Hedonisme, Paham Kesenangan Semu

Dunia kini tengah memasuki pusaran hedonisme yang semakin menggila. Apa yang dimaksud hedonisme? Dikutip dari Wikipedia, hedonisme adalah pandangan hidup yang menganggap bahwa orang akan menjadi bahagia dengan mencari kebahagiaan sebanyak mungkin dan sedapat mungkin menghindari perasaan-perasaan yang menyakitkan. Hedonisme merupakan ajaran atau pandangan bahwa kesenangan atau kenikmatan merupakan tujuan hidup dan tindakan manusia. 

Hedonisme ingin menjawab pertanyaan filsafat “apa yang menjadi hal terbaik bagi manusia?” Hal ini diawali dengan Socrates yang menanyakan tentang apa yang sebenarnya menjadi tujuan akhir manusia. Lalu Aristippos menjawab bahwa yang menjadi hal terbaik bagi manusia adalah kesenangan. Aristippos memaparkan bahwa manusia sejak masa kecilnya selalu mencari kesenangan dan bila tidak mencapainya, manusia itu akan mencari sesuatu yang lain lagi. 

Pandangan tentang ‘kesenangan’ (hedonisme) ini kemudian dilanjutkan seorang filsuf Yunani lain bernama Epikuros. Menurutnya, tindakan manusia yang mencari kesenangan adalah kodrat alamiah. Meskipun demikian, hedonisme Epikurean lebih luas karena tidak hanya mencakup kesenangan badani saja, melainkan kesenangan rohani juga, seperti terbebasnya jiwa dari keresahan.

Meskipun Epikuros sudah menyempurnakan paham hedonisme dengan menyeimbangkan kesenangan badani dan kesenangan rohani, pada kenyataannya kehidupan manusia semakin hari semakin condong pada gemerlap dunia dan segala kemajuannya. Kehidupan penuh foya-foya, pesta pora, menghambur-hamburkan materi yang ada seolah telah merasuk hampir ke semua kalangan.

Beragam adat, kebiasaan, perilaku dan pola hidup yang berlaku sekarang sudah banyak melenceng jauh dari tuntunan sosial maupun agama. Lihatlah, betapa perubahan demi perubahan yang terjadi telah memaksa manusia berada dalam lingkaran yang menyesatkan. 

Perihal kemajuan duniawi ini, Hazrat Masih Mau’ud as. bersabda: “Janganlah kamu terheran-heran memikirkan bagaimana kaum-kaum yang lain bisa maju, padahal mereka tidak tahu menahu tentang Tuhan-mu Yang Paripurna dan Maha Perkasa itu? Jawabannya adalah karena mereka telah meninggalkan Tuhan, dengan demikian mereka telah dihadapkan kepada ujian secara materi. Kadangkala ujian dari Tuhan itu mengambil bentuk demikian: barangsiapa yang meninggalkan Tuhan, hatinya lekat kepada kemabukan serta kelezatan dunia dan mendambakan kemewahan materi maka kepadanya pintu keduniaan dibukakan, tetapi ditilik dari segi pandang agama orang itu miskin dan telanjang belaka.” (Ajaranku, 2021:27)

Bagaimana dengan umat Islam?

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sungguh, kalian benar-benar akan mengikuti kebiasaan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga sekiranya mereka masuk ke dalam lubang biawak sekalipun kalian pasti akan mengikuti mereka.”  (HR Muslim).

Nampaknya, tarikan kesenangan dunia ini begitu kuatnya. Hingga umat ini pun tak luput dari pengaruh-pengaruhnya sebagaimana sudah diingatkan oleh Rasulullah SAW. Adat kebiasaan yang sejatinya bukanlah ajaran Islam pun telah merasuk jauh dalam kehidupan kaum muslim. 

Lihat satu contoh nyata, tatkala bulan puasa dan Idul Fitri tiba. Tak sedikit umat Islam yang justru sibuk dalam memenuhi keinginan-keinginan duniawi, membeli berbagai makanan lezat secara berlebihan, berduyun-duyun mempersiapkan segala pernak-pernik untuk merayakan Idul Fitri hingga tak jarang menghalalkan segala cara, menyalakan kembang api dan berkeliling dalam keramaian tiada henti. 

Begitupun saat menjelang akhir tahun seperti yang akan kita lalui tidak lama lagi. Banyak sekali yang kemudian menyibukkan diri dalam pesta-pesta, hura-hura dan segala macam hiburan yang digelar sepanjang waktu, seolah tidak ada hari lain yang lebih penting dari hari tersebut. Segala perhatian, energi, dan materi terkuras habis hanya untuk meraih kesenangan sesaat.

Adakah Islam mengajarkan semua ini? Tentu saja tidak. Sebaliknya, Islam menghendaki umatnya berjalan atas dasar tawadhu dan kesederhanaan berlandaskan iman dan takwa. Islam bahkan sudah menanamkan nilai-nilai pengorbanan dalam diri kaum muslim sejak awal mula Islam ada, semata-mata untuk menjadikan umat ini sebagai umat yang mampu mengendalikan diri dari jerat gemerlap kehidupan dunia.

Semoga kita tidak termasuk bagian dari mereka yang digambarkan oleh Rasulullah SAW. dan Hazrat Masih Mau’ud as. di atas. Aamiin.

Visits: 194

Ai Yuliansah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *