Berkontribusi Sesuai Kemampuan

Seiring perkembangan dinamika sosial masyarakat yang terus bergulir sebagai kelanjutan dari proses reformasi di Indonesia saat ini, telah terjadi perkembangan dan perubahan sosial yang begitu cepat dan membawa dampak yang sangat besar. Hal ini menuntut keahlian kita sebagai bagian dari masyarakat untuk berkontribusi sesuai ilmu dan keahlian yang kita miliki. 

Sesuai dengan firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 185 yang artinya, “Allah SWT menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” Maksud dari ayat tersebut, Allah SWT tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.

Islam memanggil segala macam ilmu pengetahuan supaya mempersatukan diri dengan agama. Dan para ahli, baik ahli ilmu pengetahuan dan ahli agama, agar bersatu mengabdikan diri kepada Tuhan dan mempersatukan tekadnya untuk kebahagiaan manusia dan alam seluruhnya.

Sumber ilmu dan sumber agama ialah satu yang tidak terpisahkan, yaitu Allah SWT. Al-Qur’an mendorong manusia agar mengembangkan kemampuan berpikir seimbang dengan kemampuan berzikir, mengingat Allah. 

Al-Qur’an menginspirasi perkembangan ilmu pengetahuan dan mengajarkan peran dan tanggungjawab manusia yang diberi amanah ilmu. Al-Qur’an sebagai pedoman hidup menuntun umat manusia agar memperoleh keselamatan dan kebahagiaan dunia dan akhirat.

Namun dalam Islam juga mengajarkan pula ketika seseorang diberi amanah menjadi pemimpin harus bersikap adil dengan menempatkan bawahan atau karyawan secara baik, sesuai dengan prinsip “The right man in the right place” atau “Orang yang tepat pada tempat yang tepat.”

Sesuai dengan ungkapan sebuah hadits, “Barangsiapa yang memegang kuasa tentang sesuatu urusan kaum muslimin, lalu dia memberikan suatu tugas kepada seseorang, sedangkan dia mengetahui bahwa ada orang yang lebih baik daripada orang itu, dia telah mengkhianati Allah, RasulNya dan kaum muslimin.” (HR. Al-Hakim) 

Karena penempatan yang keliru dapat menimbulkan  beberapa akibat buruk bahkan kehancuran. Tersirat dalam ayat Al-Qur’an Surah An-Nisa ayat 58, “Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian untuk menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya.” Dan sebuah hadits, “Bila suatu amanah atau urusan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya maka tunggulah kehancurannya.” (H.R Bukhari, dari Abi Hurairah.)

Kisah yang paling tepat dalam menggambarkan konsep “The right man in the right place” adalah seperti yang dialami Abdurrahman Ibnu Sumurah maupun Abu Dzar Al-Ghifari dimana Rasulullah SAW yang saat itu menjadi pemimpin umat, tahu betul kelemahan dari kedua sahabatnya tersebut.

Bahkan ketika Abu Dzar meminta jabatan kepada Nabi SAW saat teman-temannya telah menjadi Gubernur, Rasulullah SAW berkata, “Innaha amanah wainnaka dhaif” yang artinya “Ini adalah amanah (yang berat) dan engkau adalah orang yang lemah”. Sehingga Rasul menyatakan bahwa tempat terbaik (the right place) untuk Abu Dzar adalah sebagai penulis hadits, bukan sebagai gubernur.

Mestinya kita berkaca pada diri Abu Dzar yang bisa bersikap legowo dalam menerima pernyataan Rasulullah SAW tentang kelemahannya. Begitu pula dengan Abu Bakar Shiddiq r.a yang tidak pernah menjadi panglima perang, karena ia sadar dengan kemampuan dirinya yang lebih cocok menjadi seorang negarawan. Maka konsep “The right man in the right place” sesungguhnya terlahir dari khazanah dunia kepemimpinan Islam.

Semoga kita semua dapat mempersembahkan sebuah karya-karya terbaik sebagai persembahan pengabdiannya  kepada Allah SWT semata untuk menarik keridhoan-Nya. Amin Yra.

Visits: 272

Euis Mujiarsih

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *