Perlunya Memperbaiki Diri dan Generasi Penerus

Ketidaksiapan seseorang menghadapi perubahan zaman yang pesat biasanya berimbas pada dekadansi moral. Dengan kata lain, ketika ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) melesat dalam perkembangannya, berbanding terbalik dengan nilai-nilai dan norma-norma yang mengalami kemunduran, bahkan hilang.

Salah satu hal yang mengalami penyusutan adalah mengenai keyakinan agama. Kemajuan zaman justru menjadi hal yang membentuk pemikiran manusia bahwa agama hanyalah sebuah simbol sebagai pengesahan diri untuk hidup di negaranya. Namun sisanya ia lebih mengedepankan akal pikiran yang tidak disandarkan pada nilai dan norma apa pun.

Tentunya fenomena ini mengantarkan generasi muda pada keadaan yang sangat mengkhawatirkan. Seperti yang kita lihat belakangan ini bahwa banyak sekali murid sekolah yang justru menjadikan guru hanyalah sebagai profesi dan bukan sosok pengayom. Mereka serta merta menolak bahkan melawan guru yang mengayominya di sekolah.

Hal yang lebih menyedihkan lagi, ternyata kemerosotan akal ini didukung oleh orang tua murid dengan alasan pembelaan. Sehingga, kini sekolah yang seharusnya menjadi tempat ditransfernya nilai-nilai dan norma-norma kepada murid, justru pintu tersebut tertutup karena dekadansi moral pada generasi muda. Akhirnya, sangat tanduslah akhlak dan adab anak-anak muda pada zaman ini. Islam yang seharusnya mampu mengajarkan hormat dan berkasih sayang kepada siapa pun, kini hanyalah teks yang tertinggal dalam buku pelajaran sekolah.

Bahkan tidak hanya hubungan antara murid dan guru saja, hubungan antara sesama anak muda pun sering terjadi perselisihan yang tidak didasari pada hal-hal penting. Seperti tawuran atau perkelahian antar murid. Segala daya upaya mereka luapkan dalam arena perkelahian amatir ini untuk saling menindas.

Salah satu pemicunya adalah dengan saling mengolok orang tua satu sama lain, dengan harapan penghinaan tersebut mampu mengerdilkan perasaan. Akan tetapi justru hal itu menjadi pemantik api perkelahian yang lebih besar. Ini berarti bahwa keburukan tersebut, yaitu dengan mengolok-olok orang tua, tidak akan mengantarkan seseorang kepada kebaikan, justru menjerumuskan pada hal yang lebih buruk lagi.

Itu sebabnya Hadhrat Rasulullah saw. mengklasifikasikan olokan kepada orang tua termasuk ke dalam dosa besar, sebagaimana yang tercantum dalam sebuah hadits, “Di antara dosa besar adalah seseorang mencaci-maki kedua orang tuanya. Mereka berkata, “Wahai Rasulullah, mungkinkah seseorang mencaci-maki kedua orang tuanya?”

Beliau bersabda, “Benar, dia mencaci bapak orang lain, kemudian orang lain tersebut balik mencaci bapaknya. Dia mencaci ibu orang lain, kemudian orang lain tersebut balik mencaci ibunya.”” [*]

Padahal jika masih ada iman terlebih yang beragama Islam dalam hati mereka, tentunya mereka akan meninggalkan perkara-perkara yang sia-sia ini. Namun itulah hasil dari terseok-seoknya seseorang karena ketidaksiapan menghadapi kemajuan zaman. Agama tentunya menjadi salah satu pasak untuk berdirinya seorang generasi menjadi manusia yang bernilai adab dan akhlak terpuji.

Referensi;

[*] HR. Bukhari dan Muslim

Visits: 65

Renna Aisyah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *