KEAJAIBAN DOA DAN DZIKIR : PERLINDUNGAN ALLAH SWT. DIBAWAH POHON SERI

Pagi yang Penuh Berkah

Kamis, 2 Oktober 2025, pagi itu udara terasa sejuk dan langit cerah. Jam menunjukkan pukul tujuh tepat ketika aku bersiap menuju Gedung Baitul Afiat untuk melaksanakan tugas sebagai panitia kebersihan dalam acara Majlis Syuro Nasional (MSN).

 

Dengan penuh semangat, aku berangkat mengendarai motor sendiri. Setengah jam kemudian, tepat pukul 07.30, aku tiba di gedung. Bersama tim kebersihan yaitu Bu Rohun dan Bu Meta, kami langsung mengeksekusi kamar mandi di lantai bawah.

 

Selesai membersihkan kamar mandi bawah, kami bertiga naik ke lantai tiga. Betapa terkejutnya kami saat melihat kondisi kamar mandi atas: WC kotor, gayung berkerak, ubin kusam, tempat wudhu penuh lumut.

 

“Haah, gasalah nih,” ucap Bu Rohun heran.

Aku menimpali, “Kata Bu Ketua, ini udah dibersihin hari Senin atau Selasa, Bu.”

Tanpa banyak bicara, Bu Meta mulai menyikat dinding. Ia mengeluh, “Bu Desy, ini gak bisa hilang keraknya, padahal udah disikat.”

Aku menjawab, “Wah, ini harus pakai sitrun dan sabun cuci piring, Bu.”

Tiba-tiba aku teringat Bu Yuli, yang rumahnya di belakang gedung. Aku pun menelpon beliau.

“Bu Yuli, beli sitrun di mana ya?” tanyaku.

“Bu Desy, saya punya di rumah. Kalau mau, ambil aja,” jawab Bu Yuli dengan ramah.

Aku segera meluncur ke rumah beliau mengambil sitrun.

 

Ampuhnya Sitrun dan Keanehan yang Terjadi

Setelah kembali ke gedung, kami segera melanjutkan tugas. Benar saja, campuran sitrun, air panas, dan Sanlight membuat kerak-kerak membandel mudah hilang.

 

“Bener ya, Bu Desy. Sitrun ini ampuh banget!” kata Bu Meta.

 

Kami pun membersihkan kamar mandi dengan penuh semangat — hingga tiba-tiba air sitrun habis. Saat hendak membuat lagi, bubuk sitrun entah hilang ke mana. Kami bertiga mencarinya, tapi tak ketemu.

 

Meski heran, kami lanjut bekerja sampai akhirnya azan Zuhur berkumandang. Aku pun bergegas mengambil wudhu dan menunaikan salat Zuhur. Setelah salat, aku turun ke bawah untuk beristirahat.

 

Tawaran yang kutolak karena Puasa

Bu Ketua, Ibu Nia, menghampiriku dengan senyum hangat.

“Bu Desy, makan dulu yuk. Makanan sudah siap di dapur,” ajaknya.

Aku menjawab lembut, “Terima kasih, Bu, tapi saya sedang puasa hari ini.”

Beliau hanya tersenyum dan mempersilakan aku beristirahat. Hari itu aku memang sedang berpuasa sunnah Kamis bersama suami, mengikuti anjuran Hudhur.

 

Setelah berpamitan dengan Bu Rohun dan rekan-rekan, aku pulang pukul 12.30 untuk menjemput belanjaan dagangan. Dalam hati, aku terus berzikir dan membaca Doa Masih Mau’ud yang tak pernah kulepaskan di mana pun aku berada.

 

Di Bawah Pohon Seri

Perjalanan di Jalan Raya Bogor-Parung terasa biasa hingga aku teringat belum mengisi saldo Lalamove. Aku pun menepi di bawah pohon rindang yang tampak sejuk — pohon seri dengan daun lebat dan sebuah mobil tua merah marun di bawahnya.

 

“Ya Allah, adem banget di sini,” gumamku sambil tetap duduk di motor yang masih menyala.

Aku isi saldo lewat HP, kulihat jam menunjukkan pukul 13.30.

“Ya Allah, ngantuk banget ya…” bisikku.

 

Aku memutuskan beristirahat sebentar sambil terus berzikir dan membaca Doa Masih Mau’ud.

 

Namun tiba-tiba, aku mendengar suara ribut seorang ibu dan bapak berdebat keras.

“Lagu apa itu bocah naik ke sini, jauh amat!” kata si ibu.

“Udah, diem aja luh!” sahut si bapak.

Belum sempat aku memahami, mangkok bakso melayang ke jalan.

“Ya Allah, kenapa bisa seribut itu…” batinku.

 

Saat Sadar Aku Kecelakaan

 

Tiba-tiba bahuku ditepuk keras. “Eh, Neng! Lagi ngapain sih bawa motor di sini!” bentak si ibu.

Aku menoleh, masih tenang. “Maaf, Bu, saya lagi ngadem di bawah pohon.”

“Ngadem apaan! Lihat tuh, gerobak mi ayam saya ketabrak sampai rubuh!”

 

Aku terdiam, bingung. Aku tak merasa menabrak apa pun. Tapi orang-orang sudah ramai berdatangan, panik melihat darah di wajahku. Mereka memaksaku ke puskesmas. Aku tetap tenang, tak merasa sakit sedikit pun  hanya dingin, seperti di ruangan ber-AC.

 

Di bangku warung, aku lepas helm. Orang-orang teriak melihat luka di wajahku. Saat menelpon suami lewat video call, baru aku lihat pantulan wajahku:

Alis robek lebar, bibir atas sobek, gigi copot, gusi pecah, pipi bolong , akibat benturan dan pecahan kaca helem

Namun hatiku tenang. Tak ada rasa sakit. Hanya dzikir dan doa yang terus kulafalkan.

Ibu penjual mi ayam yang tadi marah pun langsung menangis dan memelukku, meminta maaf sambil membawaku ke puskesmas.

 

Keajaiban Zikir dan Doa

Alhamdulillah, Allah Taala. melindungiku sepenuhnya. Hingga kini, aku tak pernah merasakan sakit, perih, atau nyeri sedikit pun dari luka-luka itu.

Yang kurasakan hanyalah ketenangan luar biasa karunia dari Allah bagi hamba yang selalu mengingat-Nya.

 

Sejak hari itu, keyakinanku semakin kokoh bahwa doa dan zikir bukan sekadar ucapan, melainkan pelindung hidup.

Aku meyakini dengan sepenuh hati bahwa Masih Mau’ud a.s. adalah Imam Mahdi, sosok yang dijanjikan Rasulullah ﷺ pembawa kedamaian dan kebenaran.

 

Pelajaran dari Pohon Seri

Peristiwa itu menjadi titik balik hidupku. Di bawah pohon seri, aku tak hanya diselamatkan dari maut, tapi juga diperlihatkan betapa besar kuasa doa.

Kini, setiap kali lidahku berzikir, aku selalu teringat kesejukan hari itu kesejukan yang bukan dari angin, tapi dari rahmat Allah yang menyelimuti.

Zikir menenangkan hati. Doa menguatkan jiwa. Dan keyakinan, menyelamatkan hidup.

Views: 25

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *