Mengejar Harta Dunia Menuju Kemiskinan Akhirat

Saat ini manusia berada di masa materialisme dan gemerlap dunia yang terus meningkat. Satu era dimana manusia menganggap segala yang berkilau atau mengkilap itu terbuat dari emas. Kecintaan yang berlebihan pada harta dan sarana dunia saat ini telah membuat kecerdasan tak mampu menjadi sarana untuk berpikir, mata terbuka tapi tak mampu melihat kebaikan. Mengapa hal ini dapat terjadi?  

Gemerlap dunia lah yang telah membutakan rohani dan akhlak manusia. Hingga kebanyakan manusia gagal memahami bahwa sejatinya semua yang mereka anggap baik dan maju sebenarnya telah memicu kemunduran rohani dan moral mereka bahkan hingga generasi berikutnya. 

Sebuah pelajaran berharga dapat kita ambil dari kisah seorang gadis kecil dengan satu mimpi  sederhana. Impian itu ingin ia wujudkan bersama kedua orangtuanya yang siang malam sibuk bekerja. Pada satu kesempatan si anak bertanya, “Ayah, Ibu, bolehkah Dinda bertanya?” ucapnya dengan hati-hati.

“Apa yang ingin Dinda tanyakan?” tanya sang Ayah.

“Berapa banyak uang yang Ayah dan Ibu dapatkan dengan bekerja seharian?” tanya sang anak lagi memberanikan diri.

Ayah dan ibunya menatap heran, sambil menyebutkan nilai sejumlah uang, keduanya juga menanyakan kepada sang anak mengapa mempertanyakan hal seperti itu? Dengan  lirih seraya menundukkan pandangan menatap ke sebuah celengan dalam dekapannya Dinda menjawab:

“Dinda hanya ingin seperti Nisa, yang  saat azan Magrib tiba digandeng oleh ayah dan ibunya bersama menuju masjid di komplek kita. Dinda tak punya uang sebanyak ayah dan ibu dapatkan, tapi bolehkah dengan uang tabungan Dinda ini menggantikan gaji ayah dan ibu seharian untuk bisa mewujudkan keinginan Dinda? ” ucap Dinda.

Ayah dan Ibu Dinda terpaku membisu. Sesederhana itu keinginan seorang anak, namun tak mampu mereka wujudkan karena terlalu sibuk dengan harta dan tuntutan materialistis. 

Sebagai manusia kita seringkali lupa bahwa tugas terhadap anak bukan semata mewariskan harta yang memang diperlukan, tetapi lebih penting dari itu adalah mewariskan pendidikan yang baik untuk meraih ridha Allah dan dapat  memberikan manfaat bagi banyak manusia. Hz. Ali bin Abi Thalib r.a. berkata: ”Kebaikan itu bukan ada pada banyaknya harta dan anak, tetapi pada banyaknya pendidikan, besarnya kepekaan sosial, dan perasaan terhormat dengan ibadah.” 

Sejalan dengan hal ini Imam Jamaah Ahmadiyah sedunia dalam pidato beliau pada Jalsah USA 2008, bersabda, “Investasi terbesar adalah anak-anak kalian dan untuk menggunakan investasi ini cara terbaik, yang paling penting adalah meningkatkan ikatan erat dengan Jemaat dan menjalin hubungan yang erat dengan Allah Ta’ala.” (Hz. Mirza Masroor Ahmad aba.)

Pengalaman mengajarkan, betapa banyak anak seorang yang miskin kehidupannya lalu menjadi sukses dan memberikan banyak kebaikan bagi orang lain, karena orangtuanya telah mewariskan pendidikan agama yang baik kepada anaknya. Tetapi sebaliknya, betapa banyak anak yang menerima harta warisan banyak, tetapi karena tak berbekal pendidikan agama yang baik, atau hanya dibekali pendidikan yang melulu berurusan dengan duniawi, lalu menjadi bangkrut, miskin dan tersesat dari jalan Allah ta’ala.

Dari pengalaman hidup ini, nyatalah pesan yang disampaikan oleh Imam Al-Ghazali. “Barangsiapa yang menghabiskan waktu berjam-jam lamanya untuk mengumpulkan harta karena takut miskin, maka dialah sebenarnya orang yang miskin.” 

Karena sejatinya seberapa keras pun usaha juga kerja keras orangtua dalam mencari kesenangan dunia, jika satu hal penting ia lewatkan begitu saja untuk  mengarahkan mendidik generasinya mengenal wujud Tuhan yang memiliki segalanya, maka segalanya akan menjadi sia-sia. 

Padahal seharusnya hal ini lah yang merupakan pondasi dalam hidup dalam mendidik anak-anak. Orangtua yang gagal mendekatkan anak-anaknya dengan Allah Ta’ala, maka ia telah gagal memberikan pelajaran berharga bahwa kenikmatan dunia dan seisinya ini tak lepas dari rahmat dan karunia Tuhan yang apabila kita mengejarnya hingga melupakan wujud Sang Pemilik kenikmatan itu, akan membuka lebar pintu kemiskinan dunia dan kebangkrutan di akhirat kelak.

Views: 622

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *