
BERBAKTI UNTUK NEGERI
Pagi itu. Suasana amat kelabu. Bukan karena mendung yang menutupi langit. Tapi seberkas pikiran yang tak menentu. Sebab, hari ini aku akan menghadapi sesuatu tantangan besar, dengan resiko besar.
Kulangkahkan kaki meninggalkan rumah. Terasa berat tapi hikmat. Kutinggalkan keluargaku tinggal di rumah. Untuk sebuah pelayanan mulia, untuk negeri ini, untuk setiap kita.
Perasaan tak karuan yang mengaduk-aduk nurani tengah berkecamuk. Bertanya-tanya, mencoba mematikan sendiri, apakah aku akan kembali melihat keluargaku yang kucintai? Karena tugas kali ini berbeda dengan tugas-tugasku sebelumnya.
Hari ini. Negeri ini memanggilku. Untuk bersama-sama berperang melawan Covid-19, yang telah membuat negeri ini menangis. Dengan perasaan khawatir aku mencoba menguatkan hati untuk tetap melangkah menuju hari pertamaku berdinas menangani pasien Covid-19.
Perasaan cemas itu makin berkecamuk saat memasuki kamar pasien. Serasa dada ini sesak. Tubuhku mulai bergetar pelan. Sambil gemeteran, kuambil baju APD yang tak jauh beda dengan seragam astronot.
Meski demikian. Aku cukup bangga dengan diriku. Aku merasa bagian dari orang-orang pilihan yang tengah berjihad mengembalikan senyum bangsa.
Tapi tetap saja. Perasaan was-was selalu hadir. Membisikkan sebuah pertanyaan konyol yang tak perlu zahir di medan jihad ini, akankah baju ini melindungiku dari serangan Covid-19? Apakah nanti keluargaku bisa tertular juga?
Dengan mengucap bismillah melangkahlah kakiku menuju kamar pasien….
Saat aku memasuki kamar pertama. Kulihat sosok mungil lucu tak berdaya dengan selang-selang oksigen di hidungnya. Seketika itu juga, di kedua sudut mataku serasa berkumpul butiran-butiran air yang hendak tumpah sejadi-jadinya. Namun kucoba menguatkan diri, agar bisa menguatkan pasien dan keluarganya.
“Selamat pagi anak-anak ibu,” sapaan yangg kuucapkan pada mereka. Tentu, sambil menyembunyikan gemuruh duka yang melanda kedalaman batinku.
“Mana anak ibu yang bengkak infusnya? Mau ibu infus lagi kan?” Tanyaku pada mereka dengan nada menghibur.
Mereka menyambut sapaanku dengan penuh harap. Tapi tanpa daya di tengah isolasi diri. Bukan cuma fisik mereka yang terserang, batin mereka pun sama. Rasa kalut dan marah juga mencoba untuk menyalahkan takdir yang memilih mereka untuk sakit, terbersit kuat dari wajah-wajah rapuh mereka.
Mereka terisolasi sendiri. Hanya sesekali petugas medis mendekat. Bukan karena kami benci namun terbentur aturan yang juga harus kami jalani demi kemaslahatan bersama.
Mataku tiba-tiba tertuju pada sesosok bayi mungil laki-laki berumur 1,5 bulan. Ia tampak sesak. Selang-selang yang masuk ke hidungnya, menambah sesak juga dadaku.
Melihat wajah tak berdosa bayi ini, akupun berkata dalam hati, mengapa bayi tak berdosa ini terjangkit juga? Sontak, rasa cemas terhadap pasien Covid-19 berubah menjadi rasa iba.
Aku bisa merasakan betapa berkecamuknya perasaan ibu bayi ini. Di saat orang-orang menjauhi virus berbahaya ini, seorang ibu sudah tak memperdulikan lagi dirinya. Bahkan, jika rasa sakit itu bisa dipindahkan ke dalam dirinya, itupun akan ia tempuh.
Begitu besar jasamu ibu…
Setelah selesai semua tindakan kepada pasien, aku terduduk lemas dengan segala rasa gerah, panas dan penat akibat pakaian APD berlapis ini. Namun kami harus taat aturan. Yakni, keluar dari kamar pasien setelah waktu yang ditentukan.
Saat waktu giliran habis segera kulepas baju itu dan kubuang. Betapa nikmatnya udara di luar. Kuhidup okesigen sebanyak-banyaknya. Merasakan sebuah kebebasan dari ruang Isolasi. Aku jadi belajar, perawatnya saja begitu stressnya dengan prosedur isolasi, bagaimana dengan pasiennya?
Di hari pertama ini. Aku jadi banyak belajar berbagai soal kehidupan. Tapi yang kini kurasakan adalah, betapi simpati dan empati kita adalah segalanya bagi mereka yang tengah dihimpit oleh musibah corona ini.
Uluran tangan kita adalah harapan konkret yang mereka bisa rasakan, di tengah perasaan putus asa yang selalu menghantui.
Sepulang dinas aku membersihkan diri dengan mandi di RS. Dan sesampainya di rumah, aku pun mandi lagi. Baru kupeluk keluargaku sambil berucap syukur atas perlindungan Allah SWT yang Maha Agung. Sebab, Dia masih memberiku dan keluarga kesehatan dan kesempatan untuk berbakti pada negeri yang sedang merintih karena corona yang sedang menjadi.
Visits: 48