
Memadukan Kasih Sayang dan Kewaspadaan sebagai Dasar Interaksi Manusia
“Love for All, Hatred for None” (Cinta bagi Semua, Tiada Kebencian bagi Siapa pun), sebuah slogan yang dikenalkan oleh Hadhrat Khalifah Ketiga, Hadhrat Mirza Nasir Ahmad rh. Beliau mengatakan bahwa semua Ahmadi secara wajar akan setuju dengan titik awal dari pandangan demikian yaitu sikap awal harus dimulai dengan kasih sayang dan tiada kebencian.
“Namun setelah itu,” ujar Hadhrat Khalifah. “Kalau orang tetap saja berperilaku jahat, rasanya sulit untuk terus mencintai mereka karena jadinya kita tidak bisa lagi memisahkan kejahatan dari pelaku kejahatan. Tetapi kita tetap harus mendoakan agar Allah SWT. mengubah keadaan dan si pelaku kejahatan tersebut meninggalkan sifat jahatnya. Kalau si pelaku kejahatan itu tetap saja melakukan cara-caranya yang jahat maka Allah SWT. yang akan menghukumnya.” [1]
Kutipan di atas dari buku yang ditulis oleh Ian Adamson, menggambarkan prinsip dasar kasih sayang dan toleransi dalam ajaran Ahmadiyah. Beberapa poin yang dapat diambil dari Hadhrat Khalifatul Masih III rh. tersebut dijelaskan oleh Hadhrat Mirza Tahir Ahmad rh. yang menekankan pentingnya kasih sayang sebagai dasar interaksi manusia.
Walaupun kasih sayang menjadi prioritas, ada pengakuan bahwa perilaku jahat sulit untuk diterima. Hal ini menunjukkan bahwa kasih sayang tidak berarti mengabaikan kejahatan. Berinteraksi dengan berbagai karakter manusia, penting bagi kita untuk menyeimbangkan antara kasih sayang dan kewaspadaan. Berusaha untuk memahami dan menunjukkan empati terhadap orang lain meskipun mereka telah berbuat salah. Kasih sayang dapat menjadi jembatan untuk membangun hubungan yang lebih baik.
Meskipun kita berusaha untuk bersikap positif, kita juga perlu waspada terhadap perilaku negatif. Ini membantu kita melindungi diri dan orang-orang terdekat dari potensi bahaya. Selalu ada kesempatan bagi setiap individu untuk berubah. Dengan mendorong dan memberikan dukungan, kita dapat membantu orang lain melihat potensi dalam diri mereka untuk berbuat baik. Kita juga dapat berdoa agar mereka yang salah dapat mendapatkan hidayah dan kekuatan untuk berbenah diri.
Islam mengajarkan agar umatnya tidak mendoakan keburukan kepada siapa pun, termasuk orang yang jahat, orang yang telah menganiaya bahkan orang yang telah merampas hak-hak seseorang. Sebab, doa yang dipanjatkan untuk orang lain akan kembali kepada siapa yang mendoakan. Sebagaimana Rasulullah saw. sabdakan, “Tidaklah seorang hamba Muslim yang mendoakan saudaranya di belakangnya (tanpa sepengetahuannya) kecuali malaikat berkata, ‘Dan doa yang sama untukmu.’” [2]
Meskipun seseorang melakukan kejahatan, tetap penting untuk mendoakan agar mereka berubah dan meninggalkan sifat jahatnya. Ini mencerminkan harapan dan belas kasih. Banyak doa yang terdapat dalam Al-Qur’an untuk orang yang telah berbuat dosa. Salah satu doanya, “Dan ada pula beberapa orang yang mengakui kesalahan mereka. Mereka mencampuradukkan amal yang baik dengan amal yang buruk. Mudah-mudahan Allah menerima tobat mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [3]
Jika seseorang tidak berubah, keadilan Allah akan menegakkan hukum-Nya. Ini memberikan keyakinan bahwa tindakan jahat tidak akan luput dari pertanggungjawaban. Dalam Islam, diyakini bahwa setiap tindakan baik atau buruk akan mendapatkan balasan yang setimpal. Allah Maha Mengetahui dan tidak akan membiarkan kejahatan tanpa pertanggungjawaban. “Ini adalah balasan dari Allah untuk apa yang telah mereka lakukan.” [4]
Penting untuk tetap berdoa agar orang yang berbuat jahat dapat mendapatkan karunia dan kesempatan untuk bertobat. Ini juga mengingatkan kita akan pentingnya introspeksi dan perbaikan diri agar tidak terjerumus ke dalam perbuatan yang sama. Walaupun dalam kenyataannya terkadang kita sangat sulit untuk melakukannya, namun karena kita berada dalam perahu yang memiliki nakhoda, kita pun taat untuk menjalaninya, dan tulus ikhlas mengabaikan segala kebencian terhadap orang-orang yang telah berbuat jahat dengan mendoakan yang baik.
Dengan memadukan kasih sayang, kewaspadaan, dan harapan, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih positif dan saling mendukung.
Referensi:
[1] Seorang Hamba Allah, Kisah Menakjubkan dari Hadhrat Khalifatul Masih IV, Iain Adamson, hal. 138
[2] HR. Muslim
[3] QS. At-Taubah 9: 102
[4] QS. Ali Imran 3: 182
Visits: 47