunya.
Setelah habis barang-barangku yang di rumah, dia kebingungan mencari uang. Dosis narkoba yang dia kosumsi semakin tinggi. Akhirnya dia putar otak untuk bisa memenuhi kebutuhan pokoknya ini.
Dia memutuskan untuk menjadi bandar narkoba. Setelah menjadi bandar, sikap mulai sombong dan angkuh. Merasa punya banyak uang. Merasa bisa menghidupi diri sendiri.
Tapi takdir berkata lain. Dalam waktu singkat ia tertangkap polisi. Aku dan keluarga begitu kaget dengan satu pencapaian buruk barunya itu.
Setiap hari aku tak henti-hentinya menangis . Tetapi jeris-tangisku tak bisa berbuat apa-apa. Tak lantas membuatnya lepas dari hukuman penjara.
Penyelesan selalu datang kemudian. Dia mulai sadar. Mulai mengerti bahwa nasihat orang tua adalah untuk kebaikannya.
Penjara mengantarkannya ke pintu pertobatan. Ia bebas dengan memanggul sebongkas rasa penyesalan terhadap apa yang sudah ia lakukan.
Hatiku senang. Amat bahagia melihatnya kembali rajin beribadah, berbuat baik dan beramal salih. Sujud syukur kupersembahkan kepada Allah dengan perubahan sikapnya saat ini.
Seiring berjalannya waktu dia berusaha mencari pekerjaan untuk membantu orang tuanya. Teman dan saudara-saudaranya pun dia hubungi untuk menanyakan pekerjaan.
Hari demi hari, waktu demi waktu terus berganti tetapi lowongan pekerjaan belum juga datang.
Akhirnya dia memutuskan untuk bekerja sebagai tukang parkir di sebuah toko.
Kembalinya dia ke jalan, membuat dia kembali berubah. Ia seolah menemukan kembali masa lalunya. Ditinggalkan shalat. Mendekatlah ia kembali kepada kemunkaran.
Setiap hari dia mulai minum minuman keras lagi. Dia pun mulai gemar berkata kasar kepadaku. Hampir setiap malam dia pulang dalam keadaan mabuk.
Hatiku mulai merintih dan menjerit lagi. Baru saja aku bersyukur melihat perubahannya kini dia kembali lagi ke dalam dunia hitam.
Di tengah merebaknya covid-19 saat ini dia tetap berkumpul dengan teman-temannya sambil minum minuman oplosan.
Di suatu malam. Tepat jam 12 malam dia pulang dalam keadaan mabuk berat. Dia begitu gelisah, dadanya terasa begitu panas dan sesak. Matanya memerah dan mulai muntah. Seringkali dia menyiram kepalanya dengan air es di kulkas.
Seolah tahu bahwa satu jenis takdir akan menjemputnya, ia mulai menangis tersedu-sedu. Memohonkan ampun kepada Allah atas dosa-dosa yang diperbuat selama ini.
Tiba-tiba ia merebahkan diri. Meraih kakiku. Membenamkan kepalanya di atas kakiku sembari menangis kencang seperti anak kecil. Lalu, sejumput kalimat maaf terlontar dengan lirihnya.
Sampai kapanpun, seburuk apapun sikapmu terhadapku, aku tetap memaafkan dan menyayangimu nak, jawabku sambil tak kuasa melihat penderitaan yang tengah ia alami.
Dibawa lah ia ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan. Setelah 24 jam dalam perawatan di rumah sakit dia menghembuskan nafasnya yang terakhir.
Ya Allah tidak pernah sedikitpun terlintas dalam fikiranku akan kehilangan dia untuk selama-lamanya.
Selamat jalan putraku sayang, maafkan ibumu yang tak bisa mendidik dan menjagamu dengan baik!
Ampunilah dosa-dosa anakku Ya Allah, kasihanilah dia, terimalah amal ibadahnya.
Bersumber dari curahan hati seorang ibu, yang baru saja ditinggal pergi putra kesayangannya.
Visits: 111