
Pandai-Pandai Menjaga Lidah
Allah SWT begitu tegas melarang seorang muslim untuk mencela, menghina ataupun mengejek. Sebab, sikap tersebut merupakan perbuatan yang tercela. Karena orang yang suka merendahkan, sangat dominan dengan kesombongan. Selain itu, perbuatan tersebut dapat menyakiti hati orang lain. Hal ini tergambar jelas dari ayat berikut:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mencemoohkan kaum yang lain, boleh jadi mereka itu lebih baik dari pada mereka. Dan janganlah segolongan wanita mencemoohkan wanita yang lain, boleh jadi mereka itu lebih baik dari pada mereka. Dan janganlah kamu mencela satu sama lain. Dan janganlah kamu memanggil satu sama dengan nama-nama buruk. Dipanggil dengan nama buruk setelah beriman adalah hal yang seburuk-buruknya. Dan barangsiapa yang tidak bertaubat, mereka itulah orang yang aniaya.” (Al-Hujurat: 12)
Allah SWT demikian tidak menyukai orang-orang yang suka menyakiti hati orang lain, terlebih lagi menyakiti hati seorang muslim. Rasulullah s.a.w bersabda, “Mencaci orang Islam (muslim) adalah perbuatan fasiq, dan membunuhnya adalah perbuatan kufur.” (HR. Muslim)
Di ayat lain, Allah SWT pun menegaskan, “Dan orang-orang yang menyakiti laki-laki dan perempuan beriman, tanpa ada kesalahan yang mereka perbuat maka, sungguh mereka menanggung akibat fitnah dan dosa yang nyata.” (Al-Ahzab: 59)
Nauzubillah..
Namun pada zaman sekarang ini, seakan sudah menjadi hal yang dianggap biasa atau lazim. Baik itu ungkapan yang serius ataupun bercanda, saling ejek, saling hina yang merupakan pembullyan. Padahal tanpa sadar dosa besar tengah menantinya.
Lalu bagaimana Islam mengajarkan orang-orang dalam menghadapi perbuatan demikian?
Bagi orang-orang yang mendapatkan hinaan atau cacian, tidaklah harus membalas dengan cara yang sama dengan apa yang mereka lakukan. Sebab, di kala hinaan atau cacian tertuju kepada kita, maka pahala yang akan kita dapat. Baik dengan sengaja ataupun tidak sengaja, bila ada seseorang merendahkan atau menghina diri kita, anggaplah orang tersebut sedang memberi hadiah kepada kita.
Dengan demikian, sebagai manusia kita harus memahami bahayanya sebuah perkataan atau ucapan. Sebab, suatu ucapan akan mampu membawa manusia kepada kebaikan ataupun keburukan. Hal ini karena lidah manusia menjadi faktor yang mampu mengangkat derajat seorang hamba di sisi Allah, namun juga bisa menyebabkan kecelakaan besar bagi pemiliknya.
Hadhrat Ustman bin ‘Affan r.a bersabda, “Tergelincirnya lidah itu lebih berbahaya daripada tergelincirnya kaki.” Alangkah banyak manusia yang mampu menjaga diri dari perbuatan keji, namun lidahnya seolah memotong dan menyembelih kehormatan orang-orang, yang tak peduli dengan apa yang telah mereka ucapkan.
Lidah merupakan anggota badan yang benar-benar harus dijaga dan dikendalikan. Lidah memiliki fungsi sebagai penerjemah dan pengungkap isi hati. Dan bagi seorang mukmin hendaklah menjaga lidahnya, supaya dapat mengantarkannya kepada arah keselamatan.
Sebagaimana dikisahkan, dari Uqbah bin ‘Amir. Ia berkata, “Aku bertanya, “wahai Rasulullah, apakah sebab keselamatan?” Beliau saw menjawab: “Kuasailah lidahmu, rumah yang luas bagimu, dan tangisilah kesalahanmu”. (HR. Tirmidzi)
Maka dari itu, baiknya seorang hamba dapat mempergunakan lidahnya untuk membaca Alquran, berzikir, berdoa, menyampaikan kebaikan, yang merupakan perwujudan syukur kepada Allah SWT.
Visits: 317