
Islam Mengajarkan untuk Bekerja Keras
Dunia tempat manusia berpijak telah diciptakan Allah SWT. sebagai sarana untuk meninggikan agama. Dunia ini merupakan bukti keberadaan Allah SWT. yang sifat-sifat-Nya harus dapat dicerminkan oleh manusia sebagai ciptaan-Nya. Agama tidak melarang untuk berhubungan dengan dunia.
Seperti yang disabdakan oleh pendiri Jemaat Ahmadiyah, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as., “Tuhan tidak melarang seseorang meraih keuntungan dunia, bahkan Islam melarang umatnya memutuskan hubungan dengan dunia. Semakin luas hubungan manusia dengan dunia, semakin tinggi derajat yang dia peroleh karena tujuannya adalah agama. Dunia dan seisinya adalah pengkhidmat agama.” [1]
Amar bin Khuzaima meriwayatkan dalam hadits bahwa, Hadhrat Umar ra. bertanya kepada ayah beliau apa yang menyebabkannya berhenti menanam pohon di kebunnya. Sang ayah menjawab bahwa dia sudah tua dan dia merasa tak lama lagi akan meninggal. Hadhrat Umar ra. mengatakan bahwa dia harus terus menanam pohon. Kemudian Hadhrat Umar ra. membantu ayahnya menanam pohon di ladang. [2]
Kisah di atas dikisahkan oleh Hadhrat Masih Mau’ud as. agar manusia jangan menjadi lamban dan berpangku tangan. Dunia ini adalah tempatnya manusia untuk bekerja keras. Akan tetapi bukan artinya segala upaya untuk meraih dunia sebagai akhir segalanya dan bukan pula tujuan yang harus dicapainya. Bekerja kerasnya di dunia semuanya semata-mata untuk investasi kehidupan yang akan datang setelah kematian menjemput.
Banyak kisah para sahabat Rasulullah saw. yang kaya raya dan dengan kekayaannya mereka curahkan semuanya untuk kepentingan Islam. Seperti kita ketahui, ketika Rasulullah saw. menyeru untuk mengorbankan harta maka Hadhrat Abu Bakar Ash-Shidiq ra. menyerahkan seluruh hartanya. Begitu pula sahabat lainnya, mereka mencari kekayaan bukan untuk memperkaya diri sendiri yang mengakibatkan kesombongan, tetapi kekayasnnya dipakai untuk kepentingan agama.
Agama tidak senang kepada manusia yang berpangku tangan tanpa mengerjakan apapun. Islam bukan agama yang menyuruh umatnya hanya berdiam diri di masjid. Semua kehidupannya selaras, seimbang antara dunia dan akhirat. Allah SWT. berfirman, “Dan tidaklah bagi manusia melainkan apa yang ia usahakan.” [3]
Tafsir ayat di atas menjelaskan, sesudah orang berjuang secara tangguh, terus menerus dan gigih disertai cita-cita mulia serta berpegang teguh atas asa-asas luhur, barulah dia akan mencapai tujuan perjuangannya. Ayat ini juga mengandung arti bahwa manusia harus mencari nafkah dengan mencucurkan keringatnya sendiri bukan dengan berpangku tangan berharap belas kasih seseorang. [4]
Berdiam diri dan berpangku tangan bukanlah sifat seorang mukmin sejati. Bekerja keras harus selalu diusahakan, baik dalam amalan jasmani maupun amalan rohani. Karena, segala kerja keras yang dipersembahkan untuk Allah Ta’ala akan selalu mendatangkan manfaat tidak saja di dunia, tetapi juga di akhirat.
Referensi:
[1] Malfuzat, Vol. II, hal. 91
[2] Malfuzat, Vol. II, hal. 92
[3] QS. An-Najm 53: 40
[4] Al-Quran, Terjemah dan Tafsir Singkat Jemaat Ahmadiyah, hal. 1812
Visits: 48