Dosa yang Lebih Dahsyat dari Pembunuhan

Seorang murid meminta maaf kepada gurunya yang telah  di fitnahnya. Mendengar itu Sang guru hanya tersenyum sambil bertanya, “Apa kau serius?”

“Saya serius, Guru!” jawab sang Murid. Guru terdiam sejenak, lalu  bertanya, “Apakah kamu punya sebuah kemoceng?” Sang murid menjawab, “Ya, Guru. Saya punya. Apa yang harus saya lakukan dengan kemoceng itu?”

“Berjalanlah berkeliling lapangan sambil mencabuti bulu-bulu kemoceng itu. Setiap kali kamu mencabut sehelai bulu, ingat-ingat perkataan buruk mu tentang aku, lalu jatuhkan di jalanan yang kamu lalui.”

Esoknya, sang murid menemui Guru dengan sebuah kemoceng yang sudah tak memiliki sehelai bulu pun. “Guru, bulu-bulu kemoceng ini sudah saya jatuhkan satu persatu sepanjang perjalanan. Saya berjalan lebih dari tiga kilo sambil mengingat semua perkataan buruk saya tentang Guru. Maafkan saya, Guru.”

Sang Guru terdiam sejenak, lalu berkata, “Kini pulanglah dengan kembali berjalan kaki dan menempuh jalan yang tadi kamu lalui. Di sepanjang jalan kepulanganmu, pungutlah kembali bulu-bulu kemoceng yang tadi kau cabuti satu per satu. Esok hari, laporkan kepadaku berapa banyak bulu yang bisa kamu kumpulkan.”

Sepanjang perjalanan pulang, sang murid berusaha menemukan bulu-bulu kemoceng yang tadi dilepaskan di sepanjang jalan. Hari yang terik. Perjalanan yang melelahkan. Betapa sulit menemukan bulu-bulu itu. Bulu-bulu itu tentu saja telah tertiup angin, atau menempel di bangunan-bangunan. Atau tersapu ke tempat yang kini tak mungkin ia ketahui. 

Sang murid terus berjalan berjam-jam, dengan pakaian yang dibasahi keringat. Nafasnya terasa berat. Tenggorokannya kering. Hanya lima helai bulu kemoceng yang berhasil ditemukan di sepanjang perjalanan.

Hari berikutnya sang murid menemui Sang Guru dengan wajah yang murung. “Guru, hanya ini yang berhasil saya temukan.” Disodorkannya lima bulu kemoceng ke hadapan sang Guru.

“Kini kamu telah belajar sesuatu,” kata sang Guru. “Apa yang telah aku pelajari, Guru?”

“Tentang fitnah-fitnah itu,” jawab Sang Guru. “Bulu-bulu yang kamu cabuti dan kamu jatuhkan sepanjang perjalanan adalah fitnah-fitnah  yang kamu sebarkan. Mereka dibawa angin  ke mana saja, ke berbagai tempat yang tak  bisa kamu duga. Itu telah menjadi dosa yang terus beranak-pinak tak ada ujungnya.” 

“Meskipun aku atau siapa pun saja yang kamu fitnah telah memaafkanmu sepenuh hati, fitnah-fitnah itu terus mengalir hingga kau tak bisa membayangkan ujung dari semuanya. Bahkan meskipun kau telah meninggal dunia, fitnah-fitnah itu terus hidup karena angin waktu telah membuatnya abadi. Maka kamu tak bisa menghitung lagi berapa banyak fitnah-fitnah itu telah memberatkan timbangan keburukanmu kelak.”

Dari kisah di atas dapat kita simpulkan bahwa begitu besarnya bahaya dari sebuah fitnah yang bahkan tanpa sadar kita ucapkan. Allah SWT. telah berfirman dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah: 217, “Fitnah itu besar (kejam) daripada yang melakukan pembunuhan.”

Begitu bahayanya fitnah yang bahkan lebih besar dosanya dari orang yang telah melakukan pembunuhan. Mengapa demikian? Karena akibat  fitnah, orang bisa saling bunuh dan dunia bisa dilanda perang. Oleh karena itu Islam sangat melarang keras hal-hal yang berkaitan dengan fitnah. 

Namun dari kisah di atas sekiranya bisa menjadi renungan untuk kita semua bahwa ketika kita memfitnah seseorang dengan menyebarkan hal yang tidak baik dan tidak benar kepada satu atau dua orang,  maka akan menjadi lebih dari apa yang bisa dipikirkan dan akhirnya tidak akan bisa kita perbaiki seutuhnya.  

Hal ini bisa menjadikan dosa kita terus dan akan terus  mengalir berkepanjangan tanpa akhir. Sebagaimana yang pernah dikatakan oleh Hadhrat Ali bin Abi Thalib ra., “Barang siapa menyalakan api fitnah, maka dia sendiri yang akan menjadi bahan bakarnya.”

Sungguh bahayanya fitnah ini, membuat pelakunya bisa mendapatkan azab yang pedih baik di dunia maupun di akhirat kelak. Semoga kita semua dijauhkan dari hal buruk seperti fitnah ini. Karena dosa akibat fitnah sangat dahsyat luar biasa.

 

Visits: 993

Mega Maharani

2 thoughts on “Dosa yang Lebih Dahsyat dari Pembunuhan

  1. Manusia diciptakan dengan dua telinga dan satu mulut artinya sebaiknya kita lebih banyak Mendengarkan nasehat daripada banyak berbicara. Membangun sarana komunikasi yang baik antar sesama manusia dpt menghindari terjadinya fitnah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *