Ganjaran Kebaikan di Balik Kekecewaan yang Diikhlaskan

Sejatinya tak ada seorang anak pun yang ingin menjadi piatu dalam kondisi apapun. Kematian memang menjadi rahasia Ilahi dan tak ada yang tahu kapan waktunya. Kita pun menyadari akan tiba waktu untuk kembali karena semua titipan-Nya. Namun ketika waktu itu tiba, mengapa masih begitu menggores luka? Berharap ada dispensasi waktu bersama meskipun sebentar saja. 

Kewafatan Ibu terjadi ketika beliau perjalanan kembali ke tanah air setelah melaksanakan ibadah umroh. Malam hari yang tak akan pernah terlupakan. Saat itu pihak KBRI telpon dan memberi kabar bahwa Ibu sudah tidak merasakan sakit lagi dalam arti ibu sudah kembali kepada Pemiliknya. Tidak hanya perasaan sesak karena kehilangan, pihak RS tempat Ibu dirawat juga memberikan ultimatum agar segera memberikan kepastian: jenazah Ibu akan dimakamkan di Dubai atau tanah air. 

Saat itu hati dan pikiran sama sekali tidak bisa sinkron. Di satu sisi ingin jenazah Ibu dimakamkan di tanah air. Namun melihat biaya yang begitu besar untuk proses kepulangan jenazah, keluarga memutuskan untuk dimakamkan di Dubai. Namun konsekuensinya, keluarga dalam hal ini Ayah, tidak diperbolehkan melihat proses pemakaman. Semua diserahkan kepada pihak rumah sakit untuk mengurus.

Suami selalu menanyakan apakah aku ikhlas, rela untuk tidak melihat Ibu terakhir kalinya. Ternyata Ayah pun merasa berat seandainya tidak dapat menyaksikan prosesi pemakaman. Senjata dan jurus pamungkas ketika jalan keluar buntu, doa adalah segalanya. Pihak KBRI kembali berkoordinasi memberikan jalan agar pihak keluarga menghubungi biro perjalanan yang digunakan Ibu ketika berangkat umroh. Inilah salah satu wujud doa yang terjawab. 

Setelah kami menghubungi pihak biro, ternyata dengan melihat rekam jejak kesehatan Ibu sebagai persyaratan umroh, Ibu dinyatakan berhak mendapatkan asuransi. Kabar ini ibarat air minum segar di tengah gurun pasir. Namun, perjuangan dan lantunan doa belum usai. Pihak biro menyampaikan asuransi dapat keluar tapi tidak bisa dipastikan kapan waktunya sampai klaim dinyatakan beres. Sementara, jenazah Ibu harus segera dipulangkan.

Rasa kecewa kembali datang. Jalan keluar belum menemukan titik terang. Kita selalu percaya Allah itu ada. Dia akan memberikan jalan keluar. Tidak ada harapan yang mengecewakan ketika kita mengandalkan Allah di dalamnya. Alhamdulillah tepat 12 hari setelah kewafatan Ibu, jenazah baru sampai ke tanah air. Sebuah peti jenazah yang sudah dikemas sedemikian rapi dan terpalu paku, seolah memberikan isyarat agar tidak dibuka. 

Berbagai pertanyaan muncul dalam hati, benarkah itu jenazah Ibu? Bagaimana kalau ternyata orang lain? Sebagian keluarga menyarankan agar tidak dibuka, khawatir timbul fitnah karena sudah beberapa hari. Namun Ayahlah orang yang kukuh, apapun yang terjadi harus dibuka. Jangan sampai kami penasaran seumur hidup. “Apapun nanti, itu adalah ibumu.” 

Kami pun sepakat untuk membuka peti jenazah Ibu. MasyaAllah! Sebuah karunia, jenazah Ibu seperti orang yang tertidur pulas, wanginya harum, penuh senyum dan kedamaian. Tidak ada setitik noda pun terlihat. Setiap yang datang melihat kondisi jenazah Ibu merasa inilah karunia yang Allah tampakkan. Orang yang baik akan kembali dengan jalan yang terbaik juga.

Semasa hidup beliau, pernah beliau sampaikan alangkah bahagianya dipanggil Allah setelah dari tanah suci, asalkan keluarga ikhlas. Ternyata kata-kata itu menjadi harapan dan doa yang diijabah Allah Ta’ala. Ibu bahagia, tapi kehilangan Ibu adalah peristiwa terburuk semasa hidupku. Bahkan terlintas kekecewaan yang begitu dalam hingga aku mempertanyakan takdir Tuhan. Kenapa harus aku? Kenapa harus begini jalannya? Aku belum puas memilikinya dan rasa sakit yang mendalam menghantamku karena ketika beliau sakit belum sempat aku menyambanginya dan merawatnya. Namun Allah sudah memanggilnya. 

Di saat galau yang begitu dalam, Allah memberikan penghiburan lewat mimpi. Di mimpi itu, Ibu menyampaikan, “Teruskan perjuangmu mendampingi suami. Ibu sangat bangga dan bahagia memiliki anak sepertimu. Insya Allah kamu bisa lebih dari Ibu.” Mimpi itu yang seolah menjadi obat penawar hati dan support ke arah mana aku harus melangkah menyembuhkan kekecewaan yang mendalam. 

Hazrat Ali bin Abi Thalib r.a. pernah mengatakan, “Ketika kamu ikhlas menerima semua kekecewaan hidup, maka Allah akan membayar tuntas kekecewaan dengan beribu-ribu kebaikan.” 

Mungkin aku pernah kecewa yang begitu mendalam saat kewafatan Ibu. Seandainya waktu itu aku memutuskan menjauhi Tuhanku, aku yakin aku tidak akan pernah berada di posisi saat ini. Mungkin aku sudah binasa. Karena sebagai wujud kekecewaan, aku melampiaskannya dengan mereguk tipu daya dunia yang menyesatkan. Namun Allah memberikan karunia-Nya. 

Setelah melihat proses bagaimana Ibu kembali, banyak pembelajaran terbaik yang tidak hanya dirasakan oleh keluarga namun juga banyak orang. Beliau selalu mengajarkan berbuat baik kepada semua orang, tidak pernah dalam lidahnya terlontar sedikit pun kata-kata yang melukai perasaan orang lain. Ibu selalu peduli terhadap kebersihan masjid dan kehadirannya selalu menyejukkan siapa pun yang pernah mengenalnya. 

Ibu juga adalah orang yang sangat peka dengan keadaan. Pernah suatu ketika ada orang bertamu, Ibu sedang memasak ayam. Saat itu sang tamu buru-buru pergi, tidak menunggu masakan Ibu matang. Sepanjang malam Ibu kepikiran, ‘Kasihan. Jangan sampai sang tamu membayangkan rasa masakannya.’ Besok paginya Ibu memberikan seekor ayam, agar sang tamu tadi memasak masakan yang sama dengan yang Ibu masak. 

Kebaikan-kebaikan inilah yang selalu orang lain ceritakan. Bahkan para tetangga pun berusaha melakukan kebaikan dengan meniru apa yang dilakukan Ibu. Kekecewaan perlahan berganti dengan rasa bangga dan bahagia. Ibu kembali kepada pemilik-Nya dengan cara yang terbaik dan mulia.

Kita hidup di dunia dengan banyak situasi yang harus dihadapi walaupun tanpa persiapan yang terencana. Yang terpenting bukan situasinya, tetapi bagaimana kita menyikapinya. 

Apapun kondisinya, kekecewaan, kesedihan, kelelahan hidup, cobaan apapun itu, jangan merenggangkan hubungan kita dengan Sang Pencipta. Jalani segala takdir dengan tenang. Bukankah Allah Maha Penolong, Maha Pemberi jalan keluar?

Nikmati saja prosesnya. Bukankah Allah selalu memberikan yang terbaik? Satu-satunya cara kita keluar dari situasi sulit adalah dengan bersujud, berdoa kepada Allah, menaruh perhatian khusus pada istigfar dan sedekah sebagaimana yang disampaikan Hazrat Mirza Masroor Ahmad a.b.a. Karena sejatinya Allah mampu mengubah momen terpuruk dalam hidup menjadi hal yang terindah.

Visits: 194

Endah Fitri

1 thought on “Ganjaran Kebaikan di Balik Kekecewaan yang Diikhlaskan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *