
Bersatu dalam Perbedaan Tanpa Melebur Persaudaraan
Seorang pemimpin negara harus dapat memikirkan cara untuk merangkul semua warga negaranya bila ingin membawa bangsanya menjadi besar. Karena, dalam suatu negara terdapat sosial-kultur yang berbeda satu sama lainnya.
Ketika pemimpin negara tidak dapat merangkul semua warganya, maka dikhawatirkan timbul konflik yang menjadikannya tercerai berai. Seorang pemimpin bisa mencontoh dan meneladani Baginda Rasulullah saw. dalam gaya kepemimpinannya.
Rasulullah saw. merupakan pemimpin yang sangat mengedepankan persatuan umat manusia. Hal ini terbukti dalam waktu kurang dari setengah abad, beliau saw. dapat mempersatukan bangsa Arab yang tercerai berai lantaran permusuhan antarsuku.
Bahkan, pencapaian yang dilakukan dalam dakwahnya melampaui ke segala penjuru dunia. Kepemimpinannya menjangkau semua bangsa dengan watak, selera, dan budaya masing-masing, tetapi mereka berbondong-bondong masuk ke dalam agama Islam.
Rasulullah saw. mengedepankan contoh akhlak yang baik kepada orang-orang sekitarnya. Kasih sayang serta kemanusiaannya yang utuh diterapkan baik dari aspek akal, hati, jiwa maupun perasaan tanpa sedikitpun mengabaikan salah satu di antaranya.
Beliau telah berhasil memaksimalkan potensi-potensi yang dimiliki semua manusia, sehingga mampu mengubah perilaku tidak baik menjadi beradab. Keberhasilan. Dalam mendidik umat manusia Rasulullah saw. menjadi bukti bahwa mempersatukan manusia dalam perbedaan yang ada di muka bumi ini adalah mungkin. Sejatinya keberagaman yang dikaruniakan Allah SWT. harus tetap dijaga dalam rasa kemanusiaan.
Beliau saw. berhasil mempersatukan manusia di atas perbedaan ras, etnis maupun warna kulit. Karena, meskipun dalam perbedaan, apabila keharmonisannya senantiasa dijaga, akan tercipta nuansa yang menyejukan, damai dan nyaman sesuai ajaran Islam. [1]
Menghormati perbedaan antara umat manusia juga tertuang di dalam Al-Qur’an. Allah SWT berfirman, “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan. Dan Kami telah menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah yang bertakwa.” [2]
Tafsir dari ayat tersebut menyatakan bahwa semua manusia diciptakan dari laki-laki dan perempuan, maka sebagai makhluk, kedudukan manusia dinyatakan sama dalam pandangan Allah SWT. Seseorang tidak dinilai dari warna kulitnya, hartanya atau pangkat dan kedudukannya dalam masyarakat maupun keturunan atau asal-usul. Melainkan oleh keagungan akhlaknya dan caranya melaksanakan kewajiban kepada Tuhan dan manusia.
Pembagian suku-suku dan rumpun-rumpun dimaksudkan untuk memberikan kepada mereka saling pengertian yang lebih baik terhadap satu sama lain agar mereka saling mengambil manfaat dari kepribadian serta sifat-sifat baik bangsa-bangsa itu masing-masing.
Pada peristiwa haji perpisahan di Mekah tidak lama sebelum Rasulullah saw. wafat beliau berkhutbah di hadapan sejumlah besar orang-orang Muslim dengan mengatakan, “Wahai sekalian manusia! Tuhan-mu itu Esa dan bapak-bapakmu satu jua. Seorang orang Arab tidak mempunyai kelebihan atas orang-orang non Arab, seorang kulit putih sekali-kali tidak mempunyai kelebihan atas orang -orang berkulit merah, begitu juga sebaliknya. Seorang berkulit merah tidak mempunyai kelebihan apapun di atas orang berkulit putih, melainkan kelebihannya adalah sampai sejauh mana ia melaksanakan kewajibannya terhadap Tuhan dan manusia. Orang-orang yang paling mulia di antara kamu sekalian pada pandangan Tuhan ialah yang paling bertakwa. [3]
Sejalan dengan hal tersebut Hadhrat Khalifatul Masih Al-Khamis, Hadhrat Mirza Masroor Ahmad aba. pun menyampaikan pandangannya mengenai hal perbedaan. Beliau bersabda, “Bangsa Eropa tidak lebih unggul untuk bangsa lainnya. Demikian juga bagi bangsa-bangsa Afrika, Asia atau orang-orang dari bagian lain dari dunia. Perbedaan kebangsaan, warna kulit atau etnis semata-mata adalah pengakuan sebagai bentuk atau identitas.”
Jadi, pada dasarnya perbedaan adalah merupakan kehendak Allah SWT. yang bertujuan agar manusia bisa saling mengenal dan menghormati satu sama lainnya. Karena, kriteria orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa.
Oleh karena itu,perbedaan bisa dikelola agar tidak menjadi konflik. Perbedaan yang diterima dengan lapang dada, Insya Allah akan membuahkan rahmat dan menumbuhkan rasa persaudaraan antara sesama manusia.
Referensi:
[1] https//jalandamai.org.narasi
[2] QS. Al-Hujurat 49: 14
[3] Tafsir singkat Al-Qur’an Jemaat Ahmadiyah.
Visits: 66