MEMBERI DARI YANG KITA CINTAI

Sahabat Nabi saw. Yang kaya raya, Abu Thalhah r.a., segera datang kepada Rasulullah saw. Setelah mendengar ayat:

“Kamu tidak sampai kepada kebajikan sebelum menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai.” [1]

Kemudian Hadhrat Abu Thalhah berkata:

“Ya Rasulullah, harta yang paling aku cintai adalah kebun Bairuha’, dan sekarang aku sedekahkan kebun itu untuk Allah. Gunakanlah sesuai yang Allah perintahkan.”

Kebun Bairuha’ adalah kebun kurma terbaik milik Abu Thalhah, yang airnya jernih dan letaknya di depan Masjid Nabawi. Hadhrat Rasulullah saw. Sangat gembira mendengar hal itu dan mengatakan bahwa kebun itu adalah harta yang menguntungkan. Beliau telah mendengar dan berpendapat agar Hadhrat Abu Thalhah membagikannya kepada kerabatnya.

Setelah mendengar pendapat Rasulullah, Hadhrat Abu Thalhah pun membagikan kebun itu kepada keluarga dan kerabatnya. [2]

Hal ini menjadi contoh bagaimana ayat tersebut langsung diamalkan oleh para sahabat. Mereka memberi dari yang mereka cintai, bukan dari sisa yang tidak terpakai.

Ayat tersebut seolah mengajak kita bercermin: apa yang paling kita cintai? Apakah itu harta, pakaian, waktu, atau sesuatu yang kita simpan rapat-rapat? Allah Ta’ala menegaskan bahwa kita belum mencapai derajat kebajikan yang sejati sampai kita rela memberikan sebagian dari yang paling kita sayangi itu.

Kita tidak akan memperoleh pahala dari Allah hingga kita menafkahkan harta yang paling kita cintai dan terbaik menurut kita.

Hadhrat Rasulullah saw. Bersabda:

“Sedekah yang paling utama adalah engkau bersedekah ketika engkau sehat, kikir, takut miskin, dan menginginkan kekayaan.” [3]

Hadis ini memperkuat pesan Al-Qur’an bahwa kebajikan tertinggi bukan memberi dari sisa, tetapi dari apa yang kita sukai, saat kita mampu menikmatinya, dan saat kita merasa berat untuk melepaskannya.

Kebaikan sejati bukan hanya memberi apa yang berlebih, tetapi memberi yang terbaik bahkan ketika hati terasa berat. Coba kita renungkan:

Apakah kita rela menyumbangkan barang yang paling kita suka, bukan hanya yang sudah usang?

Apakah kita bisa menyisihkan waktu terbaik kita, bukan sisa waktu mengantuk, untuk membaca Al-Qur’an atau menolong sesama?

Apakah kita sudah mengalahkan rasa sayang berlebihan pada harta, sehingga lebih mencintai pahala Allah Ta’ala?

Kebajikan sejati hadir saat kita memberi dengan hati yang ikhlas. Karena sejatinya, apa yang kita beri tidak akan berkurang, justru Allah menjanjikan gantinya yang lebih baik.

Allah Ta’ala mengajarkan bahwa kebajikan bukan sekadar melakukan hal baik, tetapi menaklukkan diri sendiri. Memberi dari yang kita cintai adalah latihan melepas ego dan mendekat kepada Allah.

Maka, mulai hari ini, mari kita mencoba memberi bukan hanya dari sisa, tetapi dari yang kita anggap paling berharga. Karena bisa jadi, di situlah letak pintu kebajikan yang akan mengantarkan kita pada rahmat Allah Ta’ala.

Referensi:

QS. Ali Imran: 93

https://rumaysho.com/28614-bersedekah-dengan-harta-yang-paling-dicintai.html

HR. Bukhari dan Muslim

Views: 72

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *