Bahayanya Terlalu Banyak Bicara

Putri dari Brahim Chnina pasti tidak menyangka bahwa kebohongan yang ia sampaikan ke ayahnya, akan memiliki efek bola salju yang demikian besarnya. Kebohongan yang tadinya dengan sederhana ia harapkan bisa menyelamatkannya hanya dari kemarahan ayahnya, karena perilakunya di sekolah yang menghasilkan hukuman skors dari sang guru, Samuel Paty. Namun, kebohongan dengan mengatakan bahwa gurunya, Samuel Paty, menunjukkan karikatur Nabi Muhammad saw. di kelas, malah menghasilkan prahara demi prahara yang semakin besar yang harus menaungi Prancis dengan awan gelap terorisme.

Tanpa melakukan tabayyun, Brahim Chnina juga begitu saja mempercayai kebohongan putrinya. Tersulut amarah karena anaknya membawa-bawa nama Rasulullah saw. untuk melengkapi kebohongannya, Brahim membuat video di media sosial yang berisi kecaman kepada Samuel Paty dan tuntutan agar sang guru dipecat. Ternyata, nasib Paty harus lebih tragis daripada sekedar dipecat. Ia dibunuh oleh seorang pemuda Muslim Rusia bernama Abdoullakh Anzorov, yang terprovokasi video Brahim tersebut, pada Jumat, 16 Oktober 2020.

Tak cukup sampai di situ, penyerangan atas nama agama kemudian kembali terjadi dua minggu kemudian, terhadap tiga warga Prancis yang ditusuk di gereja basilika Notre-Dame di Nice, Prancis. Presiden Prancis Emmanuel Macron pun sampai menyampaikan rasa duka dan empatinya terhadap korban. Kemudian protes besar-besaran pun terjadi yang menuntut penuntasan kasus pembunuhan Samuel Paty.

Kejadian ini menjadi bukti kekuatan kata-kata yang tidak ala kadarnya. Kata-kata, apalagi bila dibumbui dengan dusta dan emosi, memiliki kekuatan untuk merusak. Kata-kata buruk mampu membakar dan melahap siapa saja. Inilah mengapa Hadhrat Umar bin Khattab ra. bersabda, “Aku tidak pernah sekalipun menyesali diamku. Tetapi aku berkali-kali menyesali bicaraku.” Beliau ra. menyadari betul kedahsyatan kekuatan kata-kata.

Islam mengajarkan umatnya untuk sangat berhati-hati dalam berbicara, sehingga bila kita tak bisa mengeluarkan kata-kata baik, lebih baik kita diam. Sebagaimana dalam hadits disebutkan, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Kadangkala sebagai manusia yang memiliki begitu banyak kelemahan dan kekurangan, kita sering dilanda emosi sehingga gelap mata. Dan bicara dianggap bisa menjadi salah satu cara untuk melegakan hati dari panasnya bara emosi yang melanda. Tetapi, Islam mengajarkan umatnya untuk bisa menahan dan meredakan emosi. 

Hz. Masih Mau’ud Mirza Ghulam Ahmad as. menyatakan bahwa, “Kesombongan dan keangkuhan timbul dari amarah, dan kadang-kadang amarah itu sendiri merupakan hasil dari kesombongan dan keangkuhan, sebab amarah tersebut timbul tatkala seorang manusia menganggap dirinya lebih tinggi dari yang lain.” (Malfuzat, jld I, hlm. 36 / Pidato Pertama Hadhrat Masih Mau‟ud a.s. pada Jalsah Salanah, 25 Desember 1897)

Ya, tidak pernah ada dalam sejarah, kebaikan lahir dari kata-kata yang buruk. Karena Hz. Masih Mau’ud as. bersabda lagi, “Hikmah itu bukanlah berarti supaya kita melakukan pembicaraan tanpa sebab yang menimbulkan amarah serta peperangan.” (Malfuzāt, Jld. I, hlm. 6-7) Kebaikan hanya bisa lahir dari cara-cara dan kata-kata yang baik pula. 

Bila kita dilanda emosi, maka istighfar adalah salah satu jalan yang ditawarkan Islam. Sebagaimana Hz. Masih Mau’ud as. menyampaikan, “…wajib bagi manusia agar dia tetap bertaubat dan istighfar, dan dia harus senantiasa memeriksa jangan-jangan perbuatan buruk telah melampaui batas dan mengundang kemurkaan Allah Taala.” (Malfuzat, jld. I, hlm. .297-298)

Kadangkala kita sebagai manusia yang lemah, tergoda untuk menumpahkan emosi dan isi hati. Namun, Hz. Ali bin Abi Thalib ra. bersabda, “Kelak kau akan mengerti bahwa menahan diri untuk membuat seseorang tak tersinggung karena lisanmu, jauh lebih mulia daripada mengutarakan isi hati.” Semoga kita menjadi hamba-hamba Allah yang senantiasa membasahi lidah dan menyirami hati kita dengan istighfar. Aamiin Allaahumma Aamiin.

 

Visits: 336

Lisa Aviatun Nahar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *