Diperlukannya Seorang Guru untuk Menguasai Suatu Ilmu

Salah satu kisah seorang sahabat Rasulullah saw. yang bernama Abdullah bin Abbas ra. atau sering juga disebut Ibnu Abbas ra. Beliau adalah sosok yang pandai dan selalu bersemangat dalam menuntut ilmu sejak masih kecil. Ketika Rasulullah saw. wafat, usia Abdullah bin Abbas baru 13 tahun namun keislamannya sudah tinggi.

Suatu hari, Abdullah bin Abbas ra. ingin melihat bagaimana Rasulullah saw. melaksanakan salat malam. Dia pun menginap di rumah Rasullullah saw. Sepanjang malam dia terjaga agar tak terlewati ketika Rasulullah saw. melaksanakan salat malam. Ketika Rasulullah saw terbangun, disiapkannya air untuk Rasullullah saw. berwudu.

Melihat pemuda kecil ini yang sangat sigap, Rasulullah saw. terharu dan bangga. Rasulullah saw. mengusap rambut Abdullah bin Abbas ra. sambil berdoa, “Ya Allah, berikanlah dia keahlian dalam agama-Mu, dan ajarilah dia tafsir kitab-Mu.”

Kemudian, salatlah Abdullah bin Abbas ra. bersama Rasulullah saw. yang merupakan suatu kenikmatan tiada bandingannya. Awalnya, Abdullah bin Abbas ra. berdiri sejajar dengan Rasulullah saw. Hatinya berkata, “Tidaklah pantas untukku sejajar dengan seorang rasul Allah, ia pun mundur sedikit tetapi Rasulullah saw. menariknya. Namun ia kembali mundur.

Selesai salat Rasulullah saw. menanyakan mengapa ia berbuat demikian? “Wahai kekasih Allah dan manusia, tidak pantas kiranya aku sejajar dengan utusan Allah,” jawab Abdullah bin Abbas ra. Rasulullah saw. tersenyum, dengan senyuman yang menenangkan setiap jiwa, dan kembali mendoakan Abdullah bin Abbas ra. dengan doa yang sama.

Setelah Rasulullah saw. wafat, Abdullah bin Abbas ra. berkeliling menemui para sahabat. Ia bertanya dan belajar banyak hal kepada para sahabat. Abdullah bin Abbas ra. rela berjalan kaki, menempuh perjalanan jauh, dan bersusah payah untuk mencari ilmu sehingga terkenal sebagai seorang yang berpengetahuan luas, teliti, serta berpikiran cerdas.

Hal ini tidak terlepas dari ketekunannya dalam mempelajari ilmu sejak masa kecilnya. Sekalipun usianya masih sangat muda, Abdullah bin Abbas ra. tidak sungkan bergaul dengan para sahabat yang telah tua dan berpengalaman. Semua demi mendapatkan ilmu dan pelajaran berharga.

Pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab ra., Abdullah bin Abbas ra. selalu diundang ke dalam majelisnya. Umar bin Khattab ra. menjadikan Abdullah bin Abbas ra. sebagai teman bermusyawarah. Bahkan pendapat dari Abdullah bin Abbas ra. sering kali digunakan sebagai acuan dalam perkara-perkara yang penting.

Pada suatu ketika, seseorang menanyakan kepada Abdullah bin Abbas ra. tentang cara ia mendapatkan ilmu. Abdullah bin Abbas ra. menjawab, “Dengan lidah yang gemar bertanya dan akal yang suka berpikir.” [1]

Dari kisah tersebut, kita diingatkan bagaimana luar biasanya akhlak serta ilmu yang dimiliki Abdullah bin Abbas ra. Namun, tidak pula ilmu tersebut didapat dengan instan, kegigihan serta ketekunan senantiasa tertanam di dalam diri beliau. Serta, tak luput dari doa dan sosok Rasulullah saw. yang menjadi pembimbing untuknya.

Lalu, bagaimana dengan kita selaku umat Rasulullah saw.? Dapatkah kita mengikuti ajarannya serta mampu mengikuti jalan pengkhidmatan kepada agama setelah kewafatannya? Merupakan hal yang sangat penting, bahwa untuk mengkhidmati agama, kita harus menguasai ilmu pengetahuan duniawi dengan baik. Dan kita harus berjuang untuk tujuan tersebut.

Namun, mereka yang telah berjuang untuk menguasai satu sisi pengetahuan tetapi tidak memiliki cahaya rohani pada diri mereka sendiri, maka mereka telah berbuat kesalahan dan menyimpang jauh dari Islam. Bukannya menjadikan ilmu-ilmu tersebut sebagai hamba bagi Islam, mereka justru mencoba dengan sia-sia menjadikan Islam sebagai hamba dari ilmu-ilmu tersebut, dan mereka mulai menganggap bahwa merekalah orang yang bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan agama.

Tetapi, harus kita ingat juga bahwa agama hanya dapat dikhidmati oleh orang-orang yang memiliki cahaya Tuhan pada diri mereka. Pencapaian dari ilmu-ilmu ini dapat berguna hanya jika seseorang itu sangat mukhlis dan berkeinginan mengkhidmati agama.

Selain dari itu, Al-Qur’an merupakan sarana utama untuk meraih kesuksesan ruhani, serta dapat tercapainya tujuan mendapat ilmu-ilmu. Sebab, di dalam Al-Qur’an terkandung semua pengetahuan dan bimbingan yang dibutuhkan untuk menjalani kehidupan yang bertakwa, dan hanya melalui pengamalan ajaran-ajarannya seseorang dapat pula mencapai kesuksesan yang sejati.

Namun, dalam mempelajari Al-Qur’an kita tidak bisa hanya mengandalkan diri sendiri, tentunya akan mengalami kekeliruan. Sebagaimana sabda Hadhrat Masih Mau’ud as., “Ilmu pengetahuan itu memiliki sifat tersendiri yakni tidak dapat dikuasai tanpa guru.”

Ya, seorang Nabi juga merupakan guru yang mengajarkan kalaam Tuhan, lalu memperlihatkan (memperagakan) cara-cara pengamalannya. Seperti halnya Hadhrat Masih Mau’ud as. dalam menguraikan tentang ilham. Maka bersamaan dengan itu, beliau as. juga menjelaskan tentang pemahamannya. Dan bukan kebiasaan yang tampak pada manusia maupun Allah, yakni suatu hal yang bersifat ilmu pengetahuan itu dipaparkan, tetapi tidak dijelaskan bagaimana cara mengamalkannya. [2]

Dengan demikian untuk segala sesuatu diperlukan guru untuk menyelaraskan ilmu pengetahuan sesuai dengan ajaran Rasulullah saw. Semoga kita dapat menjadi seseorang yang mampu menyerap setiap ilmu yang terkandung dalam Al-Qur’an, meneladani Rasulullah saw., serta memegang teguh ajarannya sebagai guru dalam menjalani kehidupan.

Referensi:
[1] Detik.com
[2] Malfuzat, jld. VI, hlm. 115-116

Visits: 42

Cucu Komariah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *