
MENJAGA INVESTASI TERBAIK DARI ALLAH TA’ALA DENGAN AL-QUR’AN
Kehadiran kita sangat penting bagi anak-anak, meskipun tampak seolah tidak dianggap penting. Perilaku orang tua kini sibuk berinvestasi dalam untuk masa depan, dari pendidikan hingga aset materi. Namun, orang tua kerap lupa bahwa investasi terbesar yang Allah Ta’ala anugerahkan kepada mereka sebenarnya adalah anak-anak itu sendiri. Mereka adalah aset berharga yang memerlukan perhatian, kasih sayang, dan bimbingan untuk tumbuh dan berkembang menjadi individu yang sukses dan bahagia. Dengan memberikan perhatian dan dukungan yang tepat, kita dapat membantu anak-anak mencapai potensi mereka dan menjadi generasi penerus yang cerdas, kreatif, dan berkarakter.
Dewasa ini, beberapa istilah seperti “parental absence,” “mother absence,” atau “fatherless” menjadi familiar di tengah masyarakat awam. Secara terminologi, ketiga istilah tersebut bermakna ketidakhadiran figur orang tua, baik ibu maupun ayah, dalam kehidupan anak, baik secara fisik maupun psikologis. Bahkan, kehadiran orang tua kadang hanya dirasakan secara biologis, tetapi secara psikologis figurnya hilang dari jiwa anak. Penyebab ketidakhadiran tersebut bisa disebabkan oleh perpisahan kedua orang tua, tuntutan pekerjaan, kematian, dan budaya patriarki.
Faktor lain yang menyebabkan kondisi ini terus terjadi adalah anggapan masyarakat bahwa peran ayah terbatas pada aspek finansial, sehingga mengesampingkan peran pengasuhan. Akibatnya, seluruh tanggung jawab pengasuhan anak dibebankan pada ibu. Padahal, sejatinya kehadiran kedua orang tua sama pentingnya dalam proses pengasuhan agar tidak terjadi ketimpangan dalam perkembangan psikologis anak. Diperlukan peran maskulinitas ayah di samping dukungan emosional ibu. Berbagai faktor ini timbul karena kurangnya pemahaman mengenai kewajiban orang tua dan jauhnya orang tua dari bimbingan Allah Ta’ala, yakni Al-Qur’an.
Lantas, bagaimana Allah membimbing kita untuk menjaga investasi berharga ini?
Dalam sebuah khutbahnya, Pemimpin Tertinggi Jamaah Ahmadiyah, Hadhrat Khalifatul Masih Al-Khamis Ayyadahullahu Ta’ala binashrihil Aziz, menyampaikan:
“Tidak diragukan lagi bahwa tarbiyat anak-anak bukanlah hal yang mudah, terutama pada masa ini ketika setiap hari kita menghadapi daya pikat dan berbagai godaan di tikungan-tikungan yang diciptakan setan untuk menjebak kita dengan berbagai cara. Itu adalah pekerjaan yang sulit. Namun, ketika Allah Ta’ala mengajari kita dengan doa-doa dan cara-cara tarbiyat, maka itu adalah demi menyelamatkan jiwa kita dan anak-anak kita dari serangan-seteran setan.”
Pada kesempatan lain, beliau mengutip beberapa petunjuk penting dari Hadhrat Masih Mau’ud as. sebagai pedoman bagi setiap orang tua dalam mendidik anak, yaitu:
1. Mereformasi diri (ishlaah)
2. Menjadi pribadi saleh dan bertakwa terlebih dahulu
3. Berdoa untuk anak-anak
4. Mengajarkan ajaran, peraturan, sopan santun, dan prinsip-prinsip Islam
5. Mengarahkan anak-anak agar berpegang teguh pada semua hal tersebut
6. Bertawakal penuh kepada Allah Ta’ala
7. Allah telah ridha (senang)
8. Allah Ta’ala akan selalu menunjukkan kebajikan kepada anak keturunan
Seorang pakar parenting, dr. Aisah Dahlan, juga menyampaikan bahwa penting bagi orang tua untuk memahami bahwa anak-anak, pada segala usia, cenderung merasa senang berkomunikasi dengan orang tua mereka. Dengan kata lain, anak-anak tidak takut mengungkapkan isi hati mereka kepada orang tua. Allah Ta’ala telah memberikan contoh komunikasi terbaik dalam bentuk dialog antara orang tua (khususnya ayah) dan anak dalam Al-Qur’an.
Di antaranya:
QS. Luqman (31): 14–21 menggambarkan bagaimana Hadhrat Luqman membimbing dan memberi contoh terbaik kepada anaknya mengenai hal-hal penting yang mengarahkan pada kedekatan dengan Sang Pencipta.
QS. Ash-Shaffat (37): 103 menunjukkan bahwa Nabi Ibrahim as. secara terbuka melakukan diskusi dua arah dengan anaknya, Nabi Ismail as., sebelum mengambil keputusan besar yang berkaitan dengan anaknya. Ini menunjukkan bahwa sebagai pemimpin keluarga, orang tua (khususnya ayah) tidak boleh bersikap otoriter, melainkan terbuka, memberi ruang untuk berpendapat, menjaga komunikasi, dan menciptakan harmonisasi agar moral anak dapat berkembang.
Secara garis besar, kedua surah ini menekankan pentingnya kontribusi ayah dalam membentuk karakter anak yang berbudi luhur. Kontribusi tersebut meliputi pendampingan, pendidikan, nasihat, dan keteladanan, di samping peran batiniah ibu. Seluruh ayah di dunia sepatutnya mencontoh keteladanan Luqman al-Hakim as. dan Nabi Ibrahim as. sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an.
Allah telah memberikan tuntunan terbaik mengenai cara mendidik anak melalui Al-Qur’an. Oleh karena itu, penting bagi setiap orang tua untuk menelaah dan mengamalkan isi Al-Qur’an. Hal ini ditegaskan pula oleh dr. Aisah Dahlan yang menyebutkan bahwa penemuan Institute of HeartMath pada tahun 1998 menunjukkan bahwa jantung manusia memiliki koneksi alami dengan Al-Qur’an. Proses pembelajaran dan pengajaran pun tidak hanya berlangsung secara fisik di otak, tetapi juga melibatkan intuisi di hati atau bahkan di jantung—yang bisa bekerja maksimal bila telah terkoneksi dengan Al-Qur’an.
Dengan berusaha sekuat tenaga mengamalkan tuntunan tersebut, akan tertanam fondasi yang kuat dalam diri anak. Di manapun mereka berada, tanpa pengawasan ibu atau ayah, mereka tetap yakin bahwa Allah SWT selalu bersama mereka. Sebab, pencapaian tertinggi dari investasi berharga yang Allah titipkan kepada orang tua adalah anak-anak yang mampu meraih ridha Allah melalui tarbiyat yang diberikan oleh kedua orang tuanya.
Referensi :
[1] Khutbah Jumat, 14 Juli 2017 di Masjid Baitul Futuh, London – UK
[2] Khutbah Jumat, Hadhrat Mirza Masroor Ahmad, Khalifatul Masih Al-Khamis Ayyadahullahu Ta’ala binashrihil Aziz, 14 Juli 2017, Masjid Baitul Futuh, UK
Visits: 24