
Ibadah Terpanjang Bernama Pernikahan
Media sosial ramai, KDRT dan perselingkuhan sedang menjadi perbincangan. Keduanya muncul secara beruntun. Berita yang paling menyayat hati adalah saat KDRT itu terjadi pada seorang perempuan.
Dengan keringanan tangannya, seorang laki-laki melayangkan sebuah pukulan, tamparan, dan perkataan kotor dan kasar pada istrinya dan itu terjadi bukan hanya sekali. Naudzubillah!
Seorang laki-laki adalah imam dan cerminan bagi keluarganya. Sering kali kita mendengar, jika mau tahu perangai seorang istri maka lihatlah suaminya dahulu. Kenapa begitu? Karena, setelah menikah, laki-lakilah yang punya kendali atas kokohnya sebuah pondasi keluarga.
Seorang suami memiliki peran dalam jalannya sebuah biduk rumah tangga. Laki-laki harus punya iman untuk menjadi seorang imam. Terlebih lagi, suami mempunyai kewajiban yang lebih berat dibandingkan istrinya.
Dalam firman-Nya, Allah Swt. menyampaikan, “Dan perempuan-perempuan mempunyai hak yang sama dengan kewajibannya menurut cara yang layak, tetapi laki-laki mempunyai satu derajat lebih atas mereka.”[1] Kata satu derajat lebih dapat ditafsirkan dengan firman-Nya yang lainnya, “Laki-laki itu pelindung bagi perempuan….”[2]
Padahal Islam begitu sangat memuliakan perempuan, menempatkan perempuan pada kedudukan yang begitu diagungkan dan dihormati. Begitupun, laki-laki dan perempuan memiliki kesetaraan rohani dan perlindungan.
Sebagaimana telah jelas tertuang dalam Al-Qur’an, “Orang-orang yang menyakiti laki-laki dan perempuan yang beriman tanpa ada kesalahan yang mereka perbuat, maka sungguh, mereka menanggung akibat fitnah dan dosa yang nyata.”[3]
Islam menempatkan seorang laki-laki sebagai pelindung bagi perempuan bukan karena perempuan lebih rendah kedudukannya, namun karena Allah memberi kelebihan tertentu kepada seseorang laki-laki.
Dalam buku ‘Women in Islam’, Muhammad Zafrullah Khan r.a. menjelaskan bahwa orang-orang Rahbaniyah kala itu lebih memilih hidup membujang. Mereka menganggap gaya hidup seperti itu lebih mulia secara rohani dibandingkan pernikahan.
Konsep kehidupan membujang sendiri berawal dari pemikiran bahwa seorang perempuan merupakan makhluk ciptaan yang lebih rendah, sehingga mereka berpikir pergaulan dengannya akan menurunkan martabat serta kemerosotan akhlak.
Namun Allah Swt. juga menjawab langsung pernyataan tersebut dalam Al-Qur’an;
“Cara hidup Rahbaniyah yang dibuat oleh mereka, kami tidak mewajibkan atas mereka, walaupun untuk mencari keridhaan Allah, tetapi mereka tidak melaksanakannya sebagaimana seharusnya dilaksanakan.”[4]
Zafrullah Khan r.a. menulis, “Islam mencela konsep atau prinsip perbuatan ini dan mengangkat perempuan pada sebuah kedudukan rohani yang setara dengan berpegang bahwa laki-laki dan perempuan saling melengkapi satu sama lain dan hal ini berarti sebuah pemenuhan yang setara. Di antaranya disebutkan, “Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka.” (QS. Al-Baqarah ayat 188)”[5]
Jelas dikatakan, dalam ayat tersebut yang terkandung banyak arti di dalamnya. Pakaian yang menutupi, melindungi, juga menghangatkan. Allah begitu melindungi kaum-Nya, menjawab segala perkara untuk diluruskan dalam Al-Qur’an termasuk bahtera pernikahan.
Zaman dahulu perempuan selalu didiskriminasi secara politik maupun hukum. Namun Islam memandang perempuan sebagai makhluk yang mulia dan terjaga sebagaimana kodratnya yang begitu kuat dan mulia. MasyaAllah, betapa Islam meninggikan derajat perempuan setara secara rohani dalam Islam.
Perempuan diberi kelebihan yang begitu luar biasa. Ia mengandung, melahirkan, menyusui, hingga mendidik keturunannya. Tugas seorang perempuan tidaklah ringan, namun perempuan diberikan kemampuan untuk itu dan perempuan sangat mampu.
Tugas seorang laki-laki adalah menjaga, menghormati, melindungi, mengayomi dan mencintai seorang perempuan yang halal baginya. Ikrar akad adalah janji suci di depan Tuhan juga para saksi. Seharusnya, ikrar itu juga ditujukan pada diri sendiri, berjanji bahwa lengan panjang nan kekar itu ada untuk memeluknya dan meredam lukanya.
Pernikahan adalah ibadah terpanjang, ujian di dalamnya menuntut kerjasama yang harus dilaksanakan bersama. Peliknya biduk rumah tangga adalah kisah hidup, setiap langkah perjalanan dalam pernikahan adalah semata-mata karena mengejar ridho dan cinta Allah Swt.
Bercerita mengenai sebuah rumah tangga sungguh terasa berat karena terbayang pijakan demi pijakan tangga yang terus naik levelnya. Dan, tak semua rumah itu sama. Ada yang sudah kokoh ketika kita masuk, ada juga yang harus diperbaiki karena terlihat lusuh dan kumuh. Bahkan, lebih banyak lagi kita harus membangunnya dari awal.
Namun, lagi-lagi, semua hal semata-mata ditujukan karena-Nya Sang Pencipta, Pemilik alam semesta. Perempuan, belajarlah cara menghargai. Laki-laki, jadilah pelindung yang bertanggung jawab.
Referensi:
[1] QS. Al-Baqarah 2: 229
[2] QS. An-Nisa 4: 35
[3] QS. Al-Ahzab 33: 59
[4] QS. Al-Hadid: 28
[5] Perempuan dalam Islam, Muhammad Zafrullah Khan, hlm. 3
Views: 86