Kejujuran Tanpa Kepentingan

Pilkada, kata ini sedang menjadi pembahasan menarik di kalangan masyarakat Indonesia yang peduli dengan persoalan bangsa dan negara. Kepala daerah yang diharapkan adalah mereka yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebaikan, kejujuran, dan kebijaksanaan yang berpihak pada rakyat. Pemimpin yang memiliki wawasan luas seakan menjadi oase bagi seluruh lapisan masyarakat. Saat ini masyarakat merasa begitu haus dan kekeringan dari sosok pemimpin yang dirindukan pengayom sebagian besar penduduk negeri ini.

Seluruh umat Islam di dunia maupun beberapa tokoh besar yang berbeda keyakinan mengakui bahwa sosok terbaik dalam kepemimpinan yang sangat berpengaruh adalah Hadhrat Muhammad saw. Rasulullah saw. menghasilkan perubahan besar bagi umat yang beliau pimpin. Teladan kepimpinan beliau sarat dengan kebaikan, kejujuran, dan kebijaksanaan yang tidak mungkin mampu dicapai oleh manusia biasa. Hal ini tergambar jelas dalam diri beliau saw., bahkan dapat diikuti oleh para sahabat beliau yang sangat luar biasa.

Tertulis dalam sejarah kehidupan beliau saw. yang berharga mengenai sikap kejujuran dan kebijaksanaannya. Hal ini diakui oleh kawan maupun lawan. Peristiwa tersebut terjadi pada saat Nabi Muhammad saw. masih berusia 35 tahun (5 tahun sebelum masa kenabian).

Pada masa itu suku Quraisy melakukan renovasi Ka’bah. Ketika pekerjaan sampai pada peletakan kembali Hajar Aswad, mereka berselisih tentang siapa yang paling berhak mendapatkan kehormatan meletakkan kembali Hajar Aswad di posisinya semula. Semua kabilah bermaksud untuk meletakkannya karena ingin mendapatkan kemuliaan, hingga hampir terjadi pertikaian di antara mereka. Bani Abdul Ad-Dar mendekatkan bejana berisi darah, kemudian mereka bersama Bani Adi Ka’ab bin Luai bersumpah untuk siap mati. Kondisi menegangkan itu pun berlangsung hingga beberapa hari.

Akhirnya tokoh tertua di antara kaum Quraisy yang bernama Abu Umayyah bin Al-Mughirah Al-Makhzumi mendapatkan ilham dan berkata, “Wahai Quraisy, jadikanlah seorang yang pertama kali masuk masjid menemui kalian sebagai penengah di antara kalian.” Mereka menyetujui tawaran itu dan menunggu siapa gerangan yang pertama masuk ke lokasi Ka’bah. Dan ternyata, yang masuk adalah Hadhrat Muhammad saw. Setelah mereka menyaksikan keberadaan Rasullulah saw, mereka berkata, “Ini adalah orang yang terpercaya, kami setuju, dia adalah Muhammad.”

Setelah Rasulullah saw. sampai, mereka menceritakan kondisi yang mereka hadapi. Rasulullah saw. meminta dibawakan sehelai kain, selanjutnya beliau membentangkan kain itu, kemudian mengambil Hajar Aswad dan meletakkannya di atas kain tersebut. Rasulullah saw. berkata kepada setiap pemimpin Kabilah, “Hendaklah setiap pemimpin kabilah memegang setiap ujung kain dan mengangkat Hajar Aswad ke tempatnya.” Setelah itu Nabi meletakkannya sendiri, dengan demikian terhindarlah pertumpahan darah orang-orang Quraisy dengan sesama saudara mereka. [1]

Kejadian itu menunjukkan bahwa di masa muda sebelum diutus sebagai nabi, beliau saw. adalah sosok yang amat sangat dipercaya oleh kaumnya. Tidak ada yang meragukan akhlak dan kejujuran beliau saw. Jika beliau ingin mengambil kesempatan untuk urusan dunia pada saat itu, sangatlah mudah menaklukkan hati para pemuka Quraisy yang sudah memandang beliau sebagai Al-Amin. Namun, kejujuran Rasulullah saw. bukanlah kejujuran yang dilakukan atas dasar kepentingan, melainkan sebagai bentuk karunia terbaik dari Allah Ta’ala.

Jadi, standar tinggi kebenaran dan kejujuran telah beliau tegakkan sejak masa muda pada waktu itu. Dalam perjalanan bisnis, beliau saw. telah memperlihatkan kepada mitra-mitra bisnisnya kejujuran yang tak bisa dibantah. Kemudian, para istri, pendamping hidup yang merupakan pemegang rahasia baik buruknya perilaku suami, memberikan kesaksian akan kondisi rumah tangga dan urusan-urusan keseharian. Kesaksian mereka itulah yang bisa dipegang dan memiliki nilai bobot yang dapat dijadikan standar. Sahabat hingga sahaya yang bersama beliau saw. pun tidak bisa tidak, terpengaruh dengan budi pekerti itu dan menjadi pencinta beliau saw.

Pendiri Jamaah Muslim Ahmadiyah, sebagai pecinta dan pengikut setia Nabi Muhammad saw. pun memberikan kesaksian atas hal ini. Beliau a.s. bersabda:
”Kejujuran (kebenaran) dan kesucian yang telah diperlihatkan oleh Rasulullah saw. beserta para sahabat mulia beliau, di mana pun tidak akan ditemukan bandingannya.” [2]

Kemuliaaan akhlak dan kejujuran Rasulullah saw. inilah yang pada akhirnya mampu mengubah masyarakat Arabia, yang masih ada di fase jahiliyah menjadi masyarakat yang beradab, maju, dan penuh kecintaan kepada Tuhan.

Pemimpin seperti inilah yang seharusnya menjadi contoh teladan terbaik bagi calon-calon pemimpin di negeri ini, bahkan bagi pemimpin bangsa di seluruh penjuru dunia. Sosok pemimpin yang selalu menjunjung tinggi nilai kebaikan dan kejujuran yang murni tanpa kepentingan. Semoga Allah Swt. memberkahi negeri ini dengan para pemimpin yang mampu mencontoh kepemimpinan Nabi Suci Hadhrat Muhammad saw. [3]

Referensi:
[1]Assiratunnabawiyyah li ibni Hisyam isyaaratu abi umayyata bitahkiimi awwali daakhilin fakaana Rasulullah saw.
[2] Hadhrat Masih Mau’ud a.s.
[3] Khutbah Jum’at Khalifatul Masih V aba, 11 Februari 2005, di Masjid Baitul Futuh, Morden, London, UK

Visits: 52

Aisyah Begum

2 thoughts on “Kejujuran Tanpa Kepentingan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *