
Kesederhanaan Nabi dan Para Sahabat
Rasulullah dan para pengikutnya (sahabat) merupakan contoh bagi kita dalam memaknai dunia dan akhirat. Keteladanan mereka sudah terkenal di seantero dunia, baik dari kalangan Muslim maupun non-Muslim.
Salah satu sahabat pernah menyaksikan, “Rasulullah tidur di atas tikar dan ketika bangun berbekaslah tikar itu di pinggangnya. Lalu dia bertanya, ‘Ya Rasulullah, bagaimana bila kami buatkan untukmu kasur yang empuk?’ Nabi menjawab, ‘Untuk apakah dunia bagiku, aku di dunia ini bagaikan seorang yang bepergian, berhenti sebentar bernaung di bawah pohon, kemudian pergi meninggalkannya.’” (HR. Bukhari)
Dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, “Bukanlah kekayaan itu karena banyaknya harta dan benda, tetapi kekayaan sebenarnya ialah kaya hati.” (HR. Bukhari-Muslim) Hadits ini menunjukkan kesederhanaan Rasulullah SAW. Meskipun sahabat tahu bahwa beliau SAW itu adalah pedagang yang kaya.
Bayangkan saja ketika beliau melamar Khadijah r.a. untuk menjadi istrinya, beliau menyiapkan 20 ekor unta sebagai maharnya. Bukankah itu pertanda Muhammad SAW adalah orang yang kaya? Kekayaan Rasulullah tersebut tidak dipamerkan kepada khalayak, akan tetapi beliau menggunakannya untuk membantu kaum yang lemah tanpa mengharapkan imbalan atau balasan apapun dari orang yang beliau bantu.
Begitu juga banyak para sahabat yang mengikuti jejak kesederhanaanya Rasulullah SAW. Mereka, meskipun kaya, tidak ubahnya seperti orang miskin yang tidak berpunya. Bersikap santai dan sederhana. Mereka jadikan Nabi SAW sebagai contoh yang baik dalam menjalani kehidupan.
Perhatikan kisah Hz. Abdurrahman bin Auf r.a., meskipun hidup berkecukupan tetapi begitu dermawan dan berpenampilan sederhana, layaknya bukan seorang saudagar kaya. Ketika bersama-sama dengan pelayannya, orang yang tidak mengenalnya tentu tidak akan bisa membedakan yang mana Abdurrahman bin Auf.
Perhatikan pula Hz. Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a. memberikan seluruh hartanya di jalan Allah, sehingga ketika Rasulullah bertanya apa yang dia tinggalkan untuk keluarganya, Hz. Abu Bakar menjawab, “Allah dan Rasul-Nya.” Nampaklah bahwa kesederhanaan itu telah menjadi pakaian mereka dan dengan itu pula mereka meraih kemenangan demi kemenangan.
“… maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia melalaikan/memperdayakan kamu dan janganlah pula memperdayakan kamu dari mengingat Allah.” (QS Fathiir: 5)
Kesederhanaan yang umum kita pahami adalah mengambil secukupnya akan apa yang ada di dunia dengan kesadaran dan harapan bahwa kebahagian serta kepuasan yang tak terhingga nanti akan diperoleh di akhirat.
Sikap kesederhanaan akan membentuk seseorang menjadi pribadi yang qana’ah dalam kesulitan dan kekurangan sekaligus sederhana dan hemat dalam kelapangan dan kelebihan. Ungkapan ala kadarnya merupakan bahasa dari kesederhanaan yang memang tidak bisa diterapkan sama bagi setiap orang.
Namun, tatkala kita telah mampu melaksanakan kesederhanaan dengan sebenar-benarnya, di saat itulah sebenarnya kita telah berbakti menghidupkan sunnah Rasulullah SAW. Insya Allah.
Visits: 832
MasyaAllah, tulisan yang menginspirasi.
Bolehkah jika mungkin di kembangkan penalaran menjalankan hidup sederhana berbeda dengan menjalankan hidup secara kikir.